Show simple item record

dc.contributor.authorDENI WAHYU DWI YUNIARTO
dc.date.accessioned2014-11-27T03:23:48Z
dc.date.available2014-11-27T03:23:48Z
dc.date.issued2014-11-27
dc.identifier.nimNIM100710101027
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/60336
dc.description.abstractTujuan dari penulisan Skripsi ini ada 2 (dua) hal, yang pertama yaitu untuk mengkaji dan menganalisis proses persidangan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum dan hakim telah sesuai dengan tata cara persidangan dalam Undang-undang khususnya pada Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 59 Ayat 2 dan Ayat 3. Yang kedua, untuk mengkaji dan menganalisis Putusan Hakim Nomor 57/Pid.B/2012/PN.Jr tentang Pencabulan yang dilakukan oleh anak telah sesuai dengan syarat putusan yang terdapat dalam Pasal 197 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Metode Penulisan yang digunakan dalam penulisan Skripsi ini menggunakan tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. Adapun pendekatan yang digunakan adalah menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Pada bahan hukum penulis menggunakan dua jenis bahan hukum, antara lain bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Berdasarkan pembahasan, kesimpulan yang diperoleh dari skripsi ini adalah pertama, Penerapan Hukum Acara Pidana Anak oleh Hakim dalam kasus persetubuhan yang dilakukan Ryan Eko Febrianto tidak memenuhi Pasal 59 Ayat 2 dan Ayat 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak karena dalam penerapan Putusan Nomor : 57/Pid.B/2012/PN.Jr hakim dalam xvi putusannya tidak mempertimbangkan laporan dari Pembimbing Kemasyarakatan dan putusannya dilakukan dalam sidang yang tertutup untuk umum. Konsekuensi tidak dipenuhinya Pasal 59 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak secara terang dijelaskan dalam penjelasan Undang Nomor 3 Tahun 1997 yakni “Batal Demi Hukum”. Dan yang kedua adalah Syarat sahnya suatu putusan diatur dalam Pasal 197 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dimana dikatakan syarat sahnya suatu putusan memuat berbagai hal. Mulai dari kepala putusan sampai pada hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera. Hakim yang membuat Putusan terhadap tindak pidana persetubuhan dalam Perkara Nomor : 57/Pid.B/2012/PN.Jr kurang jeli. Bahwa pada huruf “h” Pasal 197 KUHAP terkait pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan tidak dipenuhi oleh hakim. Padahal bunyi Pasal 197 Ayat (2) KUHAP telah jelas, Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan “Batal Demi Hukum”.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries100710101027;
dc.subjectTINDAK PIDANA PENCABULAN, ANAKen_US
dc.titleKAJIAN YURIDIS PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (PUTUSAN NO: 57/Pid.B/2012/PN.Jr)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record