Show simple item record

dc.contributor.advisorSAMSUDI
dc.contributor.advisorPRIHATIN AN, DODIK
dc.contributor.authorHUSAIN, ARIEF AL HABIB
dc.date.accessioned2016-01-27T07:29:45Z
dc.date.available2016-01-27T07:29:45Z
dc.date.issued2016-01-27
dc.identifier.nim080710101158
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/72594
dc.description.abstractKecelakaan lalu lintas akan selalu membawa kerugian baik pada manusia maupun pada benda. Si pelaku yang menimbulkan kerugian tersebut dapat dipertanggungjawabkan baik secara pidana maupun secara perdata. Dalam ketentuan Pasal 310 ayat (3) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan karena kealpaan atau kesalahannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat dan Pasal 310 ayat (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan orang lain meninggal dunia, maka proses peradilan menjadi faktor utama untuk menentukan siapakah yang bersalah dalam hal kecelakaan tersebut, sebagaimana kajian yang dilakukan terhadap Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor 50/PID.B/2015/PN.NJK. Permasalahan dalam skripsi ini meliputi 2 (dua) hal yaitu ; (1) Apakah pembuktian dalam Putusan Pengadilan Nganjuk Nomor 50/Pid.B/ 2012/PN.Njk sudah sesuai dengan prinsip pembuktian dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP ? dan (2) Apakah pemberian santunan oleh terdakwa kepada korban dapat menjadi hal yang meringankan bagi pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana ? Guna mendukung tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan, maka metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Kesimpulan penelitian yang diperoleh adalah, Pertama : Pembuktian khususnya saksi yang dihadirkan di persidangan adalah tidak sesuai. Dalam hal ini saksi tersebut adalah Yekti Mintarsih yaitu sebagai istri korban. Dalam hal ini patut untuk dipertanyakan kapasitasnya sebagai saksi apakah ia mendengar atau melihat sendiri kejadian tersebut. Saksi merupakan alat bukti yang sah karena mereka melihat, mendengar, dan mengalami sendiri suatu keadaan yang berkaitan dengan adanya tindak pidana dan dibawah sumpah namun dalam hal ini istri korban tidak layak menjadi saksi yang tentunya ia tidak mengetahui bagaimana peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan suaminya meninggal tersebut terjadi. Kedua : Santunan yang diberikan oleh terdakwa kepada keluarga korban sebenarnya bukan merupakan peringanan pidana dalam sistem pemidanaan menurut hukum positif. Dalam Putusan xiii Pengadilan Nganjuk Nomor 50/Pid.B/2012/PN.Njk pada salah satu pertimbangan hakim yang meringankan memang tidak disebutkan adanya santunan yang diberikan oleh terdakwa, namun adanya hal yang meringankan tersebut telah ada perdamaian antara terdakwa dan keluarga korban. Dalam hal ini pemberian santunan tersebut diakui oleh saksi Yekti Mintarsih selaku istri korban. Dengan demikian, santunan yang diberikan oleh pelaku terhadap korban walaupun wajib diberikan sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, namun hal tersebut bukan sebagai peringanan pidana walaupun hal itu disebutkan dalam pertimbangan hakim yang bersifat non yuridis.. Saran yang diberikan bahwa, Pertama : Hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan seyogyanya berorientasi pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan, karena di persidangan tersebut semua alat-alat bukti diuji kebenarannya. Dalam hal ini saksi yang dihadirkan bukan merupakan saksi yang sesuai dengan kapasitasnya sebagai saksi karena tidak melihat, mendengar, dan mengalami sendiri suatu keadaan yang berkaitan dengan adanya tindak pidana. Kedua : Pemberian santunan dari keluarga pelaku kepada korban atau keluarga korban dalam perkara tindak pidana lalu lintas jalan tidak mempunyai konsekuensi yuridis terhadap pemidanaan pelaku. Pemberian santunan oleh pelaku kepada korban atau keluarga korban bukan termasuk bentuk perlindungan hukum terhadap korban, dalam hal ini jenis sanksi yang dijatuhkan kepada dalam rangka perlindungan korban pidana penjara dan pidana tambahan dan untuk korban diberikan tindakan sesuai yang ada di dalam Pasal 240 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPIDANAen_US
dc.titleANALISIS PENJATUHAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA (PUTUSAN PENGADILAN NGANJUK NO. 50/PID.B/2012/PN.NJK)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record