dc.description.abstract | Tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak, akhir-akhir ini mulai
nampak di permukaan. Posisi anak yang rentan, mengakibatkan pelaku dengan
mudah menjadikan anak sebagai obyek pelampiasannya. Tanpa mereka sadari,
bahwa setiap perlakuan buruk terhadap anak, dapat mengakibatkan anak tersebut
mendapatkan ingatan buruk yang tidak dapat dihilangkan begitu saja.
Selain itu, gangguan akibat dari perilaku tersebut, dapat menggaunggu
psikologi anak umur 6-12 tahun tersebut masih dalam masa perkembangan. AK
(bocah laki-laki berumur 6 tahun), merupakan salah satu korban anak yang
mengalami perlakuan kurang menyenangkan dari petugas kebersihan di
tempatnya sekolah. AK disodomi oleh pelaku yang pada saat itu tidak sendirian.
Akibatnya, AK mengalami trauma dan ibunya baru mengetahui itu selang
beberapa hari, yaitu ketika AK mulai menunjukkan perilaku yang tidak wajar.
Tidak mudah untuk segera mengungkap dan menentukan pelaku dari
tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di Jakatrta International School (JIS
tersebut). Hal ini dikarenakan, anak yang mengalami trauma tidak dapat segera
dimintai keterangannya terkait kejadian yang dia alami. Selain itu, lambatnya
proses penyidikan untuk menemukan pelaku, mengakibatkan pihak Jakarta
Interantional Shool (JIS) yang mengetahui hal ini, dapat segera menghilangkan
barang bukti dan ada salah satu pelaku yang bunuh diri.
Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang dibahas ada 2 (dua) yaitu :
pertama Apakah bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang mengalami
trauma dalam tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta International
School (JIS) sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak atau kedua, Apakah keterangan anak sebagai korban tindak
pidana kekerasan seksual dapat dijadikan sebagai keterangan saksi dalam sistem
pembuktian menurut KUHAP.
Metode penulisan yang digunakan penulis adalah yuridis normatif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Undang – Undang (statue
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan sumber
xii
hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Tujuan penelitian adalah Untuk mengkaji dan menganalisis bentuk
perlindungan hukum terhadap anak yang mengalami trauma dalam tindak pidana
kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS) sudah sesuai
atau tidak dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dan untuk mengkaji dan menganalisis keterangan anak sebagai korban
tindak pidana kekerasan seksual dapat dijadikan sebagai keterangan saksi dalam
sistem pembuktian menurut KUHAP.
Berdasarkan analisa dan pembahasan permasalahan yang dilakukan,
maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa bentuk perlindungan terhadap saksi dan
korban anak dalam tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta
International School (JIS) telah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2006 tentang Perlidungan Saksi dan Korban, hanya saja pada kenyataannya hal
tersebut tidak diterima oleh korban tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi
di Jakarta International School (JIS). Kesimpulan selanjutnya, bahwa kekuatan
pembuktian anak hanya dijadikan sebagai petunjuk dan petunjuk tersebut hanya
dijadikan bahan pertimbangan hakim apabila alat bukti saksi, surat, dan
pengakuan masih belum membuktikan kesalahan pelaku.
Saran yang diangkat penulis bahwa saksi korban anak tindak pidana
kekerasan seksuaal yang terjadi di Jakarta International School (JIS) harus
mendapatkan perlindungan perlindungan psikologis sesuai dengan yang
disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2006. Selanjutnya, perlu adanya undang-undang yang mengatur
tentang kedudukan pembuktian keterangan anak dalam tindak pidana kesusilaan. | en_US |