| dc.description.abstract | Peraturan  Perundang-undangan   Nomor  l  tahun  1998   telah  disempurnakan dengan    mengatur    beberapa    perubahan    ketentuan    lama    kemudian    ditetapkan menjadi  Undang-undang   Nomor  4 tahun  1998   tentang Kepailitan  sehingga  subyek hukum  kepailitan     tidak  hanya  menyangkut     terhadap   badan   usaha   saja,  melainkan juga  terhadap   orang-perseorangan    dan mempunyai  tujuan   untuk  melindungi    hak-hak   kreditur dalam mengupayakan      kembali    hutang-hutangnya       serta   mengatur persyaratan-persyaratan      yang    harus    di penuhi    terhadap    debitur    untuk   dapat dinyatakan   pailit,   agar hak-hak  dari debitur  juga  dilindungi.
Dengan  semakin  banyaknya   perkara  permohonan   kepailitan   yang diajukan oleh  kreditur   terhadap   debitur   baik  sebagai   badan   usaha  (berbadan   hukum   atau tidak  berbadan  hukum)   maupun  orang-perseorangan,    maka penulis  merasa  tertarik untuk  membahasnya   didalam  skripsi   dengan   judul:  "PEMBUKTlAN    SEBAGAl SYARAT    PAlLJT    MENURUT    LJNDANG-UNDANG    KEPA1L1TAN    (Kajian Putusan  Mahkarnah  Agung  Republik   Indonesia   Nomor  026 KIN/I 999)".
Permasalahan yang  akan  dibahas   adalah  rnengenai   bagairnana   prosedur pengajuan  pailit,  syarat apa seorang debitur  dapat dinyatakan  pailit  dan bagaimana dasar pertimbangan  hakim  Mahkamah  Agung Republik  Indonesia   dalam  memutus perkara  nomor  026 K/N/ 1999.
Tujuan  dari  penulisan  skripsi   ini penulis    bagi  menjadi  dua,  yang  pertama tujuan  umum  yaitu  dalam  rangka  memnuhi  tugas  akhir  guna meraih  gelar  Sarjana Hukurn,   yang  kedua  tujuan   khusus    yaitu  untuk  mendapatkan   dan  mengetahui jawaban  mengenai   permasalahan   yang penulis  angkat.
Metodologi    yang   penulis   gunakan   adalah    metode   deskriptif  kualitatif dengan    pendekatan    masalah    secara    yuridis   normatif,   sumber    data    yaitu menggunakan    data  sekunder,  metode  pengumpulan   data  diperoleh   melalui   studi literatur  atau penelitian  kepustakaan.
Permohonan  pengajuan    kepailitan     terhadap    debitur    harus    dilakukan dengan   perantara  Penasehat   Hukum  hal  ini berdasarkan   pasal  5 Undang-Undang Kepailitan  sedangkan   prosedur  permohonan    pengajuan   kepailitan    harus  mengacu pada  pasal 4 Undang-Undang  Kepailitan.  Syarat-syarat   yuridis  agar  debitur  dapat dinyatakan  pailit  harus berdasar  pada  pasal  1 ayat (1)  Undang-Undang    Kepailitan. Dari pertimbangan   hukum  Majelis  Mahkamah  Agung  tersebut  penulis  sependapat karena   sesuai   dengan   pasal   1869  KUHPerdata    tentang   keharusan ditandatanganinya    suatu  surat (akta)  oleb  pihak yang bersangk:utan  dan pasal  1865 KUH Perdata   tentang  kewajiban   kepada  pihak  untuk  membutikan   yang  mengaku terhadap   sesuatu   hak  atau  untuk  membantah    terhadap   hak   orang   lain   terhadap suatu   peristiwa   dimaksud.
Dari  uraian  yang  tersebut   diatas,   maka  penulis   dapat  memberikan   saran guna   mewujudkan     keadilan  dan    proses   perneriksaan    secara   teliti   dan   benar diantara   kedua  belah   pihak,   yaitu:
1.     Pennohonan     kepailitan     lebih    baik   diajukan    secara   tertulis    walaupun dilakukan   oleh  penasehat  hukum,   agar  pemohon  dapat  mengetahui    isi  dari permohonan    secara  langsung.
2.    Majelis   Hakim   dalam    persidangan    judex  facti,  seharusnya   menghadirkan pejabat  Bank Indonesia  untuk   dimintai     keterangan    dibawah    sumpah tentang  surat Bank  Indonesia  tersebut.
3.    Sebagai  warga   negara   yang  baik   rnenjadi   keharusan    bagi   pihak   yang diduga    terlibat     dalam    suatu    sengketa    hadir    ke   persidangan     untuk rnemberikan   keterangan   apakah  benar  sebagai  kreditur    dari termohon  atau tidak  hal ini diatur  dalarn  pasal   1865   KUHPerdata. | en_US |