Show simple item record

dc.contributor.authorI PUTU ANGGA RADITYA PRIHANDANA
dc.date.accessioned2014-04-15T21:31:30Z
dc.date.available2014-04-15T21:31:30Z
dc.date.issued2014-04-15
dc.identifier.nimNIM100710101045
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/57030
dc.description.abstractAdapun kesimpulan dalam skripsi ini adalah Kedudukan anak perempuan sebagai ahli waris menurut hukum adat waris Bali sudah semakin menemui titik terang, perkembangan hak waris anak perempuan Bali sebagai berikut : Kesatu, Sebelum tahun 1900 dasar hak mewaris adalah hanya berupa kebiasaan-kebiasaan dengan ahli waris adalah anak laki-laki sedangkan anak perempuan hanya berhak menikmati harta warisan orang tuanya selama ia belum kawin atau selama tidak kawin. Kedua, Sesudah tahun 1900 sampai tahun 2010, dasar pewarisan adalah Peswaran 1900, awig-awig dan keputusan MUDP Bali tanggal 15 Oktober 2010. Baik dalam Peswaran 1900 dan dalam awig-awig sama-sama memposisikan anak laki-laki sebagai ahli waris, akan tetapi dalam awig-awig di tentukan juga bahwa sentana rajeg dan anak angkat berkedudukan sebagai ahli waris, sedangkan anak perempuan tidak dirumuskan sebagai ahli waris dalam kedua aturan tersebut. melalui Pasamuan Agung III MUDP Bali tanggal 15 Oktober 2010, No.1/Kep./Psm-3/MDP Bali/X/2010 dirumuskan bahwa anak kandung (laki-laki dan perempuan) serta anak angkat (laki-laki dan perempuan) berhak atas harta guna kaya orang tuanya, sesudah dikurangi sepertiga sebagai harta bersama (due tengah) yang dikuasai (bukan dimiliki) oleh anak yang nguwubang (melanjutkan swadharma atau tanggung jawab) orang tuanya. Sehingga melihat keputusan tersebut bahwa anak perempuan secara normatif haknya dalam mewaris diakui walapun besarannya tidak sama dengan anak laki-laki. Dengan adanya pembaharuan hukum adat waris Bali jelas didalam masyarakat bali menimbulkan pro dan kontra dengan pembaharuan ini, walaupun dikeluarkannya keputusan Pasamuan Agung III MUDP Bali tidak secara otomatis anak perempuan Bali mendapatkan warisan, banyak menghadapi hambatan dalam memperoleh pewarisan, antara lain : (1) Sistem Kekerabatan Patrilineal (kepurusa) masih sangat kuat dianut oleh masyarakat Bali; (2) Penerimaan Warisan Berkaitan Dengan Penerimaan kewajiban (tetegenan); (3) Ketentuan awig-awig yang berlaku berkaitan dengan pewarisan menentukan janda dan anak perempuan bukan sebagai Ahli waris.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries100710101045;
dc.subjectHak Waris Anak Perempuan, Hukum Adat Waris Balien_US
dc.titleHAK WARIS ANAK PEREMPUAN TERHADAP HARTA GUNA KAYA ORANG TUANYA MENURUT HUKUM ADAT WARIS BALIen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record