dc.description.abstract | Penulisan skripsi ini pada dasarnya dlatarbelakangi bahwa dalam struktur
Sejarah politik Indonesia kontemporer mencatat sesuai dengan adanya dasardasar
hukum di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang tertera di dalam Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, UU Pemilu No.8
Tahun 2012 merupakan sebuah terobosan bangsa untuk mewujudkan negara yang
berkeadilan. Setelah disahkannya dalam Rapat Paripurna DPR pada tanggal 12
April 2012 menggantikan Undang-undang nomor 10 Tahun 2008, undang-undang
ini diharapkan mampu menciptakan lembaga perwakilan yang berkualitas dan
mampu menjadi lembaga perwakilan yang benar-benar menjadi perwujudan
seluruh rakyat Indonesia., Undang-Undang Komisi Pemilihan Umum , dan
ketentuan Undang-Undang yang berada di tangan KPU, setiap kali pemilihan
umum (pemilu) dilaksanakan, selalu saja muncul protes- protes yang meragukan
proses maupun hasil pemilu. Hal ini tidak hanya terjadi pada pemilu-pemilu pada
masa Reformasi, tetapi juga Pemilu 1999 serta Pemilu Legislatif 2004 dan Pemilu
Presiden 2004. Bahkan Pemilu 1955 yang dikenal sebagai pemilu paling bersih
pun tak sepi dari protes. Pelaksanaan pemilihan langsung Presiden dan wakil
Presiden sepanjang 2005 semakin menambah panjang daftar protes ketidakpuasan
terhadap pemilu. Munculnya protes- protes ketidakpuasan terhadap proses
maupun hasil pemilu itu, di satu sisi, disebabkan banyaknya pelanggaran
terhadap peraturan pemilu yang tidak diselesaikan secara tuntas; di sisi lain,
disebabkan perasaan di perlakukan tidak adil oleh penyelenggara pemilu.
Alasan serupa juga dilakukan sejumlah partai dalam menyikapi hasil
Pemilihan yang pernah ada.Bahkan mereka menuntut dilakukannya pemilu ulang
meski undang-undang tidak mengaturnya. Di berbagai daerah, massa pendukung
pasangan calon yang kalah melancarkan aksi-aksi anarkis karena merasa dicurangi
oleh peserta lain maupun oleh penyelenggara.
xiv
Protes-protes ketidakpuasan atas proses dan hasil pemilu yang dilatari oleh
banyaknya pelanggaran yang tidak bisa diselesaikan, serta perasaan telah
diperlakukan tidak adil oleh penyelenggara tersebut, menunjukkan adanya
masalah penegakan hukum dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Apabila tidak
segera diatasi, di satu sisi, hal itu akan terus menimbulkan protes dari pihak-pihak
yang merasa dilanggar hak konstitusionalnya, dicurangi, atau diperlakukan tidak
adil; di sisi lain, protes-protes yang muncul pada akhirnya bisa mendelegitimasi
hasil pemilu. Dalam usaha mewujudkan pemilu yang jujur dan adil dan juga
dalam rangka menghindari terjadinya delegitimasi pemilu di masa depan,
masalah-masalah penegakan hukum pemilu itu harus diselesaikan secara
komprehensif. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi
sebab-sebab munculnya masalah penegakan hukum; selanjutnya dicarikan solusi
komprehensif untuk mengatasi masalah tersebut sehingga akhirnya terwujud
suatu sistem penegakan hukum pemilu yang mampu menjamin penyelenggaraan
pemilu yang jujur dan adil.
Standar pemilu demokratis internasional menyatakan bahwa pemilu jujur
dan adil (free and fair elections) dapat dicapai apabila tersedia perangkat hukum
yang mengatur semua proses pelaksanaan pemilu; sekaligus mampu melindungi
para penyelenggara, peserta, kandidat, pemilih, pemantau, dan warga negara pada
umumnya dari ketakutan, intimidasi, kekerasan, penyuapan, penipuan, dan
berbagai praktik curang lainnya yang akan mempengaruhi hasil pemilu. Oleh
karena itu, pemilu yang jujur dan adil membutuhkan peraturan perundangan
pemilu beserta aparat yang bertugas menegakkan peraturan perundangan pemilu
tersebut.
Dalam konteks membangun sistem penegakan hukum pemilu di Indonesia,
selain perlu melengkapi dan mempertegas materi peraturan perundangan, tak
kalah pentingnya adalah mempertanyakan efektivitas kerja aparat penegak hukum
pemilu. Aparat penegak hukum pemilu itu terdiri atas KPU selaku penyelenggara
pemilu yang mempunyai wewenang memberikan sanksi terhadap para pelaku
pelanggaran administrasi pemilu; Panwas Pemilu selaku pengawas yang diberi
wewenang untuk memastikanada tidaknya pelanggaran pemilu dan menyelesaikan
xv
sengketa non- hasil pemilu; Mahkamah Konstitusi yang ditugaskan konstitusi
untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu; serta jajaran kepolisian,
kejaksaan, dan lembaga peradilan yang masing-masing berwenang menyidik,
mendakwa, dan menjatuhkan vonis terhadap pelaku pelanggaran pidana pemilu.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk membahas dan mengkaji
lebih lanjut dalam bentuk skripsi yang berjudul “KAJIAN YURIDIS
FUNGSI PENGAWASAN BAWASLU DALAMPELAKSANAAN
PILPRES DI BANYUWANGI BERDASARKAN UNDANGUNDANG
NOMOR 42 TAHUN 2008”
Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini meliputi 2 (dua) hal,yaitu
:1.Apakah mekanisme pengawasan tentang Bawaslu yang dilakukan oleh bawaslu
sesuai dengan undang-undang Nomor 42 Tahun 2008?2. Bagaimanakah
peranan bawaslu Banyuwangi dalam penyelesaian sengketa pilpres2014?.
Tujuan penulisan yang digunakan agar dalam penulisan skripsi ini dapat
diperoleh sasaran yang dikehendaki, maka perlu ditetapkan suatu tujuan
penulisan.Adapun tujuan penulisan disini dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
tujuan secara umum dan tujuan secara khusus.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang
(statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).Sumber
bahan hukum yang digunakan yaitu terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan non hukum.Sedangkan analisis bahan hukum yang
digunakan adalah dengan menggunakan metode deduktif.
Adanya beberapa System politik demokratis menunjukan sebuah kebijakan
umum yang di tentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang di awasi
secara efektif oleh rakyat. Pengertian tentang demokrasi itu sendiri dapat dilihat
dari tinjauan bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis). Secara etimologis,
demokrasi berasal dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu
demos yang berarti rakyat, dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan,
sehingga dapat disimpulkan sebagai pemerintahan rakyat. Demokrasi adalah
xvi
bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Istilah demokrasi sendiri
diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan,
yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang
banyak yang disebut dengan istilah rakyat.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi
ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk
diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan
berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. | en_US |