Show simple item record

dc.contributor.authorAnis Fitriyanti
dc.date.accessioned2015-03-06T08:11:59Z
dc.date.available2015-03-06T08:11:59Z
dc.date.issued2015-03-06
dc.identifier.nimNIM100210402117
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/61593
dc.description.abstractSyi’iran pada Masyarakat Muslim Puger Kabupaten Jember; Anis Fitriyanti, 100210402117; 2014: 138 halaman; Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia; Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan; Universitas Jember. Syi‟ir merupakan genre sastra transisi berupa puisi lisan yang dipandang menarik karena memiliki dulce at utile yang dapat diketahui dari unsur-unsur pembangun syi‟ir yakni struktur fisik (diksi, rima, dan tema) dan batin syi‟ir (aspek religius) serta fungsinya bagi masyarakat muslim Puger Kabupaten Jember. Tidak hanya itu, pada proses penuturan syi‟iran terbangun adanya ketertiban dalam masyarakat, seperti saat menjelang salat berjamaah, syi‟iran dilantunkan bersama-sama secara kompak dan baru akan dihentikan apabila imam salat datang dan memberi aba-aba. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dibatasi pada: (1) proses penuturan syi‟ir, (2) struktur syi‟ir berupa diksi, rima dan tema, (4) aspek religius syi‟ir, dan fungsi syi‟iran bagi masyarakat. Jenis dan rancangan penelitian adalah kualitatif-etnografi. Data penelitian berupa fragmen syi‟ir dan deskripsi peristiwa syi‟iran yang mengindikasikan adanya diksi, rima, tema, aspek religius dan fungsi syi‟iran. Sumber data berupa rekaman syi‟iran yang diperoleh dari informan yang telah memenuhi persyaratan. Metode pengumpul data yang digunakan yakni teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi yang dianalisis dengan model alir Miles dan Huberman dengan modifikasi: pengumpulan data, penerjemahan, reduksi data, pengodean, klasifikasi data, penyajian data, dan penyimpulan. Proses penuturan syi‟iran menjelang salat berjamaah dilakukan setelah azan, secara komunal, menghadap kiblat, dalam keadaan suci dari najis, menggunakan pengeras suara, dan tanpa iringan musik dengan jumlah pelantun syi‟iran bergantung pada jemaah yang datang di musola. Syi‟ir yang dilantunkan juga disesuaikan dengan momen hari-hari penting Islam. Syi‟iran pada pembukaan dan penutupan kegiatan selawatan dilakukan secara bersama-sama, menggunakan pengeras suara, tanpa iringan musik, dan dipimpin oleh dua orang. Struktur syi‟ir berupa diksi digunakan oleh penyair berdasarkan dua pertimbangan, yaitu: a) pertimbangan makna yang terdapat pada kata mergine suwarga, kotor ati akale, dan atine peteng yang membentuk makna konotatif vii untuk menegaskan maksud penyair dan b) pertimbangan fonetis yang membentuk aliterasi bunyi [ŋ], yang terdapat pada kata kurang dan wirang yang menggambarkan suasana kesedihan sehingga membentuk efek estetis pada syi‟ir. Rima yang digunakan sangat bervariasi, seperti rima aliterasi pada pengulangan bunyi [l] melebu, langgar, dan lakonana. Tema yang dimuat berupa tema-tema keagamaan tentang: keesaan dan kebesaran Tuhan yang dapat dilihat dari larik lailahaillah yang berarti „Tiada Tuhan selain Allah‟ dan larik Gusti Allah pengeran kita, kang nyiptaake isine dunya yang berarti „Allah pangeran kita, yang menciptakan isi dunia‟. Struktur batin berupa aspek religius syi‟ir yang tercermin dari larik-larik syi‟ir salah satunya yakni aspek syariah tentang pelaksanaan salat pada larik sakwise adzan, nuli wudu, melebu langgar dan nunggu imam. Syi‟iran yang dilantunkan untuk mengajak salat berjamaah memiliki fungsi integrasi sosial. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan bahwa syi‟iran merupakan tradisi melantunkan syi‟ir pada momen-momen agamis yang mengandung adanya dulce (keindahan). Hal ini dapat dilihat dari proses penuturan syi‟ir yang dilantunkan pada: (a) menjelang salat berjamaah, (b) kegiatan selawatan, dan (c) walimatul ‘urusy. Dulce juga dapat diperoleh dari struktur syi‟ir yang berbeda dengan parikan namun mirip dengan syair. Diksi dan tema yang digunakan juga lebih mengarah pada aspek religius Islam seperti keesaan Tuhan, kebesaran Tuhan. Selain itu, fungsi syi‟iran sangat kompleks dan dapat mendidik masyarakat tentang aspek-aspek religius mulai dari integrasi sosial, spiritual sosial, hiburan, ekonomi, menunggu imam salat, pendidikan sosial, moral, akidah hingga kritik sosial. Fungsi-fungsi tersebut memberi utile bagi masyarakat. Saran yang dapat diberikan bagi peneliti berikutnya, dapat dikembangkan pada masalah keterkaitan antara kegiatan syi‟iran dengan fungsi politik, syi‟iran sebagai sarana dakwah, prediksi syi‟ir pada masa mendatang yang dikaji dengan teori-teori relevan. Bagi guru bahasa Indonesia, jika hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan pengembangan materi pembelajaran di kelas X SMA pada KD 5.1 Mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries100210402117;
dc.subjectSYI’IRAN PADA MASYARAKAT MUSLIM PUGER KABUPATEN JEMBERen_US
dc.titleSYI’IRAN PADA MASYARAKAT MUSLIM PUGER KABUPATEN JEMBERen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record