dc.description.abstract | Kasus yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 362
K/PDT.SUS/2011 ini bermula dari mangkirnya seorang pekerja yang bernama
Zuda Ahmad Zainuddin pada tanggal 9, 11, dan 14 Juni 2010 ditempat kerjanya,
Perusahaan Garment Dwi Cipta Abadi. Oleh karena perbuatan tersebut Pengusaha
Garment Dwi Cipta Abadi mengeluarkan surat peringatan ke I dan II pada tanggal
12 Juni 2010 serta mengeluarkan surat peringatan III dengan sanksi saudara Zuda
dipindahkan bagian harian yang bukan sebagai penjahit selama 14 hari, perlu
diketahui bahwa Saudara Zuda Ahmad Zainuddin bekerja sebagai penjahit dengan
status pekerja harian lepas selama 1 tahun belakangan ini. Tanggal 16 Agustus
2010 Saudara Zuda mangkir tanpa izin sehingga pada tanggal 18 Agustus 2010
terbitlah surat pemutusan hubungan kerja oleh Pengusaha Garment Dwi Cipta
Abadi.
Saudara Zuda Ahmad Zainuddin tidak terima dengan adanya surat
pemutusan hubungan kerja terhadap dirinya. Saudara Zuda menempuh
perundingan bipartit pada tanggal 30 Agustus 2010 dengan hasil perundingan
yang gagal dan juga menempuh mediasi di Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial di
Malang pada tanggal 3 November 2010 dengan hasil mediasi yang gagal pula,
sehingga Saudara Zuda mendaftarkan surat gugatan pada Pengadilan Hubungan
Industrial di Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 3 Januari 2011. Setelah
menjalani proses peradilan pada tingkat pertama mendapat Putusan tertanggal 6
April 2011 yang mengabulkan sebagian dari pihak penggugat, Namun tidak
terhenti disini saja, pihak tergugat melayangkan kasasi pada tingkat terakhir
pengadilan hubungan industrial di Mahkamah Agung sehingga menghasilkan
putusan pada tanggal 30 Oktober 2011.
Rumusan masalah dalam skripsi ini terdiri dari dua (2) hal, yaitu (1).
Apakah Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung melalui
putusannya Nomor 632 K/PDT.SUS/2011 telah memenuhi unsur-unsur
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja harian lepas dengan perjanjian kerja
secara lisan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. (2). Apakah putusan MA Nomor 632 K/PDT.SUS/2011 telah
xiv
sesuai dengan hak-hak normatif yang dimiliki oleh pekerja harian lepas yang
mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Tujuan penulisan skripsi ini adalah (1) Untuk mengetahui apakah Unsurunsur
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dialami oleh Saudara Zuda
Ahmada Zainudin selaku pekerja harian lepas dengan Pengusaha Garment Dwi
Cipta Abadi dengan unsur-unsur PHK yang telah diundangkan melalui Undang-
Undang dalam Pasal 150 sampai Pasal 172 Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. (2) Untuk mengetahui dan memahami hak-hak hak-hak normatif
pekerja harian lepas yang mengalami pemutusan hubungan kerja oleh pihak
pengusaha melalui pertimbangan hukum dan amar putusan Mahkamah Agung
Nomor 632 K/PDT.SUS/2011.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian skripsi ini adalah Kasus
Pemutusan Hubungan Kerja Pekerja Harian lepas, Zuda Ahmad Zainudin oleh
Pengusaha Garment Dwi Cipta Abadi oleh Pengadilan Hubungan Industrial di
Tingkat kasasi, majelis hakim menolak permohonan kasasi tergugat sehingga
dasar pertimbangan pemutusan hubungan kerja mengacu pada putusan pengadilan
hubungan industrial di tingkat pertama. Majelis hakim dalam menjatuhkan amar
putusan nomor : 01/G/2011/PHI.Sby dasar pertimbangannya adalah perbuatan
penggugat merupakan perbuatan indisipliner yang mengacu pada UU
Ketenagakerjaan Tahun 2003 Pasal 161 ayat (1), Namun menurut analisa bahwa
pertimbangan-pertimbangan hakim tidak memenuhi unsur-unsur Pemutusan
Hubungan Kerja yang terkandung dalam pasal tersebut. Majelis Hakim di tingkat
Kasasi seharusnya dapat membatalkan sebagian Putusan Hubungan Industrial di
tingkat pertama bila lebih memperhatikan alasan-alasan memori kasasi yang
dikemukakan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat. Dalam penghitungan hak-hak
normatif pekerja Penggugat sudah tepat sesuai dengan putusan Nomor 632
K/PDT.SUS/2011 jo 01/G/2011/PHI.Sby, namun bila diasumsi putusan di tingkat
kasasi membatalkan sebagian putusan Hubungan Industrial di tingkat pertama
maka penghitungan rincian hak-hak normatif pekerja berbeda.
Saran yang dapat diberikan dalam penulisan skripsi ini adalah Untuk
menciptakan kepastian hukum dalam upaya perlindungan baik pekerja maupun
xv
pengusaha perlu kiranya segera dilakukan revisi terhadap UU Ketenagakerjaan
Tahun 2003 terutama menyangkut tentang mewajibkan pengusaha untuk membuat
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama maupun perjanjian kerja secara
tertulis. Dengan demikian jelas bagi pekerja maupun pengusaha untuk mengetahui
hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi pihak masing-masing
dengan disertai ikatan hukum yang pasti. | en_US |