Show simple item record

dc.contributor.authorSETYO UTOMO
dc.date.accessioned2013-12-05T03:42:10Z
dc.date.available2013-12-05T03:42:10Z
dc.date.issued2013-12-05
dc.identifier.nimNIM060710101190
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/4591
dc.description.abstractLatar belakang skripsi ini adalah lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara nomor 005/PUU-IV/2006 tentang Pengujian Undang-Undang Komisi Yudisial yang diajukan oleh hakim agung. Dalam putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa hakim agung termasuk dalam objek pengawasan Komisi Yudsial beserta hakim-hakim pada peradilan di bawah Mahkamah Agung, sedangkan hakm konstitusi tidak. Putusan ini mengandung pro dan kontra di masyarakat terutama anggapan bahwa hakim konstitusi ingin memperkebal dirinya sendiri dari lembaga pengawasan independen seperti Komisi Yudisial. Selain itu, pada putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Komisi Yudisial tidak melakukan pengawasan untuk menjalankan prinsip check and balances antar lembaga Negara. Karena itu penulis tertarik untuk mengetahui dan mengkaji apakah Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran dalam memutus perkara tersebut. Permasalahan skripsi ini adalah bagaimana ketentuan yuridis wewenang pengawasan hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisal dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan ketentuan yuridis pengawasan hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisal pasca keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi No. 005/PUU-IV/2006. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji apakah Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran hukum dalam memutus perkara nomor 005/PUU-IV/2006 tentang Pengujian Undang-Undang Komisi Yudisial terhadap UUD 1945 serta untuk mengetahui dan mengkaji pengawasan apa yang dilakukan oleh Komisi Yudisial atas wewenang yang dimilikinya sebelum dan sesudah adanya putusan Mahkamah Konstitusi. Guna mendukung tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, maka metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif xiii dan pendekatan konseptual Kesimpulan yang dapat diambil dari permasalahan adalah pertama, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa jka perilaku Hakim Konstitusi dijadikan sebagai objek pengawasan Komisi Yudisial akan mengganggu kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga Negara, karena berpotensi menjadikan Mahkamah Konstitusi dianggap tidak imparsial, khususnya jika salah satu pihak yang bersengketa adalah Komisi Yudisial. Kedua, pilihan Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat segala aturan pengawasan dalam Undang-Undang Komisi Yudisial telah menimbulkan kekosongan hukum dalam pelaksanaan fungsi pengawasan Komisi Yudsial. Adapun saran dari penulis adalah pertama, Lembaga Legislatif hendaknya segera melakukan perubahan terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 2004, khususnya pada pasal-pasal yang mengatur tentang pengawasan terhadap hakim, agar Komisi Yudisial dapat mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap hakim. Kedua, hakim diharapkan untuk menerima kehadiran Komisi Yudisial sebagai pengawas dan mau membantu kelancaran pengawasan, sehingga keseimbangan antar lembaga tinggien_US
dc.relation.ispartofseries060710101190;
dc.subjectPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSIen_US
dc.titleINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGAWASAN HAKIM OLEH KOMISI YUDISIAL PASCA KELUARNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 005/PUU-IV/2006 ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIALen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record