Perlindungan Hukum Terhadap Peserta BPJS Kesehatan Atas Penolakan Pelayanan Kesehatan Oleh Rumah Sakit
Abstract
Pada 1 Januari 2014, dilakukan transformasi PT Askes (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Dalam kurun waktu lebih dari satu tahun ini, BPJS Kesehatan dalam menjalankan programnya masih belum menuai hasil optimal sebagaimana yang diharapkan pemerintah Indonesia sebagai badan hukum yang menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional. Rumusan masalah dalam skripsi ini yakni; (1) Apakah bentuk perlindungan hukum yang tepat bagi peserta BPJS Kesehatan atas penolakan pelayanan kesehatan oleh Rumah Sakit?, (2) Apakah tanggung jawab yang dapat diberikan BPJS Kesehatan beserta Rumah Sakit atas penolakan pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan oleh Rumah Sakit?, (3) Apakah upaya yang dapat dilakukan peserta BPJS Kesehatan atas tindakan penolakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Rumah Sakit?. Tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini adalah untuk memberikan informasi bagi penulis dan pembaca mengenai hak–hak Warga Negara Indonesia sebagai peserta BPJS Kesehatan atas jaminan kesehatan yang diberikan oleh Negara Indonesia . Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan tipe penelitian hukum, yuridis normatif (legal research) dengan pendekatan masalah; (1) pendekatan Undang-Undang (Statute Approach), dan (2) pendekatan konsep (conceptual approach).
Dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan  Konsumen,  yang  dimaksud  perlindungan  konsumen  adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Menurut Philipus M. Hadjon, Perlindungan hukum  bagi  rakyat  dikenal  dengan  dua  bentuk,  yaitu  perlindungan  yang bersifat preventif (pencegahan terjadinya sengketa) dan perlindungan yang bersifat represif (penyelesaian sengketa). Perlindungan hukum yang dimaksud dalam skripsi ini adalah perlindungan hukum kepada peserta BPJS Kesehatan yang dalam hal ini konsumen jasa kesehatan. Dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, menyebutkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan  yang selanjutnya disebut sebagai BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Sedangkan pengertian peserta BPJS Kesehatan menurut Pasal 1 angka 4 UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, menyebutkan bahwa peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat  6 (enam) bulan di  Indonesia,  yang telah membayar iuran. Peserta BPJS Kesehatan berhak atas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut dapat  diperoleh  oleh  peserta  BPJS  Kesehatan  melalui  fasilitas kesehatan, seperti  rumah  sakit.  Menurut  UU  Nomor 44  Tahun  2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan  kesehatan  yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Sebagai konsumen jasa kesehatan, peserta BPJS Kesehatan memiliki hak-hak yang dilindungi oleh hukum antara lain memperoleh  pelayanan kesehatan yang baik, aman, dan bermutu. Hal ini sesuai dengan Pasal 5 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 47 Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan  Kesehatan. Dengan dasar-dasar hukum tersebut peserta yang menerima kerugian akibat penolakan pelayanan kesehatan dapat menuntut ganti rugi sebagaimana yang dimaksud Pasal 58 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Sebagai perusahaan asuransi, BPJS Kesehatan menjamin penyelenggaraan jaminan kesehatan. Untuk hal lain, rumah sakit sebagai penyelenggara progam kesehatan juga bertanggung   jawab   atas   kerugian   yang   diderita   pasien   atas   pelayanan kesehatan yang diselenggarakannya hal ini sesuai dengan Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Selanjutnya upaya yang dapat dilakukan oleh peserta atas penolakan pelayanan kesehatan tersebut, antara lain; nonlitigasi (pengaduan, kemudian mediasi), litigasi (gugatan ke pengadilan di daerah tempat tinggal peserta). Upaya-upaya tersebut diatur dalam Peraturan BPJS Kesehatan No. 2 Tahun 2014 tentang Unit Pengendali Mutu Pelayanan dan Penanganan Pengaduan Peserta.
Collections
- UT-Faculty of Law [6385]