Show simple item record

dc.contributor.advisorSUGIJONO
dc.contributor.advisorSRIONO, EDY
dc.contributor.authorARAFAT, YASSIR
dc.date.accessioned2015-12-04T12:22:00Z
dc.date.available2015-12-04T12:22:00Z
dc.date.issued2015-12-04
dc.identifier.nim990710101034
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/66547
dc.description.abstractPeraturan Perundang-undangan Nomor l tahun 1998 telah disempurnakan dengan mengatur beberapa perubahan ketentuan lama kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 4 tahun 1998 tentang Kepailitan sehingga subyek hukum kepailitan tidak hanya menyangkut terhadap badan usaha saja, melainkan juga terhadap orang-perseorangan dan mempunyai tujuan untuk melindungi hak-hak kreditur dalam mengupayakan kembali hutang-hutangnya serta mengatur persyaratan-persyaratan yang harus di penuhi terhadap debitur untuk dapat dinyatakan pailit, agar hak-hak dari debitur juga dilindungi. Dengan semakin banyaknya perkara permohonan kepailitan yang diajukan oleh kreditur terhadap debitur baik sebagai badan usaha (berbadan hukum atau tidak berbadan hukum) maupun orang-perseorangan, maka penulis merasa tertarik untuk membahasnya didalam skripsi dengan judul: "PEMBUKTlAN SEBAGAl SYARAT PAlLJT MENURUT LJNDANG-UNDANG KEPA1L1TAN (Kajian Putusan Mahkarnah Agung Republik Indonesia Nomor 026 KIN/I 999)". Permasalahan yang akan dibahas adalah rnengenai bagairnana prosedur pengajuan pailit, syarat apa seorang debitur dapat dinyatakan pailit dan bagaimana dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam memutus perkara nomor 026 K/N/ 1999. Tujuan dari penulisan skripsi ini penulis bagi menjadi dua, yang pertama tujuan umum yaitu dalam rangka memnuhi tugas akhir guna meraih gelar Sarjana Hukurn, yang kedua tujuan khusus yaitu untuk mendapatkan dan mengetahui jawaban mengenai permasalahan yang penulis angkat. Metodologi yang penulis gunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan masalah secara yuridis normatif, sumber data yaitu menggunakan data sekunder, metode pengumpulan data diperoleh melalui studi literatur atau penelitian kepustakaan. Permohonan pengajuan kepailitan terhadap debitur harus dilakukan dengan perantara Penasehat Hukum hal ini berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Kepailitan sedangkan prosedur permohonan pengajuan kepailitan harus mengacu pada pasal 4 Undang-Undang Kepailitan. Syarat-syarat yuridis agar debitur dapat dinyatakan pailit harus berdasar pada pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan. Dari pertimbangan hukum Majelis Mahkamah Agung tersebut penulis sependapat karena sesuai dengan pasal 1869 KUHPerdata tentang keharusan ditandatanganinya suatu surat (akta) oleb pihak yang bersangk:utan dan pasal 1865 KUH Perdata tentang kewajiban kepada pihak untuk membutikan yang mengaku terhadap sesuatu hak atau untuk membantah terhadap hak orang lain terhadap suatu peristiwa dimaksud. Dari uraian yang tersebut diatas, maka penulis dapat memberikan saran guna mewujudkan keadilan dan proses perneriksaan secara teliti dan benar diantara kedua belah pihak, yaitu: 1. Pennohonan kepailitan lebih baik diajukan secara tertulis walaupun dilakukan oleh penasehat hukum, agar pemohon dapat mengetahui isi dari permohonan secara langsung. 2. Majelis Hakim dalam persidangan judex facti, seharusnya menghadirkan pejabat Bank Indonesia untuk dimintai keterangan dibawah sumpah tentang surat Bank Indonesia tersebut. 3. Sebagai warga negara yang baik rnenjadi keharusan bagi pihak yang diduga terlibat dalam suatu sengketa hadir ke persidangan untuk rnemberikan keterangan apakah benar sebagai kreditur dari termohon atau tidak hal ini diatur dalarn pasal 1865 KUHPerdata.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectSYARAT PAILITen_US
dc.subjectPEMBUKTIANen_US
dc.titlePEMBUKTIAN SEBAGAI SYARAT PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG KEPAILITAN (Kajian Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 026 K/N/1999)en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record