dc.description.abstract | Kesimpulan penelitian yang diperoleh antara lain adalah Pertama, Cara hakim
membuktikan perbuatan terdakwa dalam Putusan Perkara Nomor 21/PID.B/2010/
PN.TRT, sebenarnya sudah sesuai, walaupun terdapat kekurangan. Terkait dengan 3
(tiga) alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan dalam Putusan Perkara Nomor
21/PID.B/2010/PN.TRT tersebut setidaknya ada 2 (dua) cara hakim yang tidak sesuai
dengan prinsip pembuktian, pertama menyangkut keterangan saksi-saksi tersebut di
atas, tidak disebutkan secara jelas dan lengkap tentang apa, bagaimana, siapa, dan
hal-hal lainnya karena dalam putusan tidak menyebutkan secara lengkap mengenai
keterangan saksi terait perbuatan terdakwa. Hal kedua, menyangkut Pembuktian
adanya petunjuk, dalam hal ini tidak dapat diuraikan secara jelas apa dan bagaimana
kaitannya dengan perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa sehingga menjadi
kabur untuk apa alat bukti petunjuk tersebut dikaitkan dengan unsur-unsur perbuatan
terdakwa. Dalam hal ini seharusnya hakim cermat dan teliti dalam membuat suatu
putusan dikaitkan dengan pembuktian dalam persidangan, sehingga jangan sampai
terdakwa lepas dari jeratan hukum. Kedua, Putusan hakim terkait tindak pidana
perdagangan orang dengan formulasi Pasal 83 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak tidak sesuai dengan azas berlakunya hukum yaitu azas Lex
Specialis Derogat Legi Generali (ketentuan khusus mengeyampingkan ketentuan yang
bersifat umum) karena seharusnya hakim menggunakan formulasi dakwaan kedua
yaitu Pasal 11 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Perdagangan Orang, sehingga hukuman yang diatuhkan dapat lebih berat. Hal tersebut
sebenarnya sudah diatur dalam ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHAP yang menyatakan
bahwa : Jika suatu perbuatan masuk dalam aturan pidana yang umum, diatur pula
dalam aturan pidana khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan. | en_US |