Show simple item record

dc.contributor.authorPuji Rahayu Fajaria Kartikawati
dc.date.accessioned2013-12-04T07:25:08Z
dc.date.available2013-12-04T07:25:08Z
dc.date.issued2013-12-04
dc.identifier.nimNIM062110101026
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/3990
dc.description.abstractSalah satu masalah kurang gizi pada anak balita di Indonesia dapat ditunjukkan dengan tingginya prevalensi anak balita yang pendek (stunted atau TB/U < -2 SD). Beberapa survei menunjukkan sekitar 30% - 40% anak balita di Indonesia diklasifikasikan pendek. Stunted (short stature) atau yang disebut tinggi badan atau panjang badan terhadap umur yang rendah digunakan sebagai indikator malnutrisi kronik yang menggambarkan riwayat kurang gizi anak dalam jangka waktu lama. Menurut Survei Kesehatan Nasional yang saat ini tengah berlangsung di tanah air menunjukkan 37% anak-anak Indonesia usia 0-5 tahun (balita) memiliki tinggi badan di bawah standar, atau dengan kata lain pendek (stunted). Menurut data Puskesmas Arjasa pada Bulan Agustus tahun 2010 jumlah balita yang berstatus gizi (TB/U) dengan kategori sangat pendek adalah 40 balita (1,45%) dari 2759 balita. Jumlah anak balita dengan status gizi (TB/U) sangat pendek di wilayah kerja Puskesmas Arjasa di semua desa ini melebihi 1% (1,45%), padahal ambang batas penentuan besaran masalah gizi menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah 1%. Berawal dari situasi tersebut, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian stunted anak balita. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional menggunakan rancangan case control. Populasi kasus adalah semua balita stunted yang terdata pada bulan Februari 2011 yang berjumlah 40 orang. Populasi kontrol adalah balita yang tidak mengalami stunted pada bulan Februari 2011 di wilayah kerja Puskesmas Arjasa. Sampel kasus adalah total populasi sehingga sampel kasus sebesar 40 orang dan besar sampel kontrol adalah sebesar 80 orang. Data yang diperoleh, diolah, dan 9 dianalisis secara multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda dengan metode backward LR dengan tingkat kemaknaan 5% ( = 0,05). Karakteristik anak balita sebagian besar berumur 25 - 36 bulan, berjenis kelamin laki-laki, status imunisasi lengkap, dan lahir t idak BBLR (≥2500 gram). Sedangkan karakteristik ibu balita sebagian besar tingkat pendidikan rendah, umur ibu saat hamil 20 – 34 tahun, ibu t idak bekerja, memiliki pendapatan keluarga ≤ Rp 830.000,-, dan tingkat pengetahuan gizi ibu kurang. Pengaruh pola pemberian makanan pre lakteal bermakna bermakna secara statistik dikarenakan nilai probabilitasnya (p = 0,003) < α dengan odds ratio (OR) sebesar 0,176 serta nilai lower dan upper confidence interval (95%CI) yaitu 0,036 sampai dengan 0,853. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Prahesti yang menyatakan bahwa ada hubungan praktik pemberian makanan pre lakteal dengan gangguan pertumbuhan pada anak usia 0-12 bulan. Pengaruh pola pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian stunted pada anak balita bermakna secara statistik dikarenakan nilai probabilitasnya (p = 0,048) < α dengan odds ratio (OR) sebesar 0,275 serta nilai lower dan upper confidence interval (95%CI) yaitu 0,076 sampai dengan 0,989. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dyah yang menyebutkan ASI dapat mencegah terjadinya Growth Faltering (goncangan pertumbuhan). Pengaruh pola pemberian PASI terhadap kejadian stunted pada anak balita bermakna secara statistik karena nilai probabilitasnya (p = 0,039) < α dengan odds ratio (OR) sebesar 0,250 serta nilai lower dan upper confidence interval (95%CI) yaitu 0,067 sampai dengan 0,929. Hasil ini dapat dikatakan bahwa anak balita yang pola pemberian PASI tidak baik memiliki kesempatan 0,250 kali lebih besar terjadi stunted pada anak balita dibandingkan dengan anak balita yang pola pemberian PASI baik. Pengaruh faktor genetik terhadap kejadian stunted pada anak balita bermakna secara statistik karena nilai probabilitas (p 0,008) < α dengan odds ratio (OR) sebesar 0,150 serta nilai lower dan upper confidence interval (95%CI) yaitu 0,036 sampai dengan 0,615. Hasil ini sesuai dengan data Riskesdas