Show simple item record

dc.contributor.authorMEITA DEVI RAKHMAYANI
dc.date.accessioned2013-12-10T10:47:14Z
dc.date.available2013-12-10T10:47:14Z
dc.date.issued2013-12-10
dc.identifier.nimNIM070710101117
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/7718
dc.description.abstractPenulisan Skripsi ini dilatar belakangi oleh adanya suatu ambiguitas, apabila dicermati secara seksama adanya Kewenangan Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan impeachment masih terdapat beberapa ambiguitas atau kekaburan yang tentu saja menjadi sebuah pertanyaan mendasar. Hal itu tampak apabila dilihat dari dua sudut pandang. Dalam hal ini apakah fungsi Mahkamah Konstitusi hanya berkaitan dengan pengujian terhadap pendapat DPR bahwa presiden diduga telah melakukan pelanggaran Hukum, atau fungsi Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan Impeachment adalah untuk mengadili tuduhan atau dakwaan DPR tentang pelanggaran hukum oleh Presiden. Dengan mendasarkan pada dua persepsi tersebut, dapat disimpulkan apabila pendapat pertama yang berlaku, maka Mahkamah Konstitusi akan memeriksa dan memutus, apakah pendapat DPR itu benar atau salah. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi tidak mengadili sendiri dan menetapkan sanksinya yang berupa pemberhentian dari jabatannya sebagai Presiden atau bebas. Akan tetapi jika Mahkmah Konstitusi bertindak sebagai hakim dalam mengadili perkara dalam pelanggaran hukum oleh presiden, maka Mahkamah Konstitusi tentu saja dapat memutuskan dan menetapkan sanksi/hukumannya. Pada sisi lain kerancuan juga dapat ditemukan apabila kita menelaah Pasal 24C yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Akan tetapi tidak menyebutkan secara eksplisit apakah putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bersifat mengikat (binding). Apabila dikaitkan dengan pasal 7B ayat (5), maka akan menimbulkan problematika baru antara lain ternyata DPR tidak meneruskan usul tersebut ke MPR, serta apakah putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut harus dan wajib diikuti oleh MPR. Pengaturan tentang hal itu masih belum jelas (tidak konkret), oleh karena itu kemudian ternyata putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak bersifat mengikat,maka terhadap putusan tersebut MPR dapat saja melakukan penganuliran dengan alasan realitas politik di MPR tidak menghendaki pemberhentian Presiden dan/atau Wakil presiden.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070710101117;
dc.subjectPELANGGARAN HUKUM OLEH PRESIDENen_US
dc.titleKEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNTUK MEMUTUS PENDAPAT DPR TENTANG DUGAAN PELANGGARAN HUKUM OLEH PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DI INDONESIAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record