| dc.description.abstract | Perkawinan adalah bentuk ibadah  yang  merupakan penghambaan kepada  Allah SWT, karena itu  perkawinan termasuk perbuatan sakral dan suci disamping   mempunyai fungsi untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran yang dapat merusak    kelestarian norma agama dan sosial kemasyarakatan yang senantiasa  dijunjung tinggi  oleh masyarakat kita,
Selain itu  perkawinan dapat dilangsungkan apabila memenuhi syarat-syarat  yang telah ditentukan didalam peraturan agama dan perundang-undangan yang berlaku.   Syarat yang dimaksud diatur dalam pasal 6  hingga  pasal 12 Undang-undang  Nomor   1 Tahun 1974.  Perkawinan tersebut juga harus memperhatikan larangan-larangan   dalam  perkawinan.
Larangan tersebut di atur dalarn  Al-Qur'an Surat An-Nisa'  ayat 24 yang menyebutkan bahwa dilarang untuk menikahi wanita yang bersuami. Di dalam Undang-undang Nomor 1  Tahun  1974  pasal  9 juga  menyebutkan   bahwa  seorang yang masih terikat tali perkawinan tidak dapat kawin lagi. Di sini jelas bahwa seorang    perempuan  dilarang melakukan poliandri ataupun sebaliknya yaitu poligami terhadap  wanita  yang bersuami.
Berdasar uraian diatas,  maka penulis tertarik untuk  membahas permasalahan   ini dalam  bentuk  skripsi  dengan judul: PEMBAHASAN HUKUM TENTANG  PEMBATALAN  PERKAWINAN  DENGAN  ALASAN POLIANDRI (Studi Putusan  Nomor:   619/Pdt.G/2005/PA.Jr). Dalam  skripsi ini ada beberapa  permasalahan yang diangkat yaitu apakah akibat hukum  terhadap pembatalan perkawinan dengan alasan poliandri  dan bagaimana dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jember  dalam  memutus  perkara  Nomor: 6 l 9/Pdt.G/2005/PA.Jr  tentang  pembatalan   perkawinan   dengan  alasan  poliandri.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah  untuk  mengetahui akibat hukum terhadap  pembatalan perkawinan dengan alasan poliandri dan untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim  Pengadilan Agama Jember dalam  memutus perkara tersebut.
Metode penulisan yang  digunakan adalah Yuridis Normatif, sumber bahan  hukum primer berupa peraturan dasar serta peraturan perundang-undangan berdasar  permasalahan yang ada, sumber bahan hukum sekunder berupa literatur dan wawancara   serta sumber bahan hukum tersier berupa kamus. Analisa  bahan hukum  menggunakan   metode Diskriptif  Kualitatif.
		Kesimpulan yang diambil adalah bahwa suatu perkawinan yang dinyatakan batal  demi hukum adalah tidak mempunyai akibat hukum, perkecualian   terhadap hal itu adalah anak-anak yang diJahirkan dari perkawinan tersebut, suami atau istri yang bertindak dengan itikad baik kecuali terhadap harta bersama serta orang-orang ketiga lainnya. Dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jember dalam memutus perkara tersebut adalah bahwa para pihak yang melangsungkan   perkawinan   telah   melanggar   ketentuan  hukum   agama  dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
		Saran yang dapat penulis  berikan adalah, bagi para  pihak yang akan melangsungkan perkawinan harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan itu terutama syarat-syaratnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta hukum agamanya, agar di kemudian hari tidak terjadi pembatalan perkawinan oleh PengadiJan karena salah satu pihak tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan tersebut. | en_US |