dc.description.abstract | Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dalam waktu yang cukup lama, yang ditandai dengan berat badan di bawah normal. Anak balita (bawah lima tahun) atau berumur 0-59 bulan merupakan kelompok umur yang paling rentan menderita kurang gizi karena dalam masa pertumbuhan, sehingga memerlukan asupan gizi yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola asuh dan asih balita gizi buruk usia 0-59 bulan pada keluarga sejahtera di wilayah kerja Puskesmas Kademangan Kabupaten Bondowoso yang dilakukan pada bulan Februari-April 2015 dan menggunakan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini yaitu ibu yang memiliki balita umur 0-59 bulan yang berstatus gizi buruk, dan merupakan keluarga sejahtera yang tercatat pada laporan hasil penimbangan bulan November 2014. Informan dalam penelitian ini yaitu satu orang informan kunci, lima orang informan utama, dan lima orang informan tambahan. Penentuan informan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik Purposive. Teknik penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk cerita detail sesuai bahasa dan pandangan informan, teknik analisis data dengan menggunakan analisis berdasarkan tema.
Hasil penelitian menunjukkan umur balita pada penelitian ini berkisar 4-26 bulan, dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan, sebagian besar balita tidak memiliki jarak kelahiran, dan semua berat badan lahir balita dalam kategori normal. Riwayat penyakit yang balita miliki adalah diare, panas, batuk, dan pilek Ibu balita berumur muda, jumlah anggota keluarga kecil dan tingkat pendidikan ibu sedang, pendapatan keluarga tinggi, dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Status keluarga yang dimiliki yaitu keluarga sejahtera III, serta tingkat pengetahuan ibu tentang gizi adalah kurang. Pola asuh sebagian besar informan yaitu telah memberikan perawatan dan perlindungan bagi anak dengan tepat, memberikan kolostrum pada balitanya. Pada pemberian ASI eksklusif informan cenderung tidak memberikannya, pemberian MP ASI pada balita masih tergolong kurang tepat. Namun, untuk kebersihan diri dan peralatan makan informan telah melakukan dengan tepat, dan waktu pengasuhan ibu yang cukup, serta informan tidak memiliki sosio budaya gizi. Pola asih sebagian besar informan yaitu telah memberikan kasih sayang orang tua, rasa aman dan nyaman, harga diri dengan benar pada balitanya. Namun, pada pemberian pola asih berupa dukungan atau dorongan, rasa memiliki, dan kebutuhan untuk mendapatkan pengalaman dan kesempatan, sebagian besar informan masih belum cukup baik.
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu Dinas Kesehatan dapat menambahkan program TFC pada puskesmas lainnya, menerbitkan buku panduan tentang pola asuh dan asih bagi balita, bekerjasama dengan BPPKB pada program taman posyandu, dan peningkatan kegiatan KP-ASI. Selain itu, Puskesmas dapat memberikan pelatihan dan pembekalan pada kader tentang cara memberikan sosialisasi yang benar mengenai pola asuh dan asih bagi balita. Puskesmas dapat meningkatkan skrining gizi buruk dengan melakukan kunjungan rumah untuk melakukan pemantauan status gizi balita. Meningkatkan peran kader dan bekerjasama dengan instansi pendidikan untuk mengaktifkan meja IV, serta perlu disediakannya konselor ASI di fasilitas pelayanan kesehatan dan pendampingan pada anggota KP-ASI untuk meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. | en_US |