Show simple item record

dc.contributor.authorIbnu Rizal Kristanto
dc.date.accessioned2013-12-09T06:38:17Z
dc.date.available2013-12-09T06:38:17Z
dc.date.issued2013-12-09
dc.identifier.nimNIM071510401048
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/6757
dc.description.abstractPengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) merupakan salah satu aspek penting pada praktek perlindungan tanaman. Pengendalian OPT yang digunakan oleh petani di Indonesia masih menggunakan pengendalian kimia. Padahal pengendalian kimia tersebut menimbulkan banyak permasalahan. Untuk mengatasi masalah-masalah yang diakibatkan pengendalian kimia terhadap hama, dikembangkan pengendalian hayati. Salah satu agens hayati yang digunakan untuk pengendalian hayati adalah nematoda entomopatogen (NEP), yang dapat menggantikan fungsi insektisida sintetis. Nematoda entomopatogen yang banyak diteliti dan dikembangkan berasal dari genus Steinernema dan Heterorhabditis. Nematoda entomopatogen Steinernema spp. berasosiasi dengan bakteri Xenorhabdus nematophilus dalam mematikan larva serangga. Untuk menggantikan peran insektisida, NEP harus diformulasikan agar dapat disimpan dalam waktu yang lama dan dapat dipasarkan. Formulasi yang banyak dipakai di Indonesia untuk mengemas NEP masih berupa spons (monoxenic slide culture). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tentang viabilitas nematoda entomopatogen Steinernema spp. dalam formulasi granular. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jember. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai sejak Januari hingga Agustus 2011. Penelitian ini meneliti empat macam formulasi granular, yaitu formulasi A, B, C, dan D yang masing-masing menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan faktor bahan formulasi dan suhu penyimpanan, dimana faktor bahan formulasi meliputi formulasi A adalah tepung terigu, tepung terigu-wheat germ, dan tepung wheat germ, sedangkan formulasi B, C, dan D adalah tepung terigu, tepung teriguwheat germ, tepung wheat germ, dan tepung roti. Faktor kedua adalah suhu penyimpanan meliputi penyimpanan pada suhu 4 o C dan 25 o C. Masing-masing kombinasi perlakuan tersebut diulang sebanyak 4 ulangan. Data hasil pengamatan jumlah nematoda tiap gram granular yang aktif kembali (pengamatan hari kesatu, kedua, ketiga, dan ketujuh) pada setiap formulasi (formulasi A, B, C, dan D), diuji dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada formulasi A, viabilitas nematoda dapat mencapai satu hari penyimpanan (perlakuan bahan tepung terigu, suhu penyimpanan 4 o C) dan pada formulasi B, viabilitas nematoda mencapai dua hari penyimpanan (perlakuan tepung wheat germ, suhu penyimpanan 4 C). Pada formulasi C, hasil terbaik didapatkan pada perlakuan bahan tepung wheat germ dan suhu penyimpanan 4 o C. Sedangkan pada formulasi D, viabilitas NEP terbaik adalah granular yang menggunakan bahan tepung terigu dan disimpan pada suhu 4 o C. Pada formulasi C dan D, viabilitas nematoda entomopatogen telah mencapai 7 harien_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries071510401048;
dc.subjectematoda Entomopatogen Steinernema sp., Formulasi Granularen_US
dc.titleUji Viabilitas ematoda Entomopatogen Steinernema sp. dalam Formulasi Granularen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record