dc.description.abstract | Buku ini membahas pemikiran para ahli ilmu sosial khususnya
Sosiologi mulai dari sosiologi klasik sampai dengan sosiologi
posmodernisme. Pemikiran para ahli ilmu sosial khususnya Sosiologi
mempunyai banyak variasi sekaligus perspektif. Buku ini dimulai dengan
hakikat ilmu sosial, sejarah perkembangan ilmu sosial, ke arah pemikiran
sosiologi pada Bab I. Pada Bab II, buku ini membahas pemikiran Peter
Berger tentang sosiologi pengetahuan. Berger bersama Luckmann
mengembangkan teori yang di dalamnya terkandung pemahaman bahwa
kenyataan sosial dibangun. Di samping harus memahami realitas sosial
dari perspektif sosiologi pengetahuan, maka untuk mengetahui lebih
dalam Hussrell mengajukan metode yang diperlukan, yakni
fenomenologi. Hussrell berpendapat bahwa untuk memahami ilmu sosial
khususnya sosiologi perlu menggunakan dan mengutamakan pengalaman
subyektif sebagai sumber dari semua pengetahuan kita tentang
fenomenologi obyektif. Hal ini penting karena menurut Hussrell karena
sesungguhnya realitas sosial itu sebenarnya adalah pada diri dalam
sanubari subyek itu sendiri yang harus dihadirkan. Pemikiran Hussrell
kemudian dilengkapi dengan pemikiran Herbert Mead pada Bab III
tentang interaksi simbolik yang terjadi di setiap tata kehidupan. Melalui
materi ajar yang disampaikan kepada para muridnya, Mead memberikan
pengaruh signifikan dalam perkembangan teori-teori sosial dan psikologi
sosial. Selain filsafat sosialnya yang dikenal dengan baik dan banyak
dihargai, pemikiran Mead mencakup konstribusi yang signifikan terhadap
filsafat alam, filsafat ilmu, filsafat antropologi, filsafat sejarah dan filsafat
proses. Selanjutnya dalam sosiologi, untuk memahami realitas sosial juga
diperlukan metode hermenitik, selain metode lainnya seperti
fenomenologi, ethnografi, dan lainnya. Hermenitika selalu bersifat pada
fungsi penafsiran teks. Meski terjadi perubahan dan modifikasi radikal
terhadap teori hermenitika, tetap saja berintikan seni memahami teks.
Dalam konteks hermenitika, Gadamer menguraikan dengan baik tentang
hermenitika di Bab IV. Pemikiran-pemikiran di atas lebih banyak
berkaitan dengan teori-teori fungsionalisme. Untuk melengkapipemikiran
fungsionalisme, Althuser dalam Bab V menjelaskan teori sosiologi
struktural. Pemikiran Althuser berkutat tentang ideologi dan kesadaran.
Pemikiran Althuser ini membahas tentang perubahan politik yang terjadi
di Rusia. Pada Bab VI dibahas pemikiran Irving Goffman tentang sandiwara kehidupan. Goffman mengatakan bahwa dalam memahami
realitas sosial harus diperhatikan antara panggung mua dan panggung
belakang. Goffman dikenal dengan teori drmaturgi yang merupakan hasi
pengalamannya terhadap konsep interaksi sosial. Konsep ini lahir sebagai
aplikasi atas ide-ide individualis yang baru dari peristiwa-peristiwa
evolusi sosial ke dalam masyarakat kontemporer. Pada Bab VII buku ini
membahas pemikiran Talcot Parson. Konteks sosial yang
melatarbelakangi pemikiran Parson bermula pada abad 19 dimana ajaranajaran
utilitarian ekonomi klasik semakin banyak dipermasalahkan oleh
para pemikir Eropa. Manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk
rasional dalam suatu pasaran bebas, terbuka, tidak teratur dan kompetitif.
Masyarakat tidak dapat menerima asumsi bahwa ketertiban sosial akan
muncul dengan sendirinya kalau persaingan pribadi secara bebas
dibiarkan.Buku ini ditutup dengan pemikiran posmodernis yang berasal
dari Prancis, Pierre Bourdieu. Pemikiran Bourdieu pada pokoknya
membahas tentang habitus, ranah dan doxa. Bourdieu merupakan ahli
sosiologi posmodernis yang sangat dikenal dalam perspektif sosiologi
saat ini. Bourdieu merupakan ahli strukturalis yang melengkapi pemikiran
kaum strukturalis lainnya seperti Anthony Giddens. Penulisan buku ini
tidak akan selesai dengan baik tanpa bantuan pemikiran teman-teman,
oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian
buku ini. Penulis berharap buku ini berguna bagi para pembaca untuk
memahami para pemikir Sosiologi. | en_US |