dc.description.abstract | Tujuan dari penulisan penelitian skripsi ini dibedakan menjadi (2) yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah
untuk memenuhi dan melengkapi prasyarat akademis guna memperoleh gelar
Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember, sebagai sarana untuk
menerapkan ilmu dan pengetahuan hukum yang telah diperoleh dari perkuliahan
yang bersifat teoritis dengan praktik yang terjadi di masyarakat, memberi
sumbangan pemikiran baru dalam teori ilmu hukum yang bermanfaat bagi
mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember dan kalangan umum yang tertarik
terhadap permasalahan yang terjadi. Untuk tujuan khususnya ialah untuk
mengetahui dan memahami sekaligus menganalisis apakah mendirikan bangunan
diatas tanah wakaf secara permanen milik orang lain dapat dikategorikan sebagai
perbuatan melawan hukum, untuk mengetahui dan memahami kesesuaian
ketentuan hukum yang berlaku dalam pertimbangan hakim dalam memutus
perkara nomor 380 K/Ag/2014.
Metode Penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif,
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach)
dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan
meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan menggunakan
analisa bahan hukum sebagai langkah terakhir.
Tinjauan pustaka dari skripsi ini membahas mengenai pertama yaitu terdiri
dari pengertian tanah, fungsi tanah, hak atas tanah yang mana penegrtianpengertian
ini dikutip oleh penulis dari beberapa sumber bacaan. Kemudian yang
kedua yakni pengertian wakaf, unsur dan syarat wakaf, dasar hukum wakaf dan
macam-macam wakaf yang dikutip oleh penulis dari beberapa sumber yang
berada dalam buku bacaan maupun dalam perundang-undangan yang ada di
Indonesia, serta juga yang berada di hadist. Kemudian yang ketiga terdiri dari
pengertian putusan pengadilan dan macam-macam putusan pengadilan yang di
kutip oleh penulis dari beberapa sumber bacaan.
Pembahasan dari skripsi ini yang pertama mengenai pendirian bangunan
secara permanen diatas tanah wakaf milik orang lain yang mana hal tersebut
mengakibatkan kerugian dari salah satu pihak. Kedua mengenai pertimbangan
hukum hakim dalam memutus perkara nomor 380 k/Ag/2014 yaitu dasar-dasar
pertimbangan hakim dalam memutus perkara antara tergugat yang merupakan
orang yang menduduki harta wakaf dan penggugat sebagai pengurus masjid dan
pemegang harta benda wakaf maupun mauquf alaih (masyarakat), yang mana
tergugat melakukan perbuatan mendirikan bangunan diatas tanah wakaf dan
mengakuai bahwa tanah yang mereka huni merupakan tanah yang didapat dari
warisan orang tuanya.
xiii
Kesimpulan dari penulisan ini yakni Mendirikan bangunan diatas tanah
wakaf secara permanen milik orang lain merupakan suatu perbuatan melawan
hukum (Onrechmatige Daad), karena hal tersebut masuk dalam kategori unsur
yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata yakni melanggar hak orang lain dan
mengakibatkan kerugian bagi pihak pengurus Masjid ataupun mauquf alaih
(masyarakat) sebagai memegang hak atas tanah wakaf maupun yang menikmati
atas manfaat tanah wakaf tersebut. Dalam pertimbangan hukum hakim (Ratio
Decidendi) dalam memutus perkara nomor 380 K/Ag/2014 tersebut dalam
putusannya di pengadilan Agama nomor 27/Pdt.G/2013/PA.GM menyatakan
bahwa antara lain tanah objek sengketa adalah tanah yang dikuasai oleh Tergugat
I, II, III, IV, V, VI dan menyatakan sertifikat hak milik Tergugat I dkk tidak sah
dan batal demi hukum, serta menghukum para Tergugat untuk mengosongkan dan
menyerahkan kepada pihak Penggugat objek sengketa, sedangkan dalam
Pengadilan Tinggi Agama nomor 133/Pdt.G/2013/PTA.MTR hakim menyatakan
menguatkan putusan Pengadilan Agama Giri Menang. Sedangkan untuk
pengadilan Mahkamah Agung dalam kasasinya menyatakan menguatkan dan
memperbaiki amar putusan yang terdapat dalam putusan Pengadilan Agama
maupun Pengadilan Tinggi Agama yang menyatakan tidak sah dan batal demi
hukum harus diganti dengan tidak berkekuatan hukum tetap. Hal ini penulis
sependapat dengan pertimbangan hukum hakim Mahkamah Agung karena yang
berwenang untuk menyatakan batal dan tidak sahnya suatu sertifikat merupakan
kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam kasus ini hakim harus
menyatakan hal tersebut betentangan dengan Pasal 22, Pasal 40 UU Wakaf serta
Pasal 216 Kompilasi Hukum Islam (KHI), karena harta wakaf tidak sesuai dengan
tujuan dan fungsi dari wakaf itu sendiri. Kepada masyarakat dalam mewakafkan
harta bendanya agar diperuntukkan kepada maslahatan ummat islam bukan untuk
kepentingan individu. Kepada masyarakat yang akan mewakafkan harta bendanya
hendaknya untuk mendaftarkan terlebih dahulu secara prosedur Administratif
dengan melibatkan KUA setempat sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW), sekaligus menjadi saksi dalam pembuatan Akta Ikrar Wakaf. Kepada
pemerintah khususnya Kantor Urusan Agama (KUA) yang berperan sebagai
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) agar untuk lebih aktif berperan
dalam mengawasi pengelola harta wakaf (Nazhir). | en_US |