dc.contributor.author | RIZKY NOER CAHYA ADHI | |
dc.date.accessioned | 2014-10-29T01:37:53Z | |
dc.date.available | 2014-10-29T01:37:53Z | |
dc.date.issued | 2014-10-29 | |
dc.identifier.nim | NIM100710101136 | |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/59637 | |
dc.description.abstract | Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 perihal pengujian
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman terhadap UUD NRI 1945
merupakan angin segar bagi KPK untuk mengajukan gugatan SKLN kepada Mahkamah
Konstitusi. Melalui pertimbangan putusan tersebut disebutkan bahwa hal diatur atau
tidaknya suatu lembaga negara dalam UUD NRI 1945 tidak boleh ditafsirkan sebagai
satu-satunya faktor yang menentukan derajat konstitusional lembaga negara yang
bersangkutan. Sebagai contoh, diaturnya Polri dalam UUD NRI 1945 dibandingkan
dengan tidak diaturnya ketentuan mengenai Kejaksaan Agung dalam UUD NRI 1945,
tidak dapat diartikan bahwa UUD NRI 1945 memandang Polri lebih penting ataupun
lebih tinggi kedudukan konstitusionalnya dari pada Kejaksaan Agung.
Penafsiran terkait hubungan antar lembaga negara yang digambarkan melalui
putusan Nomor 005/PUU-IV/2006 tersebut memperkuat kedudukan KPK dalam
beracara di Mahkamah Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut haruslah
diutamakan karena salah satu fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai the final interpreter
of constitution dan produk hukum dari Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan
sebuah Undang-Undang sehingga putusan Mahkamah Konstitusi dapat dianggap sejajar
dengan Undang-Undang sedangkan pendapat ahli melalui buku dan jurnal penelitiannya
hanya sebatas dokrin atau bahkan bukan doktrin, karena kualifikasi pendapat ahli dapat
dikategorikan sebagai dokrin mana kala pendapat tersebut dianut oleh sebagian negara
dan menjadi rujukan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan di sebuah
negara. Sehingga untuk memberikan kepastian hukum terhadap SKLN antara KPK
dengan Polri dalam kasus korupsi simulator SIM haruslah diselesaikan melalui jalur
litigasi dengan pengajuan perkara kepada Mahkamah Konstitusi. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.relation.ispartofseries | 100710101136; | |
dc.subject | KPK, POLRI, Sengketa Kewenangan, Korupsi Simulator | en_US |
dc.title | SENGKETA KEWENANGAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (POLRI) TERKAIT KASUS KORUPSI SIMULATOR SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) YANG BERIMPLIKASI PADA SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA | en_US |
dc.type | Other | en_US |