Show simple item record

dc.contributor.advisorRato, Dominikus
dc.contributor.advisorWahjuni, Edi
dc.contributor.authorPRAYOGI, ADELINA CAESARANIE
dc.date.accessioned2016-01-13T03:20:57Z
dc.date.available2016-01-13T03:20:57Z
dc.date.issued2016-01-13
dc.identifier.nim110710101246
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/71210
dc.description.abstractAwalnya pengertian tentang perbuatan melawan hukum terbatas pada perbuatan yang melanggar peraturan tertulis saja yaitu Undang-Undang. Namun sejak dikeluarkannya Putusan Mahkamah Agung di negeri Belanda tahun 1919 maka didapatlah pengertian konkrit mengenai perbuatan melawan hukum, yaitu perbuatan yang tidak hanya melanggar peraturan tertulis saja yaitu Undang- Undang, tetapi juga pelanggaran terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Pengaturan tentang perbuatan melawan hukum terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang mensyaratkan kepada pelaku perbuatan melawan hukum untuk mengganti kerugian yang timbul akibat dari perbuatannya. Salah satu unsur agar suatu perbuatan itu dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum adalah adanya unsur kesalahan dari pihak pelaku yang mana kesalahan dapat dikarenakan dari kesengajaan atau kelalaian. Kasus kecelakaan yang diangkat dalam skripsi ini adalah kasus kecelakaan yang disebabkan karena kelalaian sopir bus itu sendiri. Hasil olah TKP menyimpulkan bahwa sopir bus “Sang Engon” itu mengemudikan bus yang mengangkut rombongan pengajian dari Bojonegoro menuju Pekalongan dalam keadaan lelah yang berimbas pada kurangnya konsentrasi dan keseimbangan pada kemudi. Kelalaian dari pihak Perusahaan Otobus juga ikut mendukung terjadinya kecelakaan ini, yaitu dengan tidak menyediakan sopir pengganti seperti ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, bahwa setiap perusahaan angkutan umum wajib memberlakukan pergantian pengemudi, ditambah lagi Perusahaan Otobus tersebut tetap bersedia menyewakan armada busnya walaupun ada kelebihan muatan. Rumusan Masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah: Pertama mengenai apakah kecelakaan yang disebabkan oleh kelalaian sopir termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum?; Kedua bagaimana bentuk pertanggung jawaban Perusahaan Otobus “Sang Engon” dan sopir bus sebagai pengangkut atas kerugian yang timbul dari kecelakaan yang diakibatkan karena kelalaian sopir bus? Tujuan penulisan skripsi ini ada 2 (dua), yaitu mengetahui dan memahami perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam hal kecelakaan bus yang disebabkan oleh kelalaian sopir dan mengetahui dan memahami bentuk tanggung jawab yang dapat diberikan kepada korban akibat dari sebuah kecelakaan. Metode penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Adapun bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan dalam skripsi ini adalah kecelakaan yang terjadi akibat kelalaian sopir dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Contoh kasus kecelakaan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum karena faktor kelalaian adalah sebuah kecelakaan yang menimpa bus “Sang Engon” yang mengangkut rombongan pengajian dari Bojonegoro menuju Pekalongan. Meskipun bukan merupakan penyebab utama, namun kelalaian Perusahaan Otobus yang tetap menyewakan armada busnya walaupun ada kelebihan muatan dalam hal ini juga menjadi faktor terjadinya kecelakaan. Bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan yaitu mengganti kerugian berupa kewajiban menanggung biaya pengobatan dan kewajiban membantu ahli waris korban berupa biaya pemakaman tanpa menghilangkan tuntutan perkara pidananya seperti ketentuan Pasal 235 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan didasarkan pada ajaran Teori Corporate Liability maka Perusahaan Otobus wajib bertanggung jawab sepenuhnya kepada korban dan ahli waris korban. Namun untuk mengurangi resiko kerugian yang akan dialami oleh Perusahaan Otobus, maka antara Perusahaan Otobus dengan sopir dapat membuat perjanjian pribadi terlebih dahulu untuk membagi tanggung jawabnya. Saran pertama ditujukan kepada sopir bus sebagai pengangkut, hendaknya lebih peduli terhadap keselamatan para penumpangnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tindakan berupa beristirahat apabila merasa kelelahan. Saran kedua ditujukan kepada Perusahaan Otobus, hendaknya lebih tegas dalam menerapkan ketentuan mengenai pergantian pengemudi dan lebih memperhatikan ketentuan Undang-Undang dalam hal pemenuhan standar pelayanan minimal. Selain untuk alasan kenyamanan, kelebihan muatan dalam proses pengangkutan dapat menimbulkan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPerbuatan melawan hukumen_US
dc.titleTANGGUNG JAWAB ATAS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DARI PERUSAHAAN OTOBUS “SANG ENGON” ATAS KERUGIAN YANG DITIMBULKAN DARI KECELAKAAN BUSen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record