dc.description.abstract | Dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, didalam Pasal 6 ayat (2) yang menyatakan : “Tidak seorang pun dapat
dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut
undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat
bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.”
Salah satu penerapan pembuktian dalam penerapan hukum acara pidana, adalah
masalah kualitas saksi dalam persidangan. Terkait kualitas saksi dalam tindak pidana
pencurian sebagaimana disebutkan di atas, terdapat kasus tindak pidana pencurian
sebagaimana contoh kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor
429/Pid.B/2013/PN.Jr. Permasalahan yang diangkat yaitu : (1) Apakah jaksa penuntut
umum berkewajiban menghadirkan saksi dalam persidangan berdasarkan hukum acara
pidana dan bagaimanakah konsekwensi hukum jika ada beberapa saksi tidak
dihadirkan dalam persidangan dan (2) Apakah kekuatan pembuktian saksi yang
dihadirkan dalam persidangan Putusan Nomor 429/Pid.B/2013/PN.Jr sudah sesuai ?
Tujuan penelitian hukum ini adalah untuk menganalisis kewajiban jaksa
penuntut umum dalam menghadirkan saksi di persidangan berdasarkan hukum acara
pidana berikut konsekwensi hukum jika ada beberapa saksi tidak dihadirkan dalam
persidangan dan kesesuaian kekuatan pembuktian saksi yang dihadirkan dalam
persidangan Putusan Nomor 429/Pid.B/2013/ PN.Jr. Guna mendukung tulisan tersebut
menjadi sebuah karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan, maka metode
penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan masalah pendekatan
undang-undang (statute approach), dan studi kasus (case study).
Kesimpulan penelitian yang diperoleh antara lain adalah, Pertama, Jaksa
Penuntut Umum tidak berkewajiban untuk menghadirkan saksi akan tetapi
berkewajiban untuk menyiapkan atau menunjukkan alat-alat bukti di dalam
persidangan. Tujuan Hukum Acara Pidana adalah Untuk mencari dan mendapatkan
atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkaplengkapnya
dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara
pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang
dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran dan selanjutnya meminta
xii
pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa
suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan tersebut dapat
dipersalahkan. Menurut Pasal 172 ayat (1) KUHAP Jaksa Penuntut Umum berhak
mengajukan permintaan kepada ketua sidang untuk menghadirkan saksi lain. Dengan
demikian, konsekwensi hukum jika ada beberapa saksi tidak dihadirkan dalam
persidangan maka kekuatan pembuktian kurang mencukupi sehingga terdakwa dapat
bebas di persidangan bahkan putusan yang dihasilkan tidak mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat. Kedua, Kekuatan pembuktian saksi dalam Putusan Nomor
429/Pid.B/2013/PN.Jr tidak cukup kuat mengingat saksi Miskadi yang dihadirkan
tidak tahu secara langsung tindak pidana yang terjadi. Padahal seharusnya seorang
saksi adalah orang yang mendengar sendiri, melihat sendiri, dan mengalami sendiri
terjadinya tindak pidana. Dalam hal ini saksi yang dihadirkan adalah saksi Miskadi
yang justru tidak tahu menahu tentang kejadian perkara sebenarnya, karena ia hanya
tahu proses pengembalian HP yang diikuti oleh penangkapan terhadap terdakwa.
Dasar hakim dalam menilai kesaksian adalah ketentuan Pasal 185 ayat (6) KUHAP
Keterangan saksi Wawan sangat diperlukan untuk mengungkap pembuktian dalam
perkara pidana tersebut, khususnya dari segi subjektifitas menyangkut siapa yang
menjadi pelaku dalam kasus pencurian tersebut, dari segi materi menyangkut
bagaimana dilakukannya perbuatan tersebut secara jelas dan terperinci berikut adalah
bagaimana mekanisme pengungkapannya, dengan adanya kesaksian dari Wawan
dapat diungkapkan dalam persidangan keterangan peristiwa terjadi dalam kapasitas
Wawan sebagai pembantu perbuatan pidana tersebut ataukah hanya saksi saja.
Saran bahwa hendaknya penyidik POLRI lebih jeli, teliti, matang dan cermat
dalam melakukan penyidikan suatu kasus pidana, khususnya dalam hal
mengumpulkan alat bukti sebagai proses pembuktian di persidangan. Walaupun dalam
proses pembuktian menganut prinsip adanya keharusan menghadirkan saksi-saksi di
persidangan. Akan tetapi, hal tersebut bukan hal yang mutlak, sehingga keterangan
saksi-saksi yang tidak dapat hadir boleh atau dapat dibacakan di persidangan apabila
memenuhi salah satu alasan yang disebutkan dalam Pasal 162 (1) KUHAP.
Keterangan saksi-saksi yang dibacakan di persidangan dapat dijadikan sebagai alat
bukti yang sah apabila keterangan sebelumnya di proses penyidikan diberikan di
bawah sumpah. | en_US |