dc.description.abstract | Pemecahan masalah adalah jantung matematika, karenanya National Council
of Teacher of Mathematics (NCTM) telah merekomendasikan pemecahan masalah
menjadi fokus utama dalam pembelajaran matematika. Kemampuan pemecahan
masalah matematika seorang siswa tidak hanya tentang sejauh mana pengetahuan
siswa, namun juga tentang bagaimana usaha siswa dalam menggunakan dan
mengolah pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kesadaran siswa
terhadap proses berpikirnya menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan siswa
dalam memecahkan sebuah masalah yang dihadapi.
Metakognisi adalah kemampuan secara sadar dalam memahami, mengelola,
dan mengevaluasi proses berpikirnya. Adanya metakognisi dalam pemecahan
masalah matematika akan membantu siswa menyadari kehadiran sebuah masalah
yang perlu diselesaikan, sehingga siswa akan berusaha mengolah seluruh
pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya untuk memecahkan masalah tersebut.
Hal ini menunjukkan peran penting metakognisi siswa dalam menghadapi sebuah
masalah.
SMK adalah salah satu jenjang sekolah menengah atas yang memiliki sistem
khusus dalam pembelajarannya yaitu sistem kecakapan vokasi (Vocational Skill).
Sistem ini mendidik siswa tidak hanya mampu menyelesaikan masalah yang disajikan
di pembelajaran dikelas, namun juga mampu menghadapi masalah nyata yang terjadi
saat melakukan praktek di lapangan. Sistem ini bertujuan untuk mencetak siswa yang
ix
tidak hanya handal dalam hal teoritis, namun juga handal dalam hal praktikal agar
saat mereka sudah siap dengan lingkungan sekitar saat berada didunia kerja.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana aktivitas dan
tingkatan metakognisi siswa kelas XI KIA 1 SMKN 5 Jember dalam memecahkan
masalah matematika yang diberikan dalam bentuk paket tes. Berdasarkan informasi
yang didapat dari pihak sekolah dan guru kelas, kelas XI KIA 1 merupakan salah satu
kelas yang aktif dalam pembelajaran matematika dikelas. Mayoritas dari siswa
dikelas tersebut aktif dalam hal bertanya dan memberikan pendapat sehingga
pembelajaran berjalan cukup baik dan seluruh siswa bisa mengikuti jalannya
pembelajaran dengan baik. Namun hasil rata-rata ulangan mereka masih dibawah
SKM (Standar Kelulusan Minimal). Dengan mengkaji metakognisi mereka,
diharapkan akan membantu siswa di kelas XI KIA 1 untuk memaksimalkan pola
pembelajarannya.
Langkah awal dari penelitian ini adalah pembuatan instrumen penelitian
berupa paket tes pemecahan masalah yang terdiri dari 4 soal uraian dengan materi
fungsi komposisi beserta kunci jawaban dan pedoman penskoran, indikator aktivitas
metakognisi, indikator tingkatan metakognisi, pedoman wawancara. Sebelum
diberikan kepada subyek penelitian, paket tes tersebut divalidasi terlebih dahulu oleh
ahli. Terdapat 3 validator yang memvalidasi yaitu 2 dosen P. Matematika UNEJ yang
ahli dalam pemecahan masalah dan metakognsi, dan 1 guru matematika di kelas XI
KIA. Setelah divalidasi dan dinyatakan valid, dilakukan uji coba dengan memberikan
tes pemecahan masalah pada kelas XI KIA 2 SMKN 5 Jember sebanyak 2 kali untuk
melihat validitas dan reliabilitas tiap butir soal yang diujikan. Berdasarkan hasil Uji
validitas dan reliabilitas, tes dinyatakan valid dan reliabel dan siap untuk digunakan
sebagai instrumen penelitian. Selanjutnya paket tes tersebut diberikan kepada subyek
penelitian yaitu kelas XI KIA 1. Tes diikuti oleh 36 siswa dari kelas tersebut.
x
Berdasarkan skor tersebut, siswa dikelompokkan kedalam 3 kelompok yaitu
kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan
dilakukan berdasarkan nilai standar deviasi dari skor itu sendiri. 2 siswa termasuk
dalam kelompok berkemampuan tinggi, 29 siswa tergolong dalam kelompok
berkemampuan sedang, dan 5 siswa tergolong dalam kelompok berkemampuan
rendah. Dari tiap-tiap kelompok tersebut diambil 1 siswa untuk diwawancara.
