dc.description.abstract | Pada masa era globalisasi sekarang ini, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam perdagangan internasional seperti pada salah satu bidangnya yaitu Desain Industri. Desain Industri di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang mana lahirnya peraturan tersebut tidak dilatar - belakangi oleh nilai sosial budaya bangsa Indonesia, melainkan pada perjanjian internasional yakni Persetujuan TRIPs/WTO. Desain Industri pada dasarnya memiliki prinsip kebaruan , tidak sama dan estetika, pengaturan mengenai kebaruan diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, tetapi tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai kata “tidak sama” pada Desain Industri sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Desain Industri Nomor 31 Tahun 2000 sehingga menimbulkan multitafsir. Adanya multitafsir tersebut menimbulkan banyak kesalahpahaman, seperti yang terjadi pada kasus Sengketa Desain Industri Rangka Plafon antara PT. APLUS PACIFIC dan ONGGO WARSITO yang mana pada kasus tersebut pihak penggugat dalam gugatannya meminta
agar permohonan pendaftaran Hak Desain Industri milik tergugat dibatalkan karena mirip dengan Desain Industri milik penggugat. Pada prinsipnya alasan gugatan penggugat sudah tidak termasuk dalam unsur yang ada dalam Desain Industri karena pada Desain Industri tidak menganut unsur kemiripan, tetapi kebaruan sebagaimana pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. | en_US |