Show simple item record

dc.contributor.authorDADANG NUR SETYO HADI
dc.date.accessioned2013-12-05T03:07:16Z
dc.date.available2013-12-05T03:07:16Z
dc.date.issued2013-12-05
dc.identifier.nimNIM070710191039
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/4511
dc.description.abstractKehidupan sehari-hari sebuah keluarga tidak selamanya berjalan baik, yaitu kebersamaan antara orang tua dengan anak tidak selamanya terjalin hubungan baik. Terkadang timbul perselisihan antara orang tua dan anak-anaknya. Salah satu bentuk sengketa yang timbul tersebut adalah karena adanya perbedaan agama antara pewaris dengan ahli warisnya, sehingga dapat menimbulkan suatu keadaan yang tidak harmonis dalam sebuah keluarga. Salah satu daerah kajian dalam penulisan skripsi ini adalah desa Watukebo, Kecamatan Rogojampi di Banyuwangi yang sebagian besar mayoritas penduduknya adalah suku Osing yang sedikit berbeda dengan hukum adat waris Jawa yang mayoritas beragama Islam sehingga banyak berpengaruh pada hukum adatnya dengan hukum waris Islam. Permasalahan dalam skripsi ini meliputi 2 (dua) hal yaitu ; apakah anak yang beda agamanya dengan pewaris dapat menjadi ahli waris menurut hukum adat waris masyarakat desa Watukebo, Kecamatan Rogojampi di Banyuwangi, dan bagaimanakah pembagian waris terhadap ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris khususnya antara laki-laki dan perempuan ? Tujuan umum dilaksanakannya penulisan hukum ini antara lain : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya hukum waris adat. Guna mendukung tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan, maka metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan masalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Hasil penelitian yang diperoleh antara lain bahwa, Sistem pembagian waris yang dianut masyarakat adat di desa Watukebo, Kecamatan Rogojampi yakni sistem pewarisan bilateral yang berarti sistem pertalian keluarga atau keturunan menurut garis bapak ibu. Dalam permasalahan ahli waris beralih agama, apabila dilihat dari Hukum Waris Adat Osing tetap mendapatkan bagian warisan, karena dianggap sebagai penerus keturunan keluarga dan pelaksana kewajiban-kewajibannya, sehingga merupakan ahli waris yang sah menurut garis keturunan dengan pewaris. xiii Pada masyarakat adat Osing di Watukebo, umumnya anak laki-laki mempunyai kedudukan lebih karena dianggap lebih besar kewajibannya. Menurut hukum waris adat di Desa Watukebo, Kecamatan Rogojampi di Banyuwangi, pada dasarnya semua anak baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang sama atas harta peninggalan orang tuanya. Bagian dari tiap anak dengan tidak memandang lelaki atau perempuan, lahir lebih dahulu atau lahir kemudian, serta dengan tidak memandang agamanya, mempunyai hak yang sama atas harta peninggalan bapak dan ibunya. Demikian, halnya dengan anak yang berpindah keyakinan agama tetap memperoleh hak waris yang sama. Perbedaan agama antara orang tua dan anaknya hanya dianggap sebagai perbedaan keyakinan, namun demikian hak dan kewajiban untuk saling menghormati, menyayangi dan menjaga tak akan pernah hilang antara orang tua dan anak, sehingga dengan demikian kedudukan anak yang berpindah agama atau berbeda agama tetap memperoleh bagian waris Saran yang diberikan bahwa, hendaknya nilai-nilai hukum waris adat di masyarakat adat di desa Watukebo, Kecamatan Rogojampi tetap dijaga dan dilestarikan dengan baik. Dalam kehidupan Hukum adat Osing di Banyuwangi, lebih mengutamakan kebersamaan, kekeluargaan dan persatuan guna terciptanya kerukunan hidup bersama sehingga dalam hubungan yang demikian itu, orang akan lebih mengutamakan kewajibannya dari pada haknya karena landasan dari pada hukum adat adalah landasan hidup bersama dan bukan untuk kepentingan individu. Setiap orang tentu mempunyai hak dan kewajiban karena antara hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan. Hendaknya jika terjadi perselisihan atau sengketa waris dalam keluarga dalam adat suku Osing, dapat dilakukan dengan musyawarah diantara ahli waris di dalam keluarganya. Bilamana terjadi perbedaan pendapat karena ketidak-rukunan dalam keluarga maka musyawarah itu dapat diajukan kepada ketua adat (Bendesa). Apabila usaha ketua adat tidak mendatangkan hasil maka perselisihan pembagian harta warisan dapat dimusyawarahkan dengan kepala desa untuk dapat dimintakan petuah-petuah sesuai dengan aturan-aturan atau hukum adat yang berlaku. Jika masih juga terdapat perdebatan maka langkah terakhir adalah mengajukan ke pengadilanen_US
dc.relation.ispartofseries070710191039;
dc.subjectHUKUM AHLI WARIS YANG BEDA AGAMANYA DENGAN PEWARISen_US
dc.titleKEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS YANG BEDA AGAMANYA DENGAN PEWARIS MENURUT HUKUM ADAT WARIS DI DESA WATU KEBO KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGIen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record