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai aktivitas dan
tingkatan metakognisi siswa. Aktivitas metakognisi yang ditinjau meliputi aktivitas
perencanaan, pemantauan, dan penilaian. Tingkatan metakognisi siswa yaitu tacit use,
aware use, semi-strategic use, strategic use, semi-reflective use,dan reflective use.
Aktivitas metakognisi ditinjau dari jawaban siswa saat menyelesaikan tes yang
diberikan berdasarkan tahapan Polya. Tahapan Polya terdiri atas tahap memahami
masalah, membuat rencana, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan menelaah
kembali.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, siswa 1 dari kelompok
berkemampuan rendah telah memiliki pemahaman yang baik terhadap masalah yang
diberikan meski ia tidak selalu bisa menemukan hubungan antar informasi yang ada
terutama jika informasi tersebut samar atau tidak secara detail tertulis. Siswa
menyadari bahwa ia memerlukan sebuah alasan yang kuat dalam pemilihan strategi
penyelesaian. Meski ia hanya menggunakan rencana penyelesaian yang diketahuinya,
ia bisa memberikan alasan terkait pemilihan langkah-langkah tersebut. Namun ia
tidak bisa mengembangkan langkah tersebut agar bisa digunakan untuk soal yang
tingkat kesulitannya berbeda. ketiga aktivitas metakognisi tidak seluruhnya muncul
pada tahap pemecahan masalah ketiga dan keempat. Siswa 1 menyadari kurangnya
pemahaman pada beberapa materi yang menyebabkan ia tidak mampu menjalankan
rencana penyelesaian dengan baik. Ia belum mampu mengembangkan strategi
xi
tersebut untuk menjawab masalah yang lebih sulit Pada tahap menelaah kembali, ia
hanya mampu mengembangkan rencana untuk melakukan uji solusi tanpa benarbenar
memantau dan mengevaluasinya. Siswa 1 termasuk kedalam tingkatan
metakognisi aware use.
Siswa 2 dari kelompok berkemampuan sedang termasuk dalam kategori
Strategic-use karena ia telah mampu berpikir secara metakognitif pada 3 tahap
pemecahan masalah. Pada tahap memahami masalah dan membuat rencana
penyelesaian, ketiga aktivitas metakognisi telah ada dalam proses berpikirnya. Pada
tahap menyelesaikan masalah sesuai rencana, ia telah mampu melakukan
pengembangan rencana dengan baik. Ia juga mampu memonitor pekerjaannya dengan
baik. Hal ini ditunjukkan saat ia menyadari adanya kesalahan pada hasil kerjanya.
Kemampuannya dalam melakukan evaluasi juga baik, meski sikap terburu-buru akan
mengganggu konsentrasinya dalam melakukan penilaian. Untuk tahap keempat yaitu
menelaah kembali, meski ia mampu mengembangkan sebuah rencana untuk
melakukan uji solusi, namun tidak detailnya rencana tersebut menunjukkan bahwa
siswa 2 belum mampu memantau dan menilai proses berpikirnya pada tahap ini.
Siswa 3 dari kelompok siswa berkemampuan tinggi telah berpikir secara
metakognitif pada ketiga tahap awal pemecahan masalah. Ia mampu mengembangkan
perencanaan dan memantaunya dengan baik. Ia juga dapat mengevaluasi proses
berpikirnya sehingga ia bisa memperbaiki kesalahan yang ada pada hasil kerjanya. Ia
juga mampu mengembangkan rencana untuk uji solusi secara menyeluruh terhadap
hasil kerjanya. Ia tidak hanya berfokus pada hasil akhir namun juga pada proses
pengerjaan meski uji solusi yang dilakukannya hanya dengan menghubungkan antara
hasil yang didapat dengan informasi yang diketahui pada soal. Ia belum mampu
menyajikan sebuah strategi berbeda dalam menyelesaikan sebuah masalah. Maka dari
itu, belum dapat dipastikan apakah siswa bisa melakukan evaluasi dengan baik dalam
tahap ini jika metode uji solusi yang biasa digunakannya tidak mampu membawanya
pada kesimpulan akhir yang dibutuhkan. Karenanya, pengenalan berbagai strategi
pemecahan masalah berbeda dalam pembelajaran dikelas sangat diperlukan. Siswa 3
tergolong dalam tingkatan semi-reflective use. | en_US |