dc.description.abstract | Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh dengue virus. Virus tersebut dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk betina jenis tertentu yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini merupakan vektor utama yang dapat menyebabkan penyakit DBD pada beberapa negara di dunia (Fathi dkk, 2005). Kabupaten Jember merupakan salah satu contoh kabupaten yang masih dikategorikan sebagai daerah endemis DBD di Jawa Timur. Berdasarkan Laporan Bulanan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember pada tahun 2012 kejadian DBD tergambarkan dengan angka kesakitan mencapai 10,85 per 100.000 penduduk dan angka kematian sebesar 1,92%. Jumlah ini meningkat pada tahun 2013 dengan angka kesakitan sebesar 42,85 per 100.000 penduduk dan angka kematian sebesar 1,08%. Hal ini merupakan tanda adanya KLB pada tahun tersebut, karena terjadi peningkatan kasus dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Pada tahun berikutnya kasus penyakit DBD masih cukup tinggi dengan angka kesakitan sebesar 37,51 per 100.000 penduduk (Laporan Bulanan Seksi P2, 2010-2013). Seiring berkembangnya wilayah baik secara administratif maupun ekosistem, penyebaran kejadian DBD dapat bervariasi antara satu wilayah dengan lainnya. Perbedaan tersebut menyebabkan komponen ruang (spasial) juga harus diperhatikan dalam menangani masalah kesehatan. Menurut Achmadi (2005) kajian manajemen penyakit berdasarkan wilayah dinamakan analisis spasial. Analisis ini merupakan suatu analisis dan uraian tentang data penyakit secara geografi berkenaan dengan kependudukan, persebaran, lingkungan, perilaku, sosial ekonomi, kasus kejadian penyakit dan hubungan antar-variabel. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor risiko penyakit antara lain curah hujan, kepadatan penduduk dan ABJ dengan sebaran kasus DBD di Kabupaten Jember tahun 2014 berdasarkan keterkaitan spasial setiap wilayah. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi ekologi dilaksanakan dengan unit analisis seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Jember yaitu sebanyak 31 kecamatan. Adapun variabel pada penelitian ini antara lain kasus DBD, kepadatan penduduk, curah hujan dan ABJ dengan data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dan Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Jember. Analisis data menggunakan Univariat dan Bivariat LISA. Distribusi penyakit DBD menurut karakteristik orang diketahui banyak diderita oleh kelompok umur 5-9 tahun, 10-14 tahun dan 15-19 tahun dengan masing-masing presentase sebesar 16,07%, 19,30%, dan 13,50%. Adapun menurut perbedaan jenis kelamin penyakit ini banyak diderita oleh laki-laki dari pada perempuan dengan presentase sebesar 52%. Wilayah dengan angka Prevalance rate tertinggi antara lain Kecamatan Sumbersari, Wuluhan, dan Kencong. Jumlah penderita meninggal akibat DBD sebanyak 7 orang dengan CFR total mencapai 0,78%. Wilayah dengan rata-rata curah hujan sangat tinggi terdapat pada Kecamatan Panti, Arjasa, Sukorambi, dan Sumberjambe, sedangkan wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi terdapat pada Kecamatan Kaliwates, dan Sumbersari. Adapun wilayah dengan Angka ABJ rendah terdapat pada Kecamatan Jenggawah dan Sumberjambe. Berdasarkan hasil analisis univariat LISA diperoleh bahwa hubungan autokorelasi negatif terjadi pada kasus DBD (-0,14) dan Kepadatan penduduk (-0,06) yang mengartikan bahwa tidak ada pengelompokan secara spasial tertentu di seluruh kecamatan yang ada. Adapun hubungan autokorelasi positif terjadi pada curah hujan (0,06) dan ABJ(0,02) yang menunjukkan adanya pengelompokan spasial tertentu. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan pada wilayah dengan curah hujan yang tinggi dan kasus DBD tinggi, sedangkan wilayah dengan kepadatan penduduk dan ABJ tinggi disekitarnya memiliki kasus DBD rendah. | en_US |