Show simple item record

dc.contributor.advisorGHUFRON, Nurul
dc.contributor.advisorPRIHATIN AN, Dodik
dc.contributor.authorMEISA, Rizka
dc.date.accessioned2015-12-18T02:55:07Z
dc.date.available2015-12-18T02:55:07Z
dc.date.issued2015-12-18
dc.identifier.nim110710101193
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/67854
dc.description.abstractBerdasarkan analisa dan pembahasan permasalahan yang dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa 1.) Hakim dalam sistem peradilan pidana diperbolehkan membuat Putusan Ultra Petita, hal ini didasarkan pada prinsip kebebasan hakim yang ada di dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Meskipun sesungguhnya jika dilihat dalam ketentuan KUHAP secara legalitas hal ini melanggar ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP namun dilain pihak putusan ini juga menegakkan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan. Selain itu yurisprudensi juga dijadikan sebagai salah satu pertimbangan hakim dalam membuat Putusan Ultra Petita, dengan berdasar bahwa yurisprudensi juga bagian dari sumber hukum di Indonesia atau jika diterjemahkan maka Indonesia menganut asas The Persuasive of Precedent; 2.) Putusan Ultra Petita dalam sistem peradilan pidana Indonesia didapati dalam bentuk putusan hakim yang menggunakan pasal di luar dakwaan jaksa penuntut umum, pasal yang digunakan masih satu jenis dan memiliki sanksi yang lebih ringan dari pada pasal yang didakwakan. Hal ini didasarkan dari 5 (lima) putusan dari Mahkamah Agung yang digunakan penulis melalui metode pendekatan kasus yakni: Putusan Mahkamah Agung Nomor 1625 K/Pid.Sus/2012; Putusan Mahkamah Agung Nomor 1626/Pid.Sus/2012; Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011; Putusan Mahkamah Agung Nomor 675 K/PID/1987; dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 818 K/Pid/1984. Sedangkan saran yang diberikan oleh penulis adalah Kejaksaan Republik Indonesia sudah saatnya mulai meningkatkan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja dari para jaksa di Indonesia. Kurangnya pengawasan dan evaluasi tersebut terlihat karena masih saja ditemukan jaksa yang tidak tepat dan cermat dalam merumuskan pasal yang didakwakan kepada terdakwa. Sehingga apa yang didakwakan tersebut tidak terbukti di dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, akhirnya terdakwa yang tebukti melanggar pasal lain, di putuslah menggunakan Putusan Ultra Petita oleh hakim. Jadi sebenarnya hulu dari munculnya Putusan Ultra Petita itu adalah akibat dari ketidak tepatan dan ketidakcermatan jaksa merumuskan pasal dalam dakwaannya. Serta harus ada pengaturan secara normatif tentang keberadaan Putusan Ultra Petita yang boleh dilakukan oleh hakim. Hal ini mengingat keberadaan asas legalitas yang dianut oleh hukum pidana di Indonesia. Jadi menurut penulis selama tidak dibuatkan pengaturan maka selama itu pula Ultra Petita menjadi hal yang tidak usai untuk diperdebatkan. Tentu saja nantinya diharapkan pengaturan tersebut memberikan rincian terkait bentuk dan dalam hal apa Ultra Petita itu dapat dilakukan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectULTRA PETITAen_US
dc.titleULTRA PETITA OLEH HAKIM DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA DI INDONESIAen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record