• Login
    View Item 
    •   Home
    • UNDERGRADUATE THESES (Koleksi Skripsi Sarjana)
    • UT-Faculty of Law
    • View Item
    •   Home
    • UNDERGRADUATE THESES (Koleksi Skripsi Sarjana)
    • UT-Faculty of Law
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    JAMINAN PEMENUHAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN OLEH WARGA NEGARA INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA

    Thumbnail
    View/Open
    Mirza Aslam - 080710101004_1.pdf (274.7Kb)
    Date
    2013-12-07
    Author
    MIRZA ASLAM
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Kebebasan memeluk agama dan berkeyakinan merupakan hak dasar warga negara Indonesia yang di lindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945, hak memeluk agama dan berkeyakinan merupakan hak asasi yang bersifat hakiki dan universal, melekat pada diri setiap manusia sejak Ia dilahirkan. Indonesia negara yang berasaskan Pancasila, yang terdiri dari beberapa agama resmi yang diakui oleh Pemerintah, dan disisi lain masih banyak keyakinan seseorang atau kelompok warga negara yang berbeda dalam menjalankan peribadatan dengan klompok mayoritas tersebut dan banyak juga aliran kepercayaan yang belum mendapatkan jaminan perlindungan untuk menjalankan kepercayaan yang menjadi pertentangan dan memicu terjadinya kekerasan dan konflik diantara anak bangsa yang memiliki keimanan, keyakinan dan kepercayaan yang berbeda. Negara Pancasila merupakan Negara Kebangsaan yang religius yang harus melindungi dan memfasilitasi berkembangnya semua agama dalam kerangka untuk mengedepankan hukumm yang adil dan bijaksana serta menjunjung nilainilai Hak Asasi Manusia. Pancasila merupakan modus vivendi (kesepakatan luhur) bangsa Indonesia yang sulit atau (mungkin) tidak bisa digantikan. 1 Ia sangat cocok dengan realitas bangsa yang Indonesia yang prular dan Ia menjadi tempat bertemunya kompromi berbagai kepentingan yang semula saling bertentangan.2 Sistem hukum Pancasila menjadi rambu-rambu dan melahirkan kaidah penuntun dalam politik hukum Nasional. Rambu yang paling umum adalah larangan bagi munculnya hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Tak ada hukum yang boleh bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan dan keagamaan yang beradab, tidak boleh ada hukum yang bertentangan dengan nilainilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia, tidak boleh ada hukum yang akan mengancam atau berpotensi merusak keutuhan ideologis dan teritori bangsa 1Mahfud MD, 2000. Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Cet. I, Rajawali Pers, Jakarta. Hlm. 5 – 6. 2Ibid. Hlm. 6. 15 Indonesia, tidak boleh ada hukum yang melanggar prinsip kedaulatan rakyat, dan tidak boleh ada hukum yang melangggar nilai-nilai keadilan sosial.3 Pemenuhan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dijalankan oleh warga negara Indonesia selama ini sering kali hanya menjadi monopoli kelompok mayoritas tanpa mengindahkan hak-hak kelompok minoritas, tidak boleh ada pengistimewaan terhadap agama dan sesorang atau kelompok yang menjalankan keyakinan keagamaannya. Negara hanya boleh mengatur kehidupan beragama sebatas menjaga ketertiban agar tidak terjadi konflik dan memfasilitasi agar setiap orang dapat menjalankan ajaran agama dan keyakinannya dengan bebas tanpa mengganggu dan diganggu oleh orang lain.4 Semua individu memiliki pandangan dan keinginan yangsama untuk harmonisasi kehidupannya dengan kehidupan sekitar. Tetapi masalahnyaadalah selama tidak ada jaminan pemenuhan kehidupan beragama dan berkeyakinan yang dijalankan setiap warga negara itu hanyamengakui yang satu dan tidak yang lain maka menjadisulit. Kelompok-kelompok tersebut setidaknya harus diakui sebagaisebuah komunitas masyarakat Indonesia, karenamemang dalam tataran konsep kita mengakui tapipada realitasnya terlantarkan yang sama artinyadengan tidak mengakui. Jadi tidak bisa kemudiankita mau membangun toleransi beragama, menjaminhubungan antar agama tapi di satu sisi masih adacelah-celah di mana orang-orang beragama tertentuyang dianggap salah dan dinegasikan. Dari sini perlupengaturan sedemikian rupa sehingga hubungan antaragama tidak hanya sekedar hubungan kosepsionaltetapi menjadikannya relasi sosial dalam pengertianyang lebih realitis. 5 Jadi, Undang-Undang harus bisamengakomodir semua umat. Bukan hanya bagi kelompok mayoritassaja. Semua keyakinan harus 3Bernard L Tanya, Judicial Review dan Arahan Politik Hukum Sebuah Perspektif, (Makalah Untuk Seminar Tentang Judicial Review dan Arahan Politik Hukum, di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, 17 April 2006). Hlm. 20. 4Mahfud MD. Op. Cit. Hlm. 9. 5SETARA Institute (2008), Berpihak dan Bertindak Intoleran: Intoleransi Masyarakat dan Restriksi Negara dalam Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia (Jakarta: SETARA Institute). Hlm. 54. 16 diakui. Minoritas danmayoritas harus dirangkum dan diakomodir dalam sistem hukum negarakita.
    URI
    http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/5969
    Collections
    • UT-Faculty of Law [6284]

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
     

     

    Browse

    All of RepositoryCommunities & CollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

    My Account

    LoginRegister

    Context

    Edit this item

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository