Show simple item record

dc.contributor.authorDEVI INDAH SARI
dc.date.accessioned2013-12-07T03:46:24Z
dc.date.available2013-12-07T03:46:24Z
dc.date.issued2013-12-07
dc.identifier.nimNIM090710101250
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/5931
dc.description.abstractNegara Indonesia merupakan suatu Negara yang sedang membangun (developing country). Pembangunan yang dilakukan Indonesia saat ini tidak hanya pembangunan yang berskala kecil saja, melainkan pembangunan berskala besar yang membutuhkan dana yang sangat besar. Oleh karena itu perlu adanya peran serta partisipasi dari pihak swasta untuk bekerjasama dalam pembangunan dengan cara menerapkan perjanjian pemborongan bangunan dengan sistem Build Operate and Transfer (BOT) yakni pemerintah menyediakan lahan, sedangkan pihak swasta menyiapkan modal dan hasil dari pembangunan itu akan dinikmati oleh pihak swasta selama kurun waktu yang telah diperjanjikan, apabila jangka waktu tersebut telah habis maka bangunan itu diserahkan kembali kepada pemerintah selaku pemilik lahan. Apabila sudah disepakati mengenai perjanjian tersebut, maka para pihak wajib melaksanakannya agar tidak timbul wanprestasi dalam perjanjian tersebut. Apabila muncul wanprestasi, maka dalam perjanjian harus mencantumkan penyelesaian sengketa yang diakibatnkan oleh adanya wanprestasi. Berdasarkan uraian diatas, diajukan skripsi dengan judul : “ASPEK HUKUM BUILD OPERATE AND TRANSFER (BOT) DALAM PERJANJIAN PEMBORONGAN BANGUNAN”. Rumusan masalah dalam skripsi ini terdiri dari 3 (tiga) hal, yaitu pertama, bagaimana pengaturan perjanjian pemborongan bangunan dengan sistem Build Operate And Transfer (BOT); kedua, apakah akibat hukum wanprestasi terhadap perjanjian pemborongan bangunan dengan sistem Build Operate And Transfer (BOT); ketiga, apakah upaya penyelesaian jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian pemborongan bangunan dengan sistem Build Operate And Transfer (BOT) . Tujuan khusus adalah menjawab rumusan masalah yang ada dalam skripsi ini, yaitu pertama menjelaskan tentang pengaturan perjanjian pemborongan bangunan dengan sistem Build Operate And Transfer (BOT); kedua menjelaskan tentang akibat hukum wanprestasi terhadap perjanjian pemborongan bangunan dengan sistem Build Operate And Transfer (BOT); ketiga menjelaskan tentang upaya penyelesaian jika xiii terjadi wanprestasi dalam perjanjian pemborongan bangunan dengan sistem Build Operate And Transfer (BOT) . Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif yang difokuskan untuk mengkaji kaidah dan norma-norma yang berlaku dalam hukum positif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undangundang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Analisa bahan hukum yang digunakan ialah dengan metode deduktif yakni, berpedoman dari prinsip-prinsip dasar kemudian menghadirkan objek yang hendak diteliti, jadi bergerak dari prinsip-prinsip umum menjadi prinsip-prinsip khusus, kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Pemborongan bangunan secara umum diatur dalam pasal 1601 huruf b KUHPerdata dimana dalam pasal tersebut menjelaskan mengenai pemborongan pekerjaan, dan perjanjian pemborongan bangunan secara khusus diatur dalam Undang- Undang Nomor 18 Tahun1999 tentang Jasa Konstruksi yaitu pasal 1 ayat (5) yang menjelaskan mengenai pengertian jasa konstruksi dan juga pasal 22 yang menjelaskan mengenai ketentuan mengenai standart kontrak dalam perjanjian pemborongan bangunan. Mengenai BOT, secara umum diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata. Sedangkan secara khusus BOT diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara-Daerah pasal 1 ayat (12) tentang pengertian dan pasal pasal 29 yang mengatur mengenai jangka waktu BOT. Wanprestasi secara umum dapat terjadi apabila para pihak tidak melaksanakan kewajibannya. Wanprestasi dapat dilakukan oleh pemerintah dan investor. Karena salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka kreditur dapat menuntut debitur sesuai pasal 1267 KUHPerdata. Penyelesaian sengketa dalam perjanjian pemborongan bangunan dengan sistem BOT dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan isi perjanjian. Penyelesaian sengketa perjanjian pemborongan bangunan dengan sistem xiv BOT di luar pengadilan biasanya menggunakan arbitrase. Untuk sengketa yang melibatkan investor asing, maka penyelesaiannya harus tunduk pada hukum di Indonesia yaitu melalui pengadilan maupun melalui arbitrase di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Saran yang diberikan adalah pertama, hendaknya pemerintah membuat Undang- Undang mengenai kerja sama dengan sistem BOT sebagai pedoman dalam melakukan perjanjian dengan sistem BOT sehingga mempunyai landasan yang kuat untuk dipergunakan; kedua, hendaknya pemerintah mengubah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dengan menambahkan aturan yang jelas mengenai tuntutan yang dapat dilakukan oleh pihak kreditur sehingga pihak kreditur tidak berpedoman pada pasal 1267 KUHPerdata tetapi juga pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi setelah Undang-Undang diubah dengan tuntutan yang dapat dilakukan kreditur kepada debitur yang melakukan wanprestasi; dan mengubah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi karena dalam Undang-Undang tersebut tidak diatur secara jelas mengenai cara penyelesaian sengketa pemborongan bangunan yang melibatkan investor asing.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries090710101250;
dc.subjectPERJANJIAN PEMBORONGAN BANGUNANen_US
dc.titleASPEK HUKUM BUILD OPERATE AND TRANSFER (BOT) DALAM PERJANJIAN PEMBORONGAN BANGUNANen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record