dc.description.abstract | Pemakzulan diatur secara bersama-sama dalam satu konsep besar yakni
pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah, sebagaimana diatur dalam
Pasal 29 sampai Pasal 35 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah.
Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menentukan, bahwa
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena: (a) meninggal dunia;
(b) permintaan sendiri; (c) diberhentikan. Sedang menurut Pasal 29 ayat (2)nya,
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c diberhentikan karena :
a. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan
tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah;
d. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah;
e. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah;
f. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.2
Pasal 29 ayat 3 mengatur tentang pemberhentian kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang dimaksud oleh ayat (1) huruf (a), yaitu meninggal dunia dan
huruf (b) yaitu permintaan sendiri serta ayat (2) huruf (a) yaitu berakhir masa
jabatan, dan huruf (b) yaitu tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan
atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan. Tata cara
pemberhentian tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, diberitahukan oleh
2 Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
xii
pimpinan DPRD”. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tidak memberikan
pengertian atau definisi apa yang disebut dengan pemberhentian.
Tata cara yang diatur dalam Pasal 29 ayat (4) berlaku untuk
pemberhentian kepala daerah atau wakil kepala daerah yang (1) dinyatakan
melanggar sumpah/atau janji jabatan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah,
dan/atau (2) tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah. Dua alasan atau sebab pemberhentiannya tersebut memang berbeda
dengan alasan pada ayat (3) sebelumnya, dimana pada ayat (4) ini terdapat unsur
penilaian dari DPRD yang dinyatakan dalam ”pendapat” DPRD. Karena dimulai
dari pendapat DPRD, untuk sampai pada ”pendapat” tersebut DPRD harus
melalui tata cara pengambilan keputusan yang prosedurnya ditetapkan oleh Pasal
29 ayat (4) huruf (a) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, yaitu dalam Rapat
Paripurna dengan dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD,
dan putusannya diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota yang hadir.3
Dan pemberhentiannya kepala daerah dan wakil kepala daerah menurut
pasal 30 Undang-Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
menentukan bahwa :
1. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh
Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila dinyatakan melakukan tindak
pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan.
2. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh presiden
tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.4
Sedangkan Pasal 31 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah menentukan bahwa :
3 Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang No.32 Tahun 2004
4 Pasal 30 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
xiii
1. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh
Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak
pidana korupsi, tindak pidana terorisme, maker, dan/atau tindak pidana
terhadap keamanan Negara.
2. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden
tanpa melalui usulan DPRD karena terbukti melakukan maker dan/atau
perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang dinyatakan dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.5
Alasan yang dijadikan dasar untuk memberhentikan Kepala Daerah
sebagaimana diatur dalam Pasal 30 dan Pasal 31 Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 adalah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih; serta melakukan tindak pidana
korupsi, tindak pidana terorisme, maker, dan/atau tindak pidana terhadap
keamanan Negara.
Sedangkan pemberhentian dengan alasan menghadapi krisis kepercayaan
publik yang meluas karena dugaan melakukan tindak pidana dan melibatkan
tanggung jawab kepala daerah diatur oleh Pasal 32 Undang-Undang No. 32 Tahun
2004. Melalui beberapa uraian ini maka timbul keinginan penulis untuk
membahas dalam suatu karya tulis ilmiah berbentuk skripsi dengan judul :
“KAJIAN YURIDIS PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT
UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH
DAERAH”.
Rumusan masalah dalam skripsi ini terdiri dari 2 (dua)hal, yaitu: (1)
Bagaimana peranan DPRD dan Pemerintah Pusat dalam proses Pemakzulan
Kepala Daerah?
(2) Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya pemakzulan Kepala Daerah?
Tujuan dari penulisan ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus Tujuan Umum penelitian dalam skripsi ini antara lain yaitu:
Pertama, untuk melengkapi dan memenuhi tugas sebagai persyaratan pokok yang
5 Pasal 31 Undang-Undang No.32 Tahun 2004
xiv
bersifat akademis guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jember. Kedua, Mengembangkan ilmu dan pengetahuan hukum dari
perkuliahan yang bersifat teoritis dengan praktik yang terjadi dalam masyarakat.
Ketiga, menambah pengalaman dan memberikan sumbangan pemikiran yang
berguna bagi kalangan umum, bagi para mahasiswa fakultas hukum dan
almamater. Tujuan Khusus dalam penulisan skripsi ini yaitu: Pertama, memahami
faktor-faktor penyebab terjadinya pemazulan. Kedua, mengetahui peranan DPRD
dan Pemerintah Pusat dalam proses Pemakzulan Kepala Daerah.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini: Tipe penelitian yang
dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah Yuridis Normatif, artinya
permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini
difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum
positif. Tipe penelitian Yuridis Normatif dilakukan dengan mengkaji berbagai
macam aturan hukum yang bersifat formal seperti Undang-Undang, literaturliteratur
yang bersifat konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan
permasalahan yang menjadi pokok pembahasan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini adalah : Dalam
hal melakukan pemberhentian kepala daerah dapat dilakukan dalam dua
mekanisme yaitu Pertama, kepala daerah diberhentikan dengan usulan dan atau
keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan disetujui oleh presiden,
kedua, pemberhentian kepala daerah oleh presiden tanpa usulan dan atau
keputusan DPR. Apabila kepala daerah diperkirakan telah melakukan
penyelewengan, maka, harus diadakan penyelidikan dengan persetujuan presiden.
Pemberhentian kepala daerah dapat dilaksanakan hanya berdasarkan atas hukum
dan peraturan yang diberlakukan tanpa adanya kepentingan. Pemberhentian atas
usulan DPRD apabila terjadi krisis kepercayaan maka DPRD menggunakan hak
angket untuk menanggapinya, penggunaan hak angket setelah mendapat
persetujuan rapat paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 dari
jumlah anggota DPRD dan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk melakukan penyelidikan terhadap
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. Dalam hal ditemukan bukti tindak
xv
pidana dimaksud, DPRD menyerahkan proses penyelesaiannya kepada aparat
penegak hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila Kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan bersalah karena melakukan tindak
pidana dengan ancaman paling singkat 5 (lima tahun) atau lebih berdasarkan
putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap, DPRD
mengusulkan pemberhentian sementara dengan keptusan DPRD.
Berdasarkan keputusan DPRD tersebut, presiden menetapkan
pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. Apabila
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, dinyatakan bersalah berdasarkan
putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap, pimpinan
DPRD mengusulkan pemberhentian berdasarkan rapat paripurna DPRD yang
dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil
dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang
hadir. Berdasarkan keputusan DPRD tersebut, presiden memberhentikan kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah, sedangkan pemberhentian tanpa melalui
usulan DPRD,bahwa kepala daerah dan /atau wakil kepala daerah diberhentikan
oleh presiden, karena terbukti melakukan makar dan/atau perbuatan lain.
yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
dinyatakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
yang tetap.
Saran yang dapat diberikan oleh penulis yaitu walaupun kepala daerah
dipilih langsung oleh rakyatnya, bukan berarti mereka bisa semena-mena
melakukan perbuatan tercela dan melanggar hukum. | en_US |