dc.description.abstract | Konsekuensi logis bahwa Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan
hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk
mengenai perkawinan, perceraian, dan kewarisan. Apabila terjadi suatu perceraian
tentu akan membawa akibat hukum sebagai konsekuensi dari percerian tersebut yaitu
status suami atau istri, kedudukan anak, maupun mengenai harta bersama yang
diperoleh sepanjang perkawinan ataupun harta bawaan dari suami maupun isteri.
Terdapat 3 golongan penduduk yang terdiri dari: (1) Golongan Eropa dan yang
dipersamakan dengan mereka; (2) Golongan Timur Asing Tionghoa dan Non
Tionghoa; dan (3) Golongan Bumi Putera. Golongan Eropa dan yang dipersamakan
dengan mereka berlaku seluruh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. dan KUHD,
untuk Golongan Timur Asing Tionghoa berdasarkan Stb. 1917 No. 129 berlaku
seluruh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. dan peraturan mengenai adopsi atau
pengangkatan anak (dikurangi dengan peraturan tentang pencatatan sipil, dan tata
perkawinan), juga berlaku seluruh KUHD, sedangkan Golongan penduduk yang
dinamakan Timur Asing bukan Tionghoa berdasarkan Stb. 1924 No. 556 berlaku
seluruh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kecuali Hukum Keluarga dan Hukum
Waris, untuk KUHD pada dasarnya dapat diberlakukan seluruhnya. Masyarakat
Indonesia keturunan Tionghoa yang berkaitan dengan masalah warisan, bagi mereka
berlaku Hukum Waris Perdata Barat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Masyarakat Non Tionghoa, misalnya masyarakat Keturunan Arab
berlaku Hukum Waris Islam menurut Al’Quran dan Hadits Rasul untuk masalah
warisan, sedangkan bagi orang Indonesia Asli, Hukum Waris yang berlaku adalah
Hukum Adatnya. Seperti yang terjadi dalam perebutan harta waris yaitu harta bawaan
dari suami yang diperebutkan oleh adik kandung pewaris dan isteri dari si pewaris,
yang mana perkara ini sampai pada tingkat upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan
Kembali yang diputus oleh mahkamah Agung No 54/PK/Pdt/2012 dan akan dijadikan
bahan untuk skripsi ini.
Penulis mengkaji dan menganalisis, sehingga dari latar belakang tersebut
dapat dikerucutkan menjadi 2 hal yaitu : Apakah seorang janda berhak sebagai ahli
waris terhadap harta bawaan suami? Apa pertimbangan hukum hakim dalam
memutus perkara No. 54 PK/Pdt/2012 sesuai dengan Undang-Undang?.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi 2
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Untuk tujuan khusus dari penulisan skripsi ini
ada dua yaitu : (1) Untuk mengetahui kedudukan janda sebagai ahli waris harta
bawaan suami; (2) Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus
putusan Mahkamah Agung No. 54/PK/Pdt/2012.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu metode pendekatan
undang-undang (statute approach), sedangkan bahan hukum yang digunakan dibagi
menjadi 2 yaitu, bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder. Analisa yang
digunakan dalam penulisan ini bersifat preskriptif dan terapan.
xiii
Seorang janda berhak mewarisi harta bawaan suaminya, jika kedua belah
pihak tidak pernah mengadakan perjanjian kawin, karena bagi golongan penduduk
Indonesia keturunan Tionghua mengenai harta waris maka berlaku hukum waris
perdata barat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. berdasarkan
pasal 119 Kitab Undag-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa mulai saat
perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta
kekayaan suami dan isteri, sekedar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak
diadakan ketentuan lain, persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh ditiadakan
atau diubah dengan sesuatu persetujuan antara suami dan isteri. Dikuatkan juga dalam
Yurisprudensi MA No. 301/K/Sip/1961 tanggal 27 Desember 1961 menyebutkan
bahwa seorang janda adalah ahli waris dari almarhum suaminya berhak atas bagian
dari barang asal suaminya, bagian mana adalah sama dengan bagian anak kandung
dari suaminya. Putusan Hakim Mahkamah Agung pada tingkat Peninjauan kembali
membatalkan putusan mahkamah Agung pada tingkat Kasasi No perkara
750/PK/Pdt/2010 dan mengadili serta memutus bahwa Meliani Susanti selaku isteri
Almarhum Agus Wijaya adalah ahli waris yang berhak atas harta bawaan suaminya
sudah tepat, putusan hakim tersebut berdasarkan pasal 119 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata bahwa tanah-tanah milik almarhum Agus Wijaya termasuk harta
bersama dikarenakan selama perkawinan berlangsung tidak ada perjanjian kawin
mengenai tanah-tanah milik almarhumAgus Wijaya tersebut.
Seorang janda sebelum melakukan perkawinan, hendaknya membuat suatu
pejanjian kawin agar jelas ada pemisahan antara status harta bawaan dan harta
bersama, bagi Hakim Mahkamah Agung lebih teliti dalam memberikan
pertimbangan, karena akan membawa dampak bagi perkara yang diputus, bagi ahli
waris hendaknya memperhatikan penggolongan ahli waris dan status harta yang akan
menjadi harta sengketa, untuk mengetahui patut atau tidak menjadi ahli waris
terhadap harta yang disengketakan. | en_US |