Show simple item record

dc.contributor.authorDEVIE CHANDRA SEPTYANI
dc.date.accessioned2013-12-05T04:28:23Z
dc.date.available2013-12-05T04:28:23Z
dc.date.issued2013-12-05
dc.identifier.nimNIM080710101011
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/4676
dc.description.abstractKetentuan pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa perkawinan yang telah dilakukan itu harus dicatatkan agar memiliki kekuatan hokum dimata negara. Ketentuan yang diatur dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (1) tentang perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hokum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Pada kenyatannya apabila didalam suatu perkawinan suami istri yang mulanya beragama Non-muslim kemudian berpindah agama menjadi seorang Muslim, yang kemudian keduanya sekaligus ingin memperbarui perkawinannya secara hukum Islam guna kepastian hokum kepada agama baru yang mereka yakini. Menurut pasal 2 ayat (2) tentang pencatatan perkawinan. Berdasarkan uraian diatas penulis mengangkat berbagai permasalahan yang timbul menjadi suatu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “PEMBAHARUAN PERKAWINAN SUAMI ISTRI YANG MENJADI MUALLAF MENURUT HUKUM ISLAM”. Rumusan masalah dalam skripsi ini terdiri dari3 (tiga) permasalahan yaitu Pertama, bagaimana keabsahan perkawinan suami istri yang menjadi muallaf menurut Hukum Islam. Kedua, bagaimana status hokum anak sebelum diadakan pembaharuan perkawinan suami istri yang menjadi muallaf menurut Hukum Islam. Ketiga, bagaimana pengaturan hak waris anak setelah pembaharuan perkawinan. Metodologi Penelitian dalam skripsi ini terdiri dari tipe penelitian, pendekatan masalah, sumber bahan hukum, dan analisis bahan hukum. Penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan 2 (dua) model pendekatan masalah yaitu pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Sedangkan sumber bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer, bahan hokum sekunder, dan bahan non hukum. Kesimpulan yang didapat dari penulisan skripsi ini yaitu Pertama, pembaharuan nikah dilakukan karena masuk Islam, sehingga jelas bahwa perkawinan yang dilakukan oleh pasangan suami istri sebelum masuk Islam itu menjadi fasid atau batal setelah keduanya masuk Islam menurut hukum Islam. Adapun penyebab fasid atau batalnya perkawinan tersebut karena tidak memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun perkawinan Islam. Dalam hukum Islam ditetapkan bahwa agar perkawinan antara suami-istri sah menurut Islam dan adanya kepastian hukum, harus dilakukan pembaharuan nikah secara Islam. perkawinan yang telah dilaksanakan suami-istri menurut agama bukan Islam itu tetap sah, karena kedua mempelai saat itu masih beragama Kristen. Namun setelah pasangan suami-istri masuk Islam, perkawinan pertamanya menjadi tidak sah menurut hukum perkawinan Islam. Oleh karena itu, untuk menjadikan sahnya perkawinan atas pasangan suami-istri.Kedua, Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat (1) disebutkan “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu.” Dengan demikian, perkawinan yang xiii sudah dilakukan oleh pasangan suami-istri yang non-muslim, hukum asalnya adalah sah. Perkawinan yang pertama (semasih masih beragama Kristen misalnya) itu tetap sah. Begitu pula, anak yang dilahirkan sebelum adanya pembaharuan nikah karena masuk Islam itu tetap sah, dan mempunyai hubungan nasab dengan kedua orang tuanya. Ketiga, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 51 K/Ag/1999 Tentang Sengketa Waris Yang Beda Agama. Orang tua muallaf juga bisa memberikan harta peninggalannya kepada anak-anaknya baik yang muslim ataupun non muslim sesuai dengan tata cara islam. Karena sekalipun anak yang berbeda agama menjadi penghalang untuk menerima warisan tetapi ia berhak menerima hadiah, hibah atupun wasiat wajibah sebesar 1/3 harta peninnggalan. Saran yang dapat penulis sumbangkan dalam skripsi ini adalah Pertama, Sebaiknya pernikahan tersebut haruslah dilakukan pembaharuan atau nikah ulang secara syariat Islam karena setelah dilakukan pembaharuan nikah, akibat hukumnya bukan hanya hal-hal yang menyangkut kekerabatan, kewarisan, perwalian, maupun tertib administrasi, melainkan yang lebih penting lagi yaitu akibat hukum dalam aspek ketauhidan dan peribadatan kepada Allah S.W.T. Kedua, Pemerintah sebaiknya membuat perubahan dalam Kompilasi Hukum Islam untuk mengatur tentang perkawinan para muallaf sehingga jelas apa yang harus dilaksanakan untuk keabsahan pernikahannya, dan menjadi jelas pula terhadap hukum-hukum ahli warisnya dikemudian hari.en_US
dc.relation.ispartofseries080710101011;
dc.subjectPEMBAHARUAN PERKAWINANen_US
dc.titlePEMBAHARUAN PERKAWINAN SUAMI ISTRI YANG MENJADI MUALLAF MENURUT HUKUM ISLAM (RENEWAL MARRIAGE OF HUSBAND AND WIFE WHO CONVERST ACCORDING TO ISLAMIC LAWen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record