Show simple item record

dc.contributor.advisorOchtorina, Dyah
dc.contributor.advisorKumalasari, Nuzulia
dc.contributor.authorADILA, BELIA FARAH
dc.date.accessioned2015-12-02T12:46:05Z
dc.date.available2015-12-02T12:46:05Z
dc.date.issued2015-12-02
dc.identifier.nim110710101219
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/65961
dc.description.abstractHukum Islam memperbolehkan seseorang memberikan atau menghadiaahkan sebagian atau seluruhnya harta kekayaan ketika masih hidup kepada orang lain yang disebut “intervivos”. Pemberian semasa hidup itu lazim dikenal dengan sebutan hibah. Pada hukum Islam hibah memiliki pengertian yaitu suatu pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Apabila harta tersebut merupakan harta bersama dalam perkawinan, maka para pihak yang tidak lain adalah suami dan istriyang turut serta memiliki harta tersebut harus pula memiliki kehendak untuk menghibahkan harta tersebut. Pemasalahan utama yang terjadi tentang hibah yang bersumber dari harta bersama adalah apabila terdapat kehendak untuk melakukan pencabutan hibah oleh salah satu pemberi hibah setelah terjadinya perceraian diantara kedua pemberi hibah yang dulunya berstatus suami istri. Rumusan Masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah: Pertama mengenai pencabutan hibah yang bersumber dari harta bersama oleh salah satu pemberi hibah; Kedua akibat hukum terhadap pencabutan hibah yang dilakukan oleh pemberi hibah. Digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani dan Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan – pandangan dan doktrin – doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Bahan hukum primer peraturan perundang-undangan berupa undangundang, bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks hukum yang terkait dengan topik penelitian atau isu hukum yang ditangani, dengan cara kerja didukung oleh metode preskripsi, yaitu apa yang seharusnya sehingga memberikan jawaban terhadap permasalahan. Kemudian menarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif yaitu permasalahan yang umum menjadi permasalahan khusus. Tinjauan pustaka merupakan dasar yang digunakan penulis untuk menjawab permasalahan. Tinjauan pustaka yang terdapat dalam skripsi ini meliputi: hibah, dan harta perkawinan. Pembahasan merupakan jawaban dari permasalahan yang terdiri dari 2 (dua) subbab pembahasan, yaitu Pertama, pencabutan hibah yang bersumber dari harta bersama oleh salah satu pemberi hibah yaitu orangtua penerima hibah. Dimana hibah bersumber dari harta bersama yang dimiliki oleh pemberi hibah dan dilakukan atas persetujuan bersama. Pada dasarnya, harta yang dihibahkan dalam peraturan harus merupakan milik dari pemberi hibah. Hibah diberikan kepada penerima hibah yang tidak lain adalah salah satu anak kandung dari pemberi hibah. Hibah diberikan melebihi 1/3 dari jumlah harta yang ada sehingga bertentangan dengan hukum Islam. Selanjutnya dalam hukum Islam, hibah yang sudah diberikan tidak diperkenankan untuk dicabut kembali, kecuali hibah orangtua yang diberikan kepada anaknya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 212 Kompilasi Hukum Islam. Pencabutan hibah tersebut terbatas selama harta yang dihibahkan masih dalam penguasaan penerima hibah. Pada Kompilasi Hukum Islam belum terdapat aturan apabila hanya satu pemberi hibah yang memiliki kehendak mencabut hibah yang telah diberikan. Fakta hukum menunjukan terdapat kasus dimana hibah yang bersumber dari harta bersama dilakukan pencabutan oleh salah satu pemberi hibah dikarenakan pemberi hibah telah bercerai, dan fakta hukum lain menunjukan pencabutan dilakukan oleh salah satu pemberi hibah karena salah satu pemberi hibah yang lain telah meninggal dunia. Kedua, akibat hukum terhadap pencabutan hibah yang dilakukan oleh pemberi hibah. Hibah timbul hubungan hukum antara pemberi hibah dan penerima hibah. Hibah dalam hukum Islam dapat dilakukan baik secara tertulis maupun lisan. Selanjutnya jika dikehendaki bukti – bukti yang cukup tentang terjadinya peralihan hak milik, maka pemberian itu dapatlah dinyatakan dalam bentuk tulisan. Adanya gugatan pencabutan hibah di pengadilan kemudian gugatan tersebut dikabulkan, maka timbul akibat hukum terhadap objek hibah yaitu harta benda yang telah di hibahkan. Adapun kesimpulan dalam skripsi ini adalah Pertama, harta bersama dapat dijadikan objek hibah selama hal tersebut dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak yaitu suami dan isteri yang memiliki harta bersama tersebut. Pencabutan hibah yang dilakukan oleh orangtua kepada anak dapat dilakukan meskipun oleh satu pihak pemberi hibah saja khususnya ayah. Pencabutan hibah dapat dilakukan dengan dasar hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam mengatakan: “Tidak halal bagi seorang Muslim memberi sesuatu pemberian kemudian ia menarik kembali pemberiannya itu, kecuali seorang ayah yang memintanya kembali pemberian yang diberikan kepada anaknya”. Mengenai diperbolehkannya pencabutan hibah oleh orangtua kepada anak juga di atur dalam Pasal 212 Kompilasi Hukum Islam. Kedua, akibat hukum atas pencabutan hibah yang dilakukan oleh pemberi hibah adalah bahwa harta benda yang menjadi objek hibah akan kembali menjadi milik pemberi hibah.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPENCABUTAN HIBAHen_US
dc.subjectBERDASAR HUKUM ISLAMen_US
dc.titlePENCABUTAN HIBAH YANG BERSUMBER DARI HARTA BERSAMA BERDASAR HUKUM ISLAMen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record