KAJIAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 01.P / HUM / 1999 MENGENAI PP No.17 TAHUN 1999 TENTANG BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL
Abstract
Skripsi yang berjudul "KAJIAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 01.P / HUM / 1999 MENGENAI PP No.17 TAHUN 1999 TENTANG BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL", ini berlatar  belakang pada putusan hak uji material  Mahkamah Agung RI terhadap  eksistensi  PP No.17 tahun 1999 mengenai Badan  Penyehatan Perbankan Nasional. Dimana dalam PP No.17 tahun 1999 ini, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) diberikan sebuah kewenangan   istimewa yang dapat melakukan sebagian fungsi-fungsi yudisial diluar lembaga peradilan. Motif diundangkannya PP No.17 tahun 1999 oleh pemerintah dengan maksud untuk menyelesaikan kasus dunia perbankan yang tertimpa krisis. Disamping itu adalah mengembalikan piutang negara yang telah tersalur pada bank-bank.
Penulisan skripsi ini berangkat dari  suatu asumsi dasar bahwa "suatu kaidah itu tersusun secara hirarkhis. Kemudian system hukum kaidah yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi, sebab yang lebih rendah diperoleh dari yang lebih tinggi".  Untuk itu permasalahan yang muncul adalah bagaimana wewenang yudisial BPPN diluar lembaga peradilan yang  seharusnya menjadi wewenang peradilan dalam penyelesaian piutang negara. Kemudian permasalahan berikutnya adalah bagaimana pandangan Mahkamah Agung RI terhadap eksistensi PP No.17  tahun 1999.
Penulisan skripsi ini tentunya bertujuan untuk mengetahui sejauhmana wewenang yudisial BPPN diluar lembaga peradilan serta sejauhmana validitas pandangan Mahkamah Agung RI dalam   menyelesaikan kasus keberadaan PP No.17 tahun 1999 yang telah digugat oleh sekelompok Advokat dalam hal ini adalah AAI (Assosiasi Advokat Indonesia).  Adapun dalam penulisan skripsi ini telah diberi batasan masalah agar pembahasannya lebih terarah dan sistematis. Pembatasan dalam penulisan skripsi ini yaitu hanya dibatasi pada kajian  hukum terhadap putusan Mahkamah Agung RI No.01.P / HUM / 1999  mengenai PP No.17 tahun 1999  tentang Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah menggunakan metode yuridis normatif dengan menelaah aturan-aturan hukum yang telah dianggap berkaitan  dengan pokok persoalan terutama yang  tercantum dalam pasal 13 Undang-undang No.14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman dan PP No.17 tahun 1999 tentang Badan Penyehatan Perbankan Nasional serta teori-teori yang ada.
Sementara bahan hukum primer dan sekunder dari sumber data dikumpulkan melalui studi literatur serta dianalisis menggunakan metode Diskriptif Kualitatif yaitu untuk memperoleh gambaran secara singkat mengenai suatu permasalahan yang dibahas berdasarkan peraturan  perundang-undangan yang berlaku, kemudian ditarik pada kesimpulan dengan metode Deduktif.
Fakta menunjukkan bahwa Badan Penyehatan Perbankan Nasional sebagairnana yang telah diagendakan dalam pasal 37 A ayat 1 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan telah digugat oleh sekelompok organisasi Advokat dalam hal ini adalah AAI (Assosiai Advokat Indonesia), sebab disinyalir substansi PP No. 17 tahun 1999  telah melampaui batas dan bertentangan dengan aturan-aturan hukum normatif yang lebih tinggi hirarkhi hukumnya. Aturan-aturan normatif yang bertentangan dengan PP No.17 tahun 1999 adalah pasal 24 UUD 1945, pasal 1, pasal  4 ayat (3) dan pasal 13 UU No.14 tahun 1970,  pasal 197  ayat (1) HlR., pasal 200 ayat (11).
Menurut Hans Kelsen dalam teorinya   Stufenbau des Recht menyatakan bahwa  hukum merupakan suatu kesatuan dalam  susunan yang hirarkhis dan tidak bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga berangkat dari teori diatas maka keberadaan PP No. 17  tahun 1999 tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada diatasnya. BPPN dalam menyelesaikan tugasnya telah diberi wewenang yang dapat dikatagorikan sebagai wewenang yudisial BPPN diluar lembaga peradilan. Wewenang tersebut ditunjukkan dengan kewenangan BPPN dalam mengeluarkan surat paksa, perintah pengosongan atas  tanah dan bangunan serta mempunyai  hak untuk melakukan pengakhiran kontrak secara sepihak dengan fihak ketiga.
Mahkamah Agung RI memandang   bahwa PP No.17 tahun 1999 tentang BPPN masih dapat ditolelir dan tidak  bertentangan dengan Basic Law karena adanya faktor "emergency" (keadaan  darurat) dan "occasional demand"  (tuntutan keadaan khusus) yakni "turbalansis" (krisis ekonomi).
Berdasarkan berbagai dalil hukum dan teori-teori hukum dapat disimpulkan bahwa keberadaan PP No.17 tahun 1999 adalah bertentangan dengan aturan hukum normatif lainnya yang lebih tinggi  tingkatan hirarkhinya. Untuk itu PP No.17 tahun 1999 harus dianggap inkonstitusional dan dinyatakan cacat hukum dan harus dicabut. Untuk itu perlu  kiranya para pelaksana hukum (hakim) dalam memutus suatu perkara harus  memperhatikan kaidah-kaidah hukum serta asas-asas hukum lainnya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6385]
