dc.description.abstract | Hubungan kontraktual yang dilakukan dalam setiap transaksi jual-beli tidak
dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan masalah hak dan kewajiban antara
masing-masing pihak yang bertransaksi. Kontrak sebagai wadah yang
mempertemukan antara kepentingan pihak yang satu dengan pihak yang lain,
khususnya dalam hal pembuatan perjanjian jual beli benda bergerak. Oleh karena itu
adanya kontrak dalam setiap transaksi jual-beli menjadikan syarat awal adanya
kesepakatan antara pihak penjual dan pembeli untuk membuktikan adanya itikad baik
diantara mereka.
Seputar pertanyaan mengenai apa itu itikad baik, hukum tidak mengatur itu.
Hanya saja banyak yang mengatakan bahwa itikad baik itu berarti kejujuran dari
seseorang yang bertindak. Orang beritikad baik akan menaruh kepercayaan kepada
pihak lawan, yang dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk,
sehingga kemudian hari dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan.
Pentingnya asas itikad baik tentu menjadi hal yang pokok dalam setiap
perjanjian. Seperti dijelaskan dalam pasal 1338 KUHPerdata, bahwa suatu perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik dari pihak-pihak yang membuat perjanjian.
Tak peduli dengan siapa mereka berhadapan atau bagaimana karakter pihak yang
dihadapi. Karena itikad baik selamanya harus dianggap ada pada setiap pihak
pemegang kedudukan. Jika dalam pasal 1338 KUHPerdata memerintahkan kepada
pihak-pihak untuk beritikad baik, hal ini bertujuan agar tidak adanya itikad buruk atau
hal-hal yang tidak patut dan sewenang-wenang dalam hal pelaksanaan perjanjian
tersebut. Sehingga para pihak tidak merasa dirugikan atas ketidakpatutan tersebut.
Sementara itu pengertian itikad baik dalam hal ini adalah bersifat dinamis.
Yakni dalam hal melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan seiring dengan
hati sanubari dari seorang manusia. Jadi perlu dipahami bahwa manusia sebagai
anggota masyarakat harus jauh dari sifat merugikan orang lain. Dengan kata lain
xiv
menggunakan kelicikan, paksaan ataupun penipuan pada saat membuat suatu
perjanjian itu jelaslah sangat tidak diperbolehkan. Kedua pihak harus memperhatikan
hal-hal ini dan tidak boleh menggunakan kelalaian orang lain untuk menguntungkan
diri pribadi.
Namun tidak menutup kemungkinan dalam pelaksanaan perjanjian jual-beli
benda bergerak tersebut terdapat suatu itikad buruk yang muncul dari kedua pihak
yang membuat perjanjian. Entah apakah itikad buruk itu muncul sejak awal sebelum
perjanjian dibuat antara kedua pihak ataupun setelah perjanjian itu telah disepakati.
Tentu hal ini sangat merugikan bagi kedua pihak, terlebih apabila itikad buruk
tersebut dilakukan oleh pihak penjual sebagai bezitter dari kebendaan yang
diperjualbelikan.
KUHPerdata melindungi bagi pihak pembeli yang beritikad baik dikala ada
itikad buruk yang terjadi tanpa sepengetahuan pihak pembeli. Pembeli mendapatkan
hak melakukan gugatan untuk menuntut ganti kerugian. Dan diperbolehkan untuk
mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan
oleh debitur/penjual, dengan alasan apapun itu dapat merugikan pembeli asalkan
dibuktikan atas perbuatan tersebut. Dan penjual berkewajiban untuk mengembalikan
segala biaya yang telah dikeluarkan oleh pembeli. Sehingga, meskipun telah
diperjanjikan bahwa penjual tidak akan menanggung apapun, tetapi penjual akan
tetap bertanggung jawab atas akibat dari perbuatan yang dilakukannya.
Dan sudah tentu bahwa akibat dari persetujuan yang telah dibuat atas dasar
jual beli tersebut apabila tidak dilandasi dengan adanya itikad baik maka dianggaplah
perjanjian itu tidak memiliki kekuatan dan dinyatakan batal demi hukum. | en_US |