dc.description.abstract | Dalam proses pengadaan tanah, sering terjadi perbedaan pendapat mengenai
besar dan atau bentuk ganti kerugian. Untuk menetapkan ganti kerugian yang
dapat disepakati oleh para pihak, dapat dilakukan beberapa cara seperti penetapan
ganti rugi oleh panitia pengadaan tanah, pengajuan gugatan ke Pengadilan, dan
beberapa cara yang lain agar dapat timbul suatu kesepakatan mengenai ganti rugi
tersebut. Apabila dengan cara-cara seperti yang tersebut diatas masih tetap saja
tidak membawa hasil, maka dapat digunakan alternatif penyelesaian dengan cara
Konsinyasi atau penitipan ganti kerugian di Pengadilan Negeri. Saat ini
konsinyasi sering digunakan untuk menyelesaikan sengketa ganti rugi pengadaan
tanah. Namun dalam penerapannya masih banyak pihak yang tidak setuju.
Konsinyasi bagi pembangunan untuk kepentingan umum telah diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Permasalahan dalam skripsi ini
meliputi 3 (tiga) hal yaitu Apakah konsinyasi dalam pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum sudah sesuai dengan prinsip kepentingan
umum, Bagaimana konsinyasi dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dan Apa upaya
penyelesaian hukum jika konsinyasi ditolak oleh masyarakat. Tujuan penulisan
skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi tugas
sebagai persyaratan yang telah ditentukan guna meraih gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Jember dan memberikan kontribusi atau sumbangan
pemikiran dalam bidang ilmu hukum yang bermanfaat bagi almamater dan
masyarakat pada umumnya. Sedangkan tujuan khususnya yaitu untuk mengetahui
dan memahami kesesuaian konsinyasi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum dengan prinsip kepentingan umum; mengetahui dan
memahami konsinyasi dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, serta
mengetahui dan memahami upaya penyelesaian hukum jika konsinyasi ditolak
oleh masyarakat. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis
normatif yaitu suatu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan
kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. Adapun
pendekatan yang digunakan adalah menggunakan pendekatan perundangundangan
dan konseptual. Sumber bahan hukum meliputi bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Pada analisis bahan hukum, skripsi
ini menggunakan metode deduksi, yaitu berpedoman dari prinsip-prinsip dasar
kemudian menghadirkan objek yang hendak diteliti.
Tinjauan pustaka dalam skripsi ini mencakup prinsip-prinsip kepentingan
umum yang berkaitan dengan konsinyasi pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum, konsinyasi secara umum, dan pencabutan hak atas
tanah sebagai cara terakhir perolehan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum.
Adapun kesimpulan pada skripsi ini yaitu pertama, konsinyasi pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sesuai dengan prinsip
xv
kepentingan umum. Yang mana konsinyasi pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum ini sudah memenuhi kriteria dari prinsip-prinsip
kepentingan umum yang diantaranya diajukan langsung oleh instansi yang
memerlukan tanah yaitu pihak pemerintah, dan pelaksanaan konsinyasi ini
membantu mewujudkan tujuan pembangunan dari pengadaan tanah yaitu
memberikan kegunaan dan kemanfaatan untuk masyarakat umum. Walaupun
penerapan konsinyasi lebih mementingkan kepentingan umum daripada
kepentingan individu, namun hal ini telah sesuai dengan sifat kepentingan umum
sebagai kepentingan bangsa dan negara, kedua yaitu konsinyasi atau penitipan
ganti rugi di Pengadilan menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,
dilakukan dalam hal: (1) pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya
ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah atau Putusan Pengadilan
Negeri/Mahkamah Agung, (2) Penitipan ganti kerugian juga dilakukan terhadap:
a. Pihak yang Berhak menerima Ganti kerugian tidak diketahui keberadaannya;
atau, b. Objek Pengadaan Tanah yang akan diberikan Ganti kerugian: Sedang
menjadi objek perkara di pengadilan; masih dipersengketakan kepemilikannya;
diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau menjadi jaminan di bank.,
ketiga yaitu upaya penyelesaian hukum apabila konsinyasi ditolak oleh
masyarakat adalah dengan pengajuan pencabutan hak atas tanah sebagai langkah
terakhir untuk memperoleh tanah yang benar-benar diperlukan untuk kepentingan
umum yang sangat memaksa. Karena penyelesaian hukum melalui pencabutan
hak atas tanah lebih efektif dan dilakukan secara langsung oleh Presiden sebagai
pejabat eksekutif yang tertinggi dalam Negeri.
Saran yang dapat diberikan diantaranya: hendaknya pemerintah mengatur
secara jelas mengenai kriteria dan definisi kepentingan umum baik di dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum atau di dalam Peraturan Presiden Nomor
71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dengan
mengatasnamakan kepentingan umum, hendaknya pemerintah sebagai pelaksana
pengadaan tanah untuk kepentingan umum lebih memperhatikan proses
pelaksanaan musyawarah yang dilakukan bersama masyarakatdengan melibatkan
pihak-pihak yang bersangkutan secara langsung dan dimediasi oleh pihak yang
netral dan terpercaya tanpa ada unsur paksaan ataupun ancaman, agar hasil
keputusan yang dihasilkan dari musyawarah dapat diterima oleh pihak-pihak yang
bersangkutan, hendaknya pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
dengan menambahkan Pasal tentang upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh
masyarakat khususnya para pemegang hak atas tanah yang tidak setuju terhadap
penerapan konsinyasi atau penitipan ganti kerugian di Pengadilan Negeri. Hal
tersebut tidak lain adalah untuk melindungi hak-hak masyarakat agar tidak
menjadi korban dari kesewenang-wenangan yang mengatasnamakan kepentingan
umum, hendaknya masyarakat ikut mendukung kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan ikut berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Khususnya
pembangunan yang digunakan untuk kepentingan umum. Seperti kegiatan
pembangunan Jalan Arteri Porong di Kabupaten Sidoarjo dan Pasuruan, Jawa
Timur yang diakibatkan karena adanya bencana alam Lumpur Lapindo. Walaupun
xvi
pembangunan ini menggunakan tanah masyarakat, tetapi dalam hal ini masyarakat
sebaiknya ikut mendukung dan berpartisipasi untuk melancarkan kegiatan
pembangunan Jalan Arteri Porong tersebut. Agar pembangunan yang
dilaksanakan pemerintah dapat berjalan dengan baik dan dapat segera digunakan
oleh masyarakat umum. | en_US |