Show simple item record

dc.contributor.authorILMA NURALIA RAHMAH
dc.date.accessioned2015-02-25T10:42:19Z
dc.date.available2015-02-25T10:42:19Z
dc.date.issued2015-02-25
dc.identifier.nimNIM090710101206
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/61414
dc.description.abstractDalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, didalam Pasal 6 ayat (2) yang menyatakan : “Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.” Salah satu penerapan pembuktian dalam penerapan hukum acara pidana, adalah masalah kualitas saksi dalam persidangan. Terkait kualitas saksi dalam tindak pidana pencurian sebagaimana disebutkan di atas, terdapat kasus tindak pidana pencurian sebagaimana contoh kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 429/Pid.B/2013/PN.Jr. Permasalahan yang diangkat yaitu : (1) Apakah jaksa penuntut umum berkewajiban menghadirkan saksi dalam persidangan berdasarkan hukum acara pidana dan bagaimanakah konsekwensi hukum jika ada beberapa saksi tidak dihadirkan dalam persidangan dan (2) Apakah kekuatan pembuktian saksi yang dihadirkan dalam persidangan Putusan Nomor 429/Pid.B/2013/PN.Jr sudah sesuai ? Tujuan penelitian hukum ini adalah untuk menganalisis kewajiban jaksa penuntut umum dalam menghadirkan saksi di persidangan berdasarkan hukum acara pidana berikut konsekwensi hukum jika ada beberapa saksi tidak dihadirkan dalam persidangan dan kesesuaian kekuatan pembuktian saksi yang dihadirkan dalam persidangan Putusan Nomor 429/Pid.B/2013/ PN.Jr. Guna mendukung tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan, maka metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan masalah pendekatan undang-undang (statute approach), dan studi kasus (case study). Kesimpulan penelitian yang diperoleh antara lain adalah, Pertama, Jaksa Penuntut Umum tidak berkewajiban untuk menghadirkan saksi akan tetapi berkewajiban untuk menyiapkan atau menunjukkan alat-alat bukti di dalam persidangan. Tujuan Hukum Acara Pidana adalah Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran dan selanjutnya meminta xii pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan tersebut dapat dipersalahkan. Menurut Pasal 172 ayat (1) KUHAP Jaksa Penuntut Umum berhak mengajukan permintaan kepada ketua sidang untuk menghadirkan saksi lain. Dengan demikian, konsekwensi hukum jika ada beberapa saksi tidak dihadirkan dalam persidangan maka kekuatan pembuktian kurang mencukupi sehingga terdakwa dapat bebas di persidangan bahkan putusan yang dihasilkan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Kedua, Kekuatan pembuktian saksi dalam Putusan Nomor 429/Pid.B/2013/PN.Jr tidak cukup kuat mengingat saksi Miskadi yang dihadirkan tidak tahu secara langsung tindak pidana yang terjadi. Padahal seharusnya seorang saksi adalah orang yang mendengar sendiri, melihat sendiri, dan mengalami sendiri terjadinya tindak pidana. Dalam hal ini saksi yang dihadirkan adalah saksi Miskadi yang justru tidak tahu menahu tentang kejadian perkara sebenarnya, karena ia hanya tahu proses pengembalian HP yang diikuti oleh penangkapan terhadap terdakwa. Dasar hakim dalam menilai kesaksian adalah ketentuan Pasal 185 ayat (6) KUHAP Keterangan saksi Wawan sangat diperlukan untuk mengungkap pembuktian dalam perkara pidana tersebut, khususnya dari segi subjektifitas menyangkut siapa yang menjadi pelaku dalam kasus pencurian tersebut, dari segi materi menyangkut bagaimana dilakukannya perbuatan tersebut secara jelas dan terperinci berikut adalah bagaimana mekanisme pengungkapannya, dengan adanya kesaksian dari Wawan dapat diungkapkan dalam persidangan keterangan peristiwa terjadi dalam kapasitas Wawan sebagai pembantu perbuatan pidana tersebut ataukah hanya saksi saja. Saran bahwa hendaknya penyidik POLRI lebih jeli, teliti, matang dan cermat dalam melakukan penyidikan suatu kasus pidana, khususnya dalam hal mengumpulkan alat bukti sebagai proses pembuktian di persidangan. Walaupun dalam proses pembuktian menganut prinsip adanya keharusan menghadirkan saksi-saksi di persidangan. Akan tetapi, hal tersebut bukan hal yang mutlak, sehingga keterangan saksi-saksi yang tidak dapat hadir boleh atau dapat dibacakan di persidangan apabila memenuhi salah satu alasan yang disebutkan dalam Pasal 162 (1) KUHAP. Keterangan saksi-saksi yang dibacakan di persidangan dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah apabila keterangan sebelumnya di proses penyidikan diberikan di bawah sumpah.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries090710101206;
dc.subjectKEKUATAN PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSIen_US
dc.titleKEKUATAN PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM PEMERIKSAAN PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN (PUTUSAN NOMOR 429/PID.B/2013/PN.JR)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record