dc.description.abstract | Dewasa ini semakin banyak masyarakat menggugat para pejabat dan
lembaga pemerintah dan lembaga pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa
keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga pengaduan sangat
diperlukan. Dibalik semua pengaduan dari masyarakat, tentunya perlu suatu dasar
pengertian dan pemahaman yang dalam akan lembaga peradilan ini, khususnya
bagi masyarakat yang merasa dirugikan hak-haknya.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara merupakan suatu keputusan historis yang didasarkan atas tekad
untuk: mewujudkan dan menegakkan negara. Republik Indonesia sebagai negara
hukum yang harus menjamin persamaan kedudukan semua warga negara dalam
hukum; menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur, adil, bersih, efisien dan
berwibawa; memberi perlindungan hukum kepada rakyat dengan memungkinkan
rakyat dapat menggugat pemerintah melalui aparaturnya di bidang Tata Usaha
Negara.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, tidak jarang terjadi bahwa
dalam kasus-kasus tertentu, suatu “penetapan tertulis” yang dikeluarkan oleh
Badan atau pejabat Tata Usaha Negara mempunyai akibat hukum yang merugikan
rakyat perorangan ataupun suatu badan hukum perdata, sehingga muncul
“sengketa TUN”. Melalui lembaga “gugat”, sengketa tata Usaha Negara dapat
diselesaikan di Hadapan pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam kasus Schapelle
Leigh Corby, seorang warga negara Australia yang kedapatan menyelundupkan
Ganja sebesar 4 Kg yang akan diselundupkan ke Indonesia melalui bandara
Ngurah Rai Denpasar Setelah menjalani masa hukuman kurang lebih 7 tahun,
Pemerintah Indonesia memberikan Grasi atau pengampunan hukuman kepada
Corby sebanyak lima tahun penjara. Pengajuan Grasi oleh pihak pengacara Corby
tersebut dilakukan karena yang bersangkutan dinyatakan mengalami gangguan
jiwa oleh dua dokter berbeda. Dalam pemberian Grasi ini kepada Corby banyak
sekali menuangkan protes dari kalangan masyarakat luas, karena ditengah gencargencarnya
Pemerintahan SBY untuk memerangi permasalahan Narkoba
xiv
memberikan Grasi kepada narapidana Corby yang sedang terkait masalah
Narkoba.
Memang, tidak mudah memahami keputusan Presiden SBY memotong
masa hukuman terpidana kasus narkoba asal Australia, Schapelle Leigh Corby.
Bukan hanya tak mudah, keputusan yang tertuang dalam Kepres 22/2012 itu juga
membingungkan karena tidak tidak disertai kejelasan alasan dalam hubungan
bilateral kedua negara yang bersifat resiprokal atau timbal balik.
Dalam sebuah Sidang Kabinet di tahun 2011 Menkopolhukam Djoko
Sujanto menyatakan bahwa Presiden SBY tidak akan mengampuni para terpidana
kasus terorisme, narkoba, dan korupsi, kecuali atas pertimbangan kemanusiaan.
Itupun akan diberikan kepada narapidana yang berusia di atas 70 tahun
Corby tertangkap basah di Bandara Ngurah Rai, Bali pada 8 Oktober 2004, Corby
kedapatan menyelundupkan 4,2 kilogram narkoba jenis ganja atau mariyuana.
Sepanjang penyelidikan dan di pengadilan, mantan pelajar kecantikan yang ayah
kandungnya, Michael Corby, pernah terseret kasus peredaran ganja pada awal
1970-an itu, tak pernah mengakui perbuatannya hingga akhirnya dijatukan pidana
20 tahun penjara. Karena pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat
dipisahkan dari hukum. Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran sentral
hukum dalam upaya menciptakan suasana yang memungkinkan manusia merasa
terlindungi, hidup berdampingan secara damai dan menjaga eksistensinya didunia
telah diakui.
Indonesia adalah negara yang berdasarkan kepada hukum (rechtaat),
hukum harus dijadikan panglima dalam menjalankan kehidupan bernegara dan
bermasyarakat, sehingga tujuan hakiki dari hukum bisa tercapai seperti keadilan,
kepastian dan ketertiban. Secara normatif hukum mempunyai cita-cita indah
namun didalam implentasinya hukum selalu menjadi mimpi buruk dan bahkan
bencana bagi masyarakat. Ketidaksinkronan antara hukum di dalam teori (law in
a book) dan hukum dilapangan (law in action) menjadi sebuah perdebatan yang
1
http://comments.gmane.org/gmane.culture.media.mediacare/hj87y8nyh25 diakses tanggal 15 Juni
2013 pukul 21.32 WIB.
xv
1
tidak kunjung hentinya. Terkadang untuk menegakkan sebuah keadilan menurut
hukum harus melalui proses-proses hukum yang tidak adil | en_US |