AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PROTEIN BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) TERHIDROLISIS TERHADAP RADIKAL SUPEROKSIDA MONOSIT IN VITRO
Abstract
Monosit dan makrofag mampu memproduksi radikal superoksida sebagai agen
signaling dan antibakteri. Produksi radikal superoksida yang berlebih menyebabkan
stres oksidatif yang berujung pada berbagai penyakit. Efek kerusakan ini akan berhenti
apabila radikal bebas bereaksi dengan antioksidan. Salah satu potensi sumber
antioksidan alami yang sudah banyak diteliti adalah biji melinjo. Kandungan flavonoid
ekstrak biji melinjo menunjukkan aktivitas peredaman radikal bebas, fraksi isolat
protein biji melinjo mampu memperlambat proses oksidasi, fraksi protein biji melinjo
terhidrolisis menunjukkan aktivitas yang mirip glutathione (GSH) dan BHT, mampu
meredam radikal hidroksil dan hidrogen peroksida serta memiliki kemampuan proteksi
DNA. Namun demikian, belum diketahui bagaimana aktivitas antioksidan protein biji
melinjo terhidrolisis terhadap radikal superoksida yang dihasilkan oleh monosit.
Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa monosit tidak terlihat menghasilkan
radikal superoksida ekstraseluler pada inkubasi 1 jam, sehingga juga dilakukan
pengamatan pada inkubasi 18 jam. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji aktivitas
antioksidan protein biji melinjo terhidrolisis dalam menghambat produksi superoksida
monosit in vitro dan mengkaji perbedaan aktivitas antioksidan biji melinjo terhidrolisis
terhadap radikal superoksida monosit pada perlakuan waktu inkubasi 1 jam dan 18 jam.
Penelitian dilakukan pada bulan November 2015 – Januari 2016 di Center for
Development of Advanced Sciences and Technology (CDAST) dan Laboratorium
Bioscience Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember dengan dua tahap penelitian aitu uji aktivitas antioksidan protein biji melinjo terhidrolisis (Gg-PH) dan uji aktivitas
antioksidan Gg-PH pada monosit. Uji aktivitas antioksidan Gg-PH dilakukan untuk
mengetahui aktivitas antioksidan Gg-PH sebelum dipaparkan pada monosit. Uji
aktivitas antioksidan Gg-PH pada isolat monosit dilakukan dengan memaparkan Gg-
PH (30 μg) pada monosit kemudian diuji dengan Nitroblue Tetrazolium (NBT).
Produksi radikal superoksida monosit setelah perlakuan Gg-PH diamati dan hasilnya
dibandingkan dengan kontrol. Produksi radikal superoksida monosit intrasel dianalisa
dengan mikroskop seadangkan produksi radikal superoksida ekstrasel dianalisa dengan
spektrofotometer. Pengamatan dilakukan pada kelompok monosit yang diinkubasi
selama 1 jam dan kelompok monosit inkubasi 18 jam. Hasilnya, produksi radikal
superoksida ekstrasel tidak ada beda nyata. Produksi radikal bebas intrasel pada
kelompok Gg-PH inkubasi 1 jam lebih sedikit dibandingkan kelompok yang hanya
diberi N-Formylmethionine-leucyl-phenylalanine (fMLP) secara nyata. Sedangkan
produksi radikal superoksida masing-masing kelompok inkubasi 18 jam lebih banyak
secara nyata dibanding kelompok inkubasi 1 jam.
Pengamatan pada inkubasi monosit selama 1 jam Gg-PH mampu meredam
terbantuknya radikal bebas, namun pada inkubasi 18 jam menunjukkan bahwa
antioksidan Gg-PH tidak mampu menetralkan radikal superoksida monosit. Hal ini
mengindikasikan pemberian antioksidan untuk menetralkan radikal bebas dalam tubuh
harus berulang. Pengembangan Gg-PH sebagai suplemen antioksidan nantinya harus
mempertimbangkan durasi serta dosis, barrier enzim yang membatasi absorbsi protein
dari traktus gastrointestinal, aktivitas biologis protein antioksidan Gg-PH saat
memasuki sirkulasi darah, reaksi saat melintasi membran sel serta kemungkinan alergi
harus diwaspadai dalam upaya berkelanjutan dalam mengembangkan sumber
antioksidan baru untuk meningkatkan taraf kesehatan manusia. Perlu diteliti lebih
lanjut mengenai jenis protein antioksidan biji melinjo terhidrolisis yang paling efektif
untuk meredam radikal superoksida dan memiliki aktivitas antioksidan yang paling besar
Collections
- UT-Faculty of Dentistry [2062]