dc.description.abstract | Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang bertentangan dengan
hukum pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan-ketentuan undangundang,
tetapi juga aturan-aturan hukum tidak tertulis, yang harus ditaati dalam
hidup bermasyarakat. Kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan karena
perbuatan yang melawan hukum itu; antara lain kerugian-kerugian dan perbuatan
itu harus ada hubungannya yang langsung; kerugian itu disebabkan karena
kesalahan pembuat. Dalam KUH Perdata ditentukan pula bahwa setiap orang
tidak saja bertanggungjawab terhadap kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya sendiri, tetapi juga terhadap kerugian yang ditimbulkan karena
perbuatan orang-orang yang ditanggungnya, atau karena barang-barang yang
berada dibawah pengawasannya. Demikian halnya dengan kasus yang terjadi,
dalam Putusan No.06/PDT/ 2012/PT.MDN.
Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan
tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya
hukum perjanjian. Tujuan khusus dalam penulisan adalah : (1) Untuk memahami
dan mengetahui akibat hukum perbuatan melawan hukum dalam suatu perjanjian
dan (2) Untuk memahami dan mengetahui dasar pertimbangan Pengadilan
Tinggi Medan dalam Putusan No.06/ PDT/2012/PT.MDN telah sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan
diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau
norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan
pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus dengan
bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non
hukum. Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dipergunakan metode analisa
bahan hukum deduktif.
Dari hasil pembahasan dapat diperoleh kesimpulan bahwa kepastian
hukum dapat dicapai, apabila isi perjanjian dilaksanakan secara tegas dan adil.
xiii
Sebaliknya apabila dalam pelaksanaan perjanjian tersebut tidak melakukan
kewajiban yang disepakati sebelumnya disebabkan adanya perbuatan perbuatan
melawan hukum, maka timbulnya pelanggaran dalam hukum perjanjian. Dalam
fakta hal ini karena mobil penggugat yaitu mobil jenis Daihatsu Espass 1600 BK-
1697 DI tahun 1997, warna hijau, sesuai dengan BPKB A. No.7514904 atas nama
Penggugat (ic. Drs. Halomoan Si lalahi) terbakar total dan tidak bisa
dipergunakan lagi atas kesalahan tergugat II. Dengan adanya hal tersebut tergugat
II membawa akibat hukum selaku orang tua tergugat I yang masih di bawah umur
wajib mengganti kerugian penggugat sebagai akibat perbuatan melawan hukum.
Perbuatan melawan hukum tidak hanya terdiri atas satu perbuatan, tetapi
juga dalam tidak berbuat sesuatu. Dalam KUH Perdata ditentukan pula bahwa
setiap orang tidak saja bertanggungjawab terhadap kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya sendiri, tetapi juga terhadap kerugian yang ditimbulkan
karena perbuatan orang-orang yang ditanggungnya, atau karena barang-barang
yang berada dibawah pengawasannya. Dalam kaitannya dengan contoh kasus
dalam Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.06/PDT/2012/PT.MDN ditentukan
antara lain, bahwa orang tua bertanggung jawab terhadap kerugian yang
ditimbulkan karena perbuatan-perbuatan anak-anaknya yang belum cukup umur
yang diam bersama mereka. Dalam hal ini tergugat I sebagai anak tergugat II,
dinyatakan bersalah atas perbuatan melawan hukum.
Penggantian kerugian sebagai akibat dari adanya perbuatan melawan
hukum, dapat berupa penggantian kerugian materiil dan immateriil. Dalam
praktek penggantian kerugian dihitung dengan uang atau disetarakan dengan uang
disamping adanya tuntutan penggantian benda atau barang-barang yang dianggap
telah mengalami kerusakan/perampasan sebagai akibat adanya perbuatan
melawan hukum pelaku. Jika mencermati perumusan ketentuan Pasal 1365
KUHPerdata, secara limitatif menganut asas hukum bahwa penggantian kerugian
dalam hal terjadinya suatu perbuatan melawan hukum bersifat wajib. Bahkan,
dalam berbagai kasus yang mengemuka di pengadilan, hakim seringkali secara exofficio
menetapkan penggantian kerugian meskipun pihak korban tidak menuntut
kerugian yang dimaksudkan. | en_US |