Show simple item record

dc.contributor.advisorSugijono
dc.contributor.advisorWidiyanti, Ikarini Dani
dc.contributor.authorANWAR, RASYIDAH
dc.date.accessioned2015-12-01T07:28:56Z
dc.date.available2015-12-01T07:28:56Z
dc.date.issued2015-12-01
dc.identifier.nim110710101241
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/65525
dc.description.abstractPerkawinan merupakan satu asas pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau dalam masyarakat. Disamping itu perkawinan juga merupakan pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami dan istri serta keturunan, bahkan antara dua keluarga. Di dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa tujuan perkawinan ada untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Artinya diharapkan manusia membentuk keluarga yang tenang dan tentram serta memiliki banyak kasih sayang. Calon suami-istri harus memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Seperti yang tercantum dalam Pasal 14-29 Kompilasi Hukum Islam. Dalam pasal-pasal tersebut tercantum ketentuan perkawinan harus memenuhi rukun dan syarat perkawinan. syarat dan rukun perkawinan salah satunya harus ada wali nikah. Wali nikah merupakan wali yang berhak untuk menikahkan keturunannya. Wali nikah disebutkan terdapat 2 macam yaitu wali nasab dan wali hakim. Wali nasab merupakan wali nikah karena pertalian nasab atau pertalian darah dengan calon mempelai perempuan atau orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai perempuan yang berhak menjadi wali. Sedangkan wali hakim seseorang yang karena kedudukannya berhak melakukan akad perkawinan. Wali Nikah ditunjuk oleh Kantor Urusan Agama, yang diberi hak dan wewenang untuk bertindak sebagai wali nikah. Wali hakim baru dapat bertindak apabila terdapat halangan pada wali nasab untuk menikahkan keturunannya. Sehingga dari penjelasan latar belakang dapat ditarik permasalahan yang pertama apakah wali hakim berhak menikahkan masih ada wali nasab, yang kedua bagaimanakan status perkawinan yang dilakukan dengan wali hakim meskipun ada wali nasab, dan yang ketiga akibat hukum atas pembatalan perkawinan karena wali nikah yang tidak sah. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin guna menjawab isu hukum prinsip-prinsip hukum yang dihadapi. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang bersifat formil seperti undang-undang, peraturan-peraturan serta literatur yang berisi konsep-konsep teoritis yang dihubungkan dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini. Pengertian Pembatalan Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pembatalan perkawinan adalah pembatalan hubungan suami-istri sesudah dilangsungkan akad nikah. Perkawinan yang dapat dibatalkan merupakan perkawinan yang dibatalkan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan yang tercantum dalam Pasal 73 Kompilasi Hukum Islam. xiv Hasil dari pembahasan dalam skripsi ini adalah terkait dengan wali hakim yang tidak berhak menikahkan apabila masih ada wali nasab, maka perkawinan tersebut dapat dilakukan pembatalan. Pembatalan perkawinan menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah pembatalan hubungan suami-istri sesudah dilangsungkan akad nikah. Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat-syarat pada Pasal 22-28 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, berarti bahwa perkawinan itu batal karena tidak terpenuhinya syarat-syarat yang dimaksud, namun jika perkawinan itu telah terlanjur terlaksana, maka perkawinan itu dapat dibatalkan. Kesimpulan dalam skripsi ini berisi tentang Perkawinan menggunakan wali hakim adalah perkawinan yang wali nasabnya tidak dapat menikahkankan karena sebab-sebab tertentu. Wali hakim dapat bertindak dalam perkawinan apabila telah menerima surat penunjukan dari Kantor Urusan Agama yang bersangkutan. Apabila masih ada wali nasab terdekat bagi calon mempelai perempuan maka wali hakim tidak berhak menikahkan calon mempelai tersebut. Seorang wali nasab dapat mengajukan pembatalan perkawinan terhadap keturunannya. Pembatalan perkawinan memiliki Akibat hukum yaitu terhadap anak, suami istri yang bersangkutan, status hukum kembali kesemula, serta Akibat Hukum terhadap pihak ketiga Saran yang diberikan penulis yaitu Selama suatu perkawinan wali nasabnya masih ada dan sanggup untuk menjadi wali nikah maka tidak dibenarkan wali lain untuk menjadi wali nikah dalam perkawinan tersebut. Apabila wali nasab tidak bersedia menjadi wali nikah atau berhalangan seperti yag termuat dalam pasal 73 Kompilasi Hukum Islam maka wali lain dapat menjadi wali nikah dalam perkawinan tersebut dan Seorang wali yang hendak melakukan pembatalan perkawinan harus memiliki alasan yang termuat dalam Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam dan diajukan permohonan pembatalan di pengadilan yang sesuai dengan kantor urusan agama tempat perkawinan itu terdaftar.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPEMBATALAN PERKAWINANen_US
dc.subjectWALI NASABen_US
dc.titlePEMBATALAN PERKAWINAN OLEH WALI NASAB KARENA WALI NIKAH YANG TIDAK SAHen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record