Show simple item record

dc.contributor.advisorSama’i
dc.contributor.advisorPoerwowibowo
dc.contributor.authorPutranto, Winda Heru
dc.date.accessioned2016-01-27T08:01:49Z
dc.date.available2016-01-27T08:01:49Z
dc.date.issued2016-01-27
dc.identifier.nim050910301100
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/72626
dc.description.abstractBagi kaum buruh secara umum bekerja keras dengan fisik (tenaga) dan upah adalah syarat yang tidak bisa diganggu gugat agar bisa tetap bertahan hidup, kaum buruh juga sebenarnya telah sadar jika dalam prooses pekerjaanya tersebut terkadang sering terjadi berbagai ketidak adilan yang telah dirasakan, mulai dari upah yang sangat minim hingga pada jam kerja yang tinggi dari sang majikan, hal ini terbukti dari berbagai kerusuhan demo hingga pembentukan sebuah organisasi perkumpulan bagi kaum buruh yang senyatanya sudah kerapkali masuk keberbagai media massa, dengan posisi kaum buruh yang kurang beruntung seperti ini, maka tidak sedikit dari mereka memiliki tingkat perekonomian yang sangat memprihatinkan, tidak terkecuali dengan nasib para buruh tani yang ada di wilayah pedesaan pada khususnya. Buruh tani adalah seorang pekerja di lahan pertanian milik para petani, pada umumnya kehidupan mereka secara ekonomi lebih parah dari kondisi buruh yang ada atau bekerja di sektor non agraris (yang mayoritas bekerja di dunia industri atau pertokoan). Sebab, pekerjaan sebagai buruh tani bukan merupakan pekerjaan yang tergolong jenis kontrak panjang yang setiap harinya juga pasti ada, akan tetapi merupakan jenis pekerjaan panggilan atau kondisional yang secara waktu serta kepastian pekerjaannya sangat bergantung pada kebutuhan atau kehendak para petani yang mau menggunakan jasanya, apalagi di pihak lain proses tumbuhnya tanaman mulai dari masa tanam hingga masa panen (berlansung di setiap lahan garapan baik sawah atau tegalan) lebih banyak membutuhkan waktu tunggu (yakni sekitar 3-4 bulan hingga pada masa panen) dibandingkan pekerjaan yang tinggi. Sebagai salah satu wilayah yang tergolong agraris dengan produktifitas tinggi dan sering menghasilkan kualitas panen terbaik disalah satu bidang tanaman yakni tembakau, cengkeh, dan padi kota Jember tentunya juga memiliki komposisi penduduk terbanyak yang berprofesi sebagai petani berikut buruh taninya, terutama untuk beberapa daerah yang tergolong pedesaannya. berdasarkan hasil sensus pertanian (SP) no; 200326 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) telah diperoleh data bahwa pada tahun 2003 jumlah rumah tangga yang berkerja sebagai petani mengalami peningkatan 1,7% pertahun, dimana data ini merupakan data hasil evaluasi BPS dari tahun 1993 hingga tahun 2003 dengan perincian, dari 20,5 juta keluarga pada tahun 1993 setiap tahun meningkat hingga pada tahun 2003 ada 24,4 juta keluarga tani. (www.jember.pdf.com) Berdasaran hasil pengamatan yang dilaksanakan peneliti di beberapa daerah pedesaan yang ada di kota Jember, kondisi keluarga buruh tani dapat di gambarkan sangat memperihatinkan, dimana pada umumnya mereka masih memiliki rumah dari bambu atau “gedek” dengan lantai tanah, serta mengalami latar belakang pendidikan yang belum memadai baik untuk dirinya sendiri ataupun keluarganya. Hasil pengamatan ini juga diperkuat dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) kabupaten Jember pada tahun 2007 yang menyatakan jika jumlah penduduk miskin tercatat 37,2 juta jiwa dan 63,4% dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian (buruh tani dan petani ) sementara 36,6% berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan garapan lebih kecil dari 0,3 hektar. (http://mahasiswasyariah.wordpress.com) Sementara itu dari data kondisi kemiskinan yang di ukur melalui indicator yang lebih khusu pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik kota jember juga mencatat jika ada 237.700 keluarga tercatat sebagai keluarga miskin. Dengan rincian: 34.654 keluarga sangat miskin, 93.550 keluarga miskin, dan 104.496 keluarga nyaris miskin dan hampir 98 % dari penduduk yang tercatat pada golongan indicator klasifikasi kemiskin tersebut bekerja sebagai buruh terutama buruh tani di wilayah pedesaan. (http://www.beritajatim.jember.com/detailnews.php) Data perolehan di atas menjadi sangat wajar jika mengingat bahwa setiap keluarga yang hidup di masyarakat pada hakekatnya memiliki kebutuhan dasar yang tidak bisa di tunda yaitu kebutuhan akan pangan (sebagai kebutuhan pokok) yang pada sifatnya merupakan penunjang untuk kelangsungan hidup mereka. Kebutuhan pangan tersebut meliputi beras atau makanan pokok, lauk pauk, (daging, ikan dan sejenisnya) sayur-mayur, buah-buahan, gula, kopi, minyak goreng, serta keperluan dapur lainnya. Selain kebutuhan pangan juga masih ada kebutuhan lain yang harus juga pastinya dipenuhi oleh sebuah keluarga pada umumnya, yakni kebutuhan sandang dan biaya anak sekolah, jika setiap kebutuhan tersebut harus dibeli dengan uang hasil dari bekerja sebagai buruh tani, semantara dari hasil survey penelitian pendapatan rata-rata buruh tani dalam satu hari yang diperoleh hanya sebesar Rp.15.000 hingga Rp. 17.000, sementara dalam satu hari dirinya harus mengeluarkan sejumlah belanja sampai Rp.27.000 untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan perincian ; beras 1kg per hari dengan keluarga Rp.5000, sayur dan lauk pauk per hari sekitar Rp.3000, minyak tanah sekitar 1ltr per hari dengan harga Rp.4000, minyak goreng ¼ kg per hari dengan harga Rp.8000, bumbu per hari sekitar Rp.4000, dan tambahan lain Rp.3000. maka pendapatan keluarga buruh tani yang sangat minim tersebut tentunya tidak akan mencukupi. Namun demikian, di salah satu sudut terpencil di kota Jember yakni di desa Ledokombo, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember ada beberapa fenomena kehidupan buruh tani yang sedikit berbeda jika dibandingkan dengan kehidupan para buruh pada umumnya, yang secara ekonomis mereka sudah tergolong mapan atau dalaman pemahaman memiliki tingkat perekonomian yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya, dimana hal ini secara sepintas terlihat dari pola hidup yang berkembang, mulai dari perhatian mereka pada kualitas dan kemajuan pendidikan putra-putrinya sebagai tolak ukur kesuksesan mereka menjadi orang tua yang baik, hingga pada kemampuan ekomomi untuk membeli tanah sendiri, serta membangun fasilitas fisik rumah berikut peralatan teknologi yang dimiliki secara pribadi di kediamannya berupa sepeda motor dan lain sebagainya.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjecttaraf kesejahteraan keluargaen_US
dc.titleFENOMENA KEBERHASILAN BURUH TANI DALAM MENINGKATKAN TARAF KESEJAHTERAAN KELUARGA (Studi Kasus pada Keluarga Buruh Tani di Desa Ledokombo Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record