Show simple item record

dc.contributor.authorD. FERI SAGRIA
dc.date.accessioned2013-12-05T02:59:26Z
dc.date.available2013-12-05T02:59:26Z
dc.date.issued2013-12-05
dc.identifier.nimNIM070710191110
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/4491
dc.description.abstractPraktik hukum acara Mahkamah Konstitusi di Indonesia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. Banyak putusan Mahkamah Konstitusi baik dalam perkara pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar maupun dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang mengundang perdebatan akademis dan menarik untuk didiskusikan. Salah satu putusan tersebut adalah putusan Mahkamah Konstitusi tentang penanganan perkara pemilihan umum kepala daerah di kota Manado yang putusannya merujuk pada yurisprudensi Mahkamah Konstitusi No.41/PHPU.DVI/ 2008 tanggal 2 Desember 2008 (Pemilukada Jawa Timur), Putusan Mahkamah Konstitusi No.17/PHPU.D-VIII/2010 tanggal 11 Juni 2010 (Pemilukada kota Sibolga), Putusan Mahkamah Konstitusi No.41/PHPU.D-VIII/2010 tanggal 6 Juli 2010 (Pemilukada Kabupaten Mandailing Natal), dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.45/PHPU.D-VIII/2010 tanggal 7 Juli 2010 (Pemilukada Kabupaten Kota Waringin Barat). Dengan adanya uraian tersebut, penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang yurisprudensi Mahkamah Konstitusi sebagai sumber hukum dalam menyelesaikan perkara perselisihan hasil pemilihan umum dan pemilihan umum kepala daerah. Permasalahan dalam skripsi ini meliputi 2 (dua) hal yaitu (1) Apakah yurisprudensi Mahkamah Konstitusi mengikat para hakim konstitusi dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara perselisihan hasil pemilihan umum yang diajukan ? dan (2) Apakah implikasi yurisprudensi terhadap isi dalam ketentuan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945. Tujuan umum dilaksanakannya penulisan hukum ini antara lain : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya Hukum Tata Negara. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan masalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual xiii (conceptual approach). Bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan non hukum sebagai penunjang. Hasil penelitian yang diperoleh antara lain bahwa Praktik hukum acara Mahkamah Konstitusi di Indonesia memperlihatkan bahwa yurisprudensi Mahkamah Konstitusi terutama dalam hal perkara pemilihan umum dan atau pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) di Indonesia telah menjadi sumber hukum bagi para hakim konstitusi yang memainkan peranan yang sangat penting dalam praktik peradilan di Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Sebagai salah satu sumber hukum formal maka yurisprudensi penting eksistensinya apabila dikorelasikan terhadap tugas hakim. Apabila dikaji dari aliran legisme maka peranan yurisprudensi relatif kurang penting karena diasumsikan semua hukum terdapat dalam undang-undang. Sedangkan menurut aliran Freie Rechtsbewegung maka hakim dalam melaksanakan tugasnya bebas untuk melakukan apa yang ada menurut undang-undang ataukah tidak. Jurisprudensi Mahkamah Konstitusi berimplikasi terhadap ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, akan tetapi mengingat substansi dan motivasi penerapan yurisprudensi tersebut, serta doktrin hukum tata negara yang memberikan kemungkinan untuk itu, maka penerapan yurisprudensi tersebut dibenarkan sepanjang dilakukan untuk melengkapi kebutuhan dalam pengaturan praktik penyelenggara negara, terlindunginya hak-hak konstitusional warga negara dan tegaknya nila-nilai demokrasi di Indonesia. Saran yang diberikan bahwa hendaknya hakim tidak selalu terikat dengan yurisprudensi tersebut, karena sifatnya persuasif. Hal itu timbul jika hakim menganggap penerapan hukum pada putusan sebelumnya memang adil dan layak, sehingga hakim mengikutinya lebih lanjut sebagai yurisprudensi. Namun demikian hakim tidak terikat dengan hal tersebut. Pada prinsipnya hakim itu bebas memutus, asal ada pertimbangan yang menguatkan putusan yang lain itu. Tidak ada batasan harus berapa kali dipakai lalu harus dianggap sebagai yurisprudensi tetap. Suatu putusan dijadikan yurisprudensi jika memenuhi sejumlah unsur. Pertama, putusan atas suatu peristiwa hukum yang belum jelas pengaturannya dalam undang-undang. Kedua, putusan tersebut harus merupakan putusan yang telah berkekuatan hukum xiv tetap. Ketiga, telah berulang kali dijadikan dasar untuk memutus suatu perkara yang sama. Keempat, putusan tersebut telah memenuhi rasa keadilaen_US
dc.relation.ispartofseries070710191110;
dc.subjectYURIDIS YURISPRUDENSI MAHKAMAH KONSTITUSIen_US
dc.titleKAJIAN YURIDIS YURISPRUDENSI MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI SUMBER HUKUM DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUMen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record