dc.description.abstract | Jember merupakan kota terbesar ketiga di Jawa Timur dengan tingkat pertumbuhan pembangunan yang sangat pesat. Sebagai implikasinya, untuk memenuhi kebutuhan pembangunan perumahan, pertokoan, perkantoran, prasarana umum, dan sebagainya banyak industri pendukung bertumbuhan. Salah satunya adalah industri pembuatan batu bata yang jumlahnya di Kabupaten Jember diperkirakan mencapai ribuan. Kampus Universitas Jember Tegalboto-pun pada awalnya merupakan basis industri ini karena “tegal boto” berarti lahan batu bata (Sundahri dan Hariyono, 2005). Di Kelurahan Patrang, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember misalnya, terdapat 15 industri batu bata dengan kapasitas produksi rata-rata 15.000 batu bata/bulan dengan harga Rp 250,00/batu bata. Tiga industri diantaranya yang letaknya saling berdekatan merupakan basis/pusat dalam program ini.
Industri batu bata tersebut secara umum menggunakan bahan bakar sekam padi. Satu truk sekam seharga Rp 700.000,00–Rp 1.200.000,00/truk (bergantung musim) cukup untuk membakar 15.000 batu bata yang diproduksi selama sebulan. Bahan bakar tersebut diperoleh dari limbah pabrik beras atau penggilingan padi, dan abunya dipakai untuk bahan pencampur batu bata. Fenomena ini sangat merugikan petani secara tidak langsung karena dapat menciptakan ketimpangan agroekologi tanpa adanya pengembalian limbah tersebut ke sawah. Lambat laun namun pasti, degrasi lahan dipercepat yang berakibat produktivitas lahan menjadi menurun. Menurut konsep pertanian berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, seluruh sisa panen harus dikembalikan lagi ke lahan semula dalam bentuk pupuk organik agar keseimbangan antara input dan output tetap terjaga sehingga kerusakan lingkungan (lahan kritis) dapat dikurangi.
Namun, penggunaan bahan bakar yang kaya silikon tersebut bagi pengusaha industri batu bata sangat menguntungkan karena panasnya merata, suhunya tinggi, dan mudah diperoleh. Kemudahan dalam mendapatkan bahan sekam ini disebabkan Kabupaten Jember merupakan salah satu sentra produksi padi di Indonesia dan terdapat beberapa pabrik beras besar seperti Du’Anak, Kobra dan Zebra yang menghasilkan limbah sekam ribuan ton/tahun.
Industri batu bata menghasilkan limbah abu sekam berkisar 20% dari bahan sekam. Sebagian kecil limbah tersebut dipakai untuk mencuci piring, dan sebagian besar sebagai pencampur bahan batu bata agar tidak mudah pecah dalam proses pembakaran. Jika permintaan meningkat, kapasitas produksi ditingkatkan, limbah abu sekam yang dihasilkan menjadi berlimpah. Apabila terbawa aliran air hujan maka limbah tersebut dapat mendorong tumbuh suburnya enceng gondok (eutrofikasi) di perairan sebagai akibat tingginya nutrisi yang dikandungnya. | en_US |
dc.subject | Jember merupakan kota terbesar ketiga di Jawa Timur dengan tingkat pertumbuhan pembangunan yang sangat pesat. Sebagai implikasinya, untuk memenuhi kebutuhan pembangunan perumahan, pertokoan, perkantoran, prasarana umum, dan sebagainya banyak industri pendukung bertumbuhan. Salah satunya adalah industri pembuatan batu bata yang jumlahnya di Kabupaten Jember diperkirakan mencapai ribuan. Kampus Universitas Jember Tegalboto-pun pada awalnya merupakan basis industri ini karena “tegal boto” berarti lahan batu bata (Sundahri dan Hariyono, 2005). Di Kelurahan Patrang, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember misalnya, terdapat 15 industri batu bata dengan kapasitas produksi rata-rata 15.000 batu bata/bulan dengan harga Rp 250,00/batu bata. Tiga industri diantaranya yang letaknya saling berdekatan merupakan basis/pusat dalam program ini. | en_US |