dc.description.abstract | Berdasarkan analisa dan pembahasan permasalahan yang dilakukan, maka
dapat diperoleh kesimpulan bahwa 1.) Hakim dalam sistem peradilan pidana
diperbolehkan membuat Putusan Ultra Petita, hal ini didasarkan pada prinsip
kebebasan hakim yang ada di dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman. Meskipun sesungguhnya jika dilihat dalam
ketentuan KUHAP secara legalitas hal ini melanggar ketentuan Pasal 191 ayat (1)
KUHAP namun dilain pihak putusan ini juga menegakkan asas cepat, sederhana,
dan biaya ringan. Selain itu yurisprudensi juga dijadikan sebagai salah satu
pertimbangan hakim dalam membuat Putusan Ultra Petita, dengan berdasar
bahwa yurisprudensi juga bagian dari sumber hukum di Indonesia atau jika
diterjemahkan maka Indonesia menganut asas The Persuasive of Precedent; 2.)
Putusan Ultra Petita dalam sistem peradilan pidana Indonesia didapati dalam
bentuk putusan hakim yang menggunakan pasal di luar dakwaan jaksa penuntut
umum, pasal yang digunakan masih satu jenis dan memiliki sanksi yang lebih
ringan dari pada pasal yang didakwakan. Hal ini didasarkan dari 5 (lima) putusan
dari Mahkamah Agung yang digunakan penulis melalui metode pendekatan kasus
yakni: Putusan Mahkamah Agung Nomor 1625 K/Pid.Sus/2012; Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1626/Pid.Sus/2012; Putusan Mahkamah Agung Nomor
2497 K/Pid.Sus/2011; Putusan Mahkamah Agung Nomor 675 K/PID/1987; dan
Putusan Mahkamah Agung Nomor 818 K/Pid/1984.
Sedangkan saran yang diberikan oleh penulis adalah Kejaksaan Republik
Indonesia sudah saatnya mulai meningkatkan pengawasan dan evaluasi terhadap
kinerja dari para jaksa di Indonesia. Kurangnya pengawasan dan evaluasi tersebut
terlihat karena masih saja ditemukan jaksa yang tidak tepat dan cermat dalam
merumuskan pasal yang didakwakan kepada terdakwa. Sehingga apa yang
didakwakan tersebut tidak terbukti di dalam pemeriksaan di sidang pengadilan,
akhirnya terdakwa yang tebukti melanggar pasal lain, di putuslah menggunakan
Putusan Ultra Petita oleh hakim. Jadi sebenarnya hulu dari munculnya Putusan
Ultra Petita itu adalah akibat dari ketidak tepatan dan ketidakcermatan jaksa
merumuskan pasal dalam dakwaannya. Serta harus ada pengaturan secara
normatif tentang keberadaan Putusan Ultra Petita yang boleh dilakukan oleh
hakim. Hal ini mengingat keberadaan asas legalitas yang dianut oleh hukum
pidana di Indonesia. Jadi menurut penulis selama tidak dibuatkan pengaturan
maka selama itu pula Ultra Petita menjadi hal yang tidak usai untuk
diperdebatkan. Tentu saja nantinya diharapkan pengaturan tersebut memberikan
rincian terkait bentuk dan dalam hal apa Ultra Petita itu dapat dilakukan. | en_US |