dc.description.abstract | Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 27
Pebruari 2012 lahir karena adanya permohonan yudicial review yang diajukan oleh
Hj. Aisyah Mokhtar dan anaknya yang bernama Muhammad Iqbal Ramadhan bin
Moerdiono terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) Undangundang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana Moerdiono sebagai
seorang suami yang telah beristri menikah kembali dengan istrinya yang kedua
bernama Hj. Aisyah Mokhtar secara syari’at Islam dengan tanpa dicatatkan dalam
register Akta Nikah, oleh karena itu ia tidak memiliki Buku Kutipan Akta Nikah, dan
dari pernikahan tersebut lahir seorang anak laki-laki yang bernama Muhammad Iqbal
Ramdhan Bin Moerdiono. Dengan berlakunya Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1))
Undang-Undung Nomor 1 Tahun 1974 tersebut maka Hj. Aisyah Mokhtar dan
Muhammad Iqbal Ramdhan hak-hak konstitusinya sebagai warga negara Indonesia
yang dijamin oleh Pasal 28 B ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 28 D ayat (1) UUD
1945 telah dirugikan, karena status perkawinannya menjadi tidak sah, demikian juga
terhadap anak yang dilahirkannya menjadi tidak sah dan berakibat hilangnya status
perkawinan antara Moerdiono dengan Hj. Aisyah serta status Muhammad Iqbal
Ramdhan sebagai anak Moerdiono. Permasalahan dalam skripsi ini meliputi 2 (dua)
hal yaitu ; (1) apakah dasar pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam
Putusan No.46/PUU-VIII/2010 ? dan (2) bagaimanakah perlindungan terhadap anak
luar kawin pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010 ?
Tujuan umum dilaksanakannya penulisan hukum ini antara lain : untuk
memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam
bidang hukum khususnya Hukum Tata Negara. Sedangkan tujuan khusus dalam
penulisan hukum ini adalah : untuk mengetahui dan memahami dasar pertimbangan
hukum Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No.46/PUU-VIII/2010 dan
perlindungan terhadap anak luar kawin pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/
PUU-VIII/2010. Guna mendukung tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulis ilmiah
yang dapat dipertanggung-jawabkan, maka metode penelitian dalam penulisan
skripsi ini menggunakan pendekatan masalah pendekatan undang-undang (statute
xiii
approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach) serta pendekatan kasus
(conseptual aproach).
Hasil penelitian yang diperoleh antara lain bahwa ; Dasar pertimbangan
hukum Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No.46/ PUU-VIII/2010 bahwa Pasal 43
ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
secara bersyarat (conditionally unconstitutional) yakni inkonstitusional sepanjang
ayat tersebut dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat
dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain
menurut hukum mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya. Mahkamah Konstitusi
mengabulkan permohonan pemohon dengan salah satu diktumnya me-review
ketentuan Pasal 43 ayat (1) tersebut. Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah
Konstitusi menyatakan Pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28B UUD 1945
bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah dan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan terhadap anak luar kawin pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
No.46/PUU-VIII/2010 bahwa perlindungan hukum terhadap anak luar kawin adalah
anak luar kawin mengikuti kedua orang tuanya baik ibu dan ayah bahwa “anak yang
dilahirkan diluar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.
Tujuan putusan tersebut adalah melindungi anak luar kawin.
Saran yang diberikan bahwa hendaknya pemerintah dengan putusan
Mahkamah Konstitusi tersebut membuat sinkronisasi hukum dan peraturan
perundang undangan yang berkaitan dengan perkawinan menurut agama dan
kepercayaannya sehingga tidak menimbulkan pendapat atau opini yang tumpang
tindih yang menimbulkan banyak masalah baru dan diharapkan penegakkan hukum
serta rasa keadilan di masyarakat dapat terwujud | en_US |