dc.description.abstract | Pemerintah memiliki tanggungjawab dalam meminimalisir jumlah kerugian
negara yang disebabkan oleh korupsi. Pemerintah melakukan hal tersebut dengan cara
mengembangkan kebijakan berkaitan dengan tindak pidana korupsi melalui pengaturan
dalam Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya oleh penulis disebut Undang-
Undang Nomor 31 tahun 1999) telah mencerminkan tanggungjawab pemerintah dalam
penegakan kasus korupsi secara baik. Tanggungjawab pemerintah ini dapat berjalan
dengan baik apabila setiap orang di dalam pemerintahan tidak melakukan tindakan
korupsi, namun tidak demikian yang dilakukan oleh Terdakwa dalam perkara yang
menjadi pokok pembahasan skripsi ini. Terdakwa dalam perkara yang menjadi pokok
pembahasan skripsi ini diduga telah melakukan tindak pidana korupsi yaitu menerima
sejumlah uang dari P.T Permai Group (yang selanjutnya oleh penulis disebut Permai
Group), karena Terdakwa telah berhasil menggiring anggaran proyek di Kemendiknas
dan di Kemenpora. Jumlah uang yang diterima oleh Terdakwa adalah sebesar 5% dari
seluruh jumlah total anggaran yang berhasil digiringnya, sesuai perjanjian yang telah
disepakati sebelumnya. Tindakan terdakwa tersebut kemudian didakwa oleh penuntut
umum dengan dakwaan alternatif. Dakwaan alternatif tersebut yaitu dakwaan primair
atau dakwaan pertama adalah Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (yang selanjutnya oleh penulis disebut Undang-Undang Nomor
20 tahun 2001). Dakwaan subsidair atau dakwaan kedua adalah Pasal 5 ayat (2) jo Pasal
5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20Tahun 2001. Dakwaan lebih subsidair atau
dakwaan ketiga adalah Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Unsur yang
membedakan ketiga pasal yang didakwakan tersebut diatas, terletak pada unsur
kewajiban dan unsur kewenangan. Menurut Penuntut Umum, terdakwa bersalah karena
melakukan tindak pidana korupsi yang bertentangan dengan kewajibannya seperti yang
didakwakan dalam dakwaan pertama dan kedua, atau bersalah karena melakukan tindak
pidana korupsi yang bertentangan dengan kewajibannya. Ketiga dakwaan tersebut oleh
Penuntut Umum juga dijunctokan dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 yang mengatur tentang pidana tambahan dan Pasal 64 ayat (1) KUHP yang
mengatur tentang perbuatan berlanjut. Majelis hakim dalam perkara ini menetapkan
dakwaan ketiga sebagai dakwaan yang paling tepat atau paling sesuai dengan perbuatan
Terdakwa yang terbukti di persidangan. Menurut majelis hakim, tindakan Terdakwa
melakukan korupsi itu bukan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban
sesuai dakwaan pertama atau kedua, padahal menurut penulis Terdakwa telah
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, sehingga dakwaan
pertama atau dakwaan kedua tersebut dapat dikenakan kepada Terdakwa. Selain itu
pidana tambahan berupa uang pengganti sesuai dengan tuntutan Penuntut Umum tidak
dijatuhkan sama sekali oleh majelis hakim meskipun majelis hakim memilih untuk
menjatuhkan sanksi pidana penjara dan pidana denda kepada Terdakwa.
xiii
Terdapat 2 (dua) tujuan dalam penulisan skripsi ini. Tujuan pertama adalah untuk
menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam perkara ini sudah sesuai dengan fakta
persidangan atau tidak. Tujuan kedua adalah untuk menganalisis dasar pertimbangan
hakim yang tidak menjatuhkan pidana tambahan sudah sesuai dengan pasal yang
dinyatakan terbukti dilakukan oleh Terdakwa atau tidak.
Metode penulisan skripsi yang digunakan penulis adalah yuridis normatif dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual. Sumber bahan
hukum yang digunakan yaitu sumber bahan hukum primer dan sekunder.
Kesimpulan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini pertama adalah dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana kepada Terdakwa sudah sesuai dengan
fakta persidangan, namun terdapat kesalahan pemahaman terhadap dasar hukum yang
dijadikan sebagai landasan dalam menjatuhkan pidana kepada Terdakwa. Kedua adalah
dasar pertimbangan hakim dengan tidak menjatuhkan pidana tambahan kepada
Terdakwa merupakan suatu kesalahan, Jika majelis hakim memilih untuk menggunakan
kedua jenis sanksi pidana yaitu pidana penjara dan pidana denda maka seharusnya
sanksi pidana tambahan berupa uang pengganti juga turut dijatuhkan kepada terdakwa.
Saran dari penulis, pertama adalah agar majelis hakim lebih memahami dan lebih
mendalami lagi norma hukum yang digunakan dalam memutus suatu perkara. Kedua
adalah hakim dapat memutus lebih tegas dan lebih berani dalam menjatuhkan sanksi
pidana, terlebih dalam memberikan sanksi pidana tambahan kepada pelaku tindak
pidana korupsi. | en_US |