dc.description.abstract | Produk pembiayaan perbankan syariah yang banyak diminati khususnya
oleh masyarakat kalangan menengah kebawah adalah produk turunan dari
musyarakah yang tidak lain adalah musyarakah mutanaqisah. Adapun dalam
pembiayaan tersebut terdapat unsur kerjasama antara bank dan nasabah untuk
membeli sebuah hunian syariah. Keduanya sepakat mengakui kepemilikan atas
tanah dan bangunan sesuai porsinya masing-masing. Sejak berlakunya akad
tersebut bukti kepemilikan tanah dan bangunan diatasnamakan atas nama nasabah
sesuai persetujuan bank. Terkait hal ini, maka timbullah akad ijarah yang
mengikuti akad musyarakah mutanaqisah. Adanya unsur sewa inilah yang
membedakan antara Kredit Pembiayaan Rumah pada bank konvensional dengan
bank syariah, tetapi tidak ubahnya pembayaran sewa tersebut sama halnya dengan
adanya bunga/riba yang ada pada bank konvensional. Asas adanya jaminan dalam
akad pembiayaan ini, hampir membuat tidak ada perbedaan antara bank
konvensional dengan bank syariah, Bahkan terkait kewenangan mengadili pun
masih terdapat ketimpangan antara pengadilan agama dengan pengadilan negeri.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dalam
sebuah skripsi dengan judul “Aspek Hukum Kepemilikan Hunian Syariah dalam
Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah di Perbankan Syariah”.
Tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah Untuk mengkaji dan
menganalisa kesesuaian prinsip hukum yang digunakan pada akad pembiayaan
musyarakah mutanaqisah, untuk mengkaji dan menganalisa pemberlakukan
adanya jaminan dalam pembiayaan musyarakah mutanaqisah, dikaitkan dengan
prinsip syariah dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, dan untuk mengkaji dan menganalisa akibat hukum jika terjadi
pembiayaan bermasalah dalam akad pembiayaan musyarakah mutanaqisah.
Metodologi dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normative,
dan pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan Pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan
hokum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah meliputi landasan
xiii
hukum primer yaitu landasan Al-Qur’an dan Al-Hadist, fatwa DSN-MUI, serta
ketentuan hukum positif yang relevan. Bahan hukum sekunder yaitu jurnal-jurnal
hukum yang relevan. Bahan Non hukum yaitu hasil wawancara dengan salah satu
pegawai bank syariah bagian legal support di Bank Muamalat Indonesia Cabang
Jember yang menerapkan pembiayaan Musyarakah mutanaqisah.
Hasil penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa, Sebagai implikasi dari
penerapan prinsip kehati-hatian, pihak bank akan selalu meminta jaminan kepada
setiap nasabah yang mengajukan pembiayaan kepada bank syariah. Oleh karena
itu dalam akad ini juga diterapkan adanya jaminan. Jaminan yang berlaku dalam
akad musyarakah mutanaqisah ini masih berpedoman pada akad musyarakah
karena dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Musyarakah mutanaqisah
belum diatur secara spesifik, terlebih lagi dalam akad musyarakah mutanaqisah
terdapat multi akad yaitu akad musyarakah dan akad ijarah. Meskipun penerapan
prinsip kehati-hatian oleh bank sudah dilakukan semaksimal mungkin, tidak
menutup kemungkinan masih ada saja nasabah yang tidak dapat melakukan
pembayaran angsuran secara tepat waktu. Bahkan sampai ada yang tidak
mempunyai itikad baik sama sekali. Ketika dalam keadaan yang demikian, bank
syariah akan melakukan upaya penyelamatan dengan jalan musyawarah mufakat.
Jika hal tersebut tidak membuahkan hasil maka pihak bank akan melakukan
novasi subyektif pasif. Diluar dari itu alternative yang lain yaitu bank berdasarkan
keputusan dari pengadilan agama akan mengeksekusi benda jaminan melalui
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Saran yang dapat diberikan dalam penulisan skripsi ini adalah Perlu
adanya sosialisasi dari pihak bank maupun pemerintah mengenai keuntungan
Pembiayaan Rumah Syariah, agar pembiayaan musyarakah mutanaqisah ini lebih
dikenal dan diminati masyarakat luas. Mengingat bahwa semua regulasi yang
mengatur adanya akad pembiayaan ini sudah jelas, baik dari segi hukum positif
maupun pengaturan dalam hadist dan Al-Qur’an. Perlu adanya pengaturan yang
jelas tentang agunan dalam fatwa DSN-MUI yang mengatur tentang pembiayaan
musyarakah mutanaqisah. Perlu adanya pengkajian ulang mengenai fatwa DSN
Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang musyarakah mutanaqisah tentang jaminan. | en_US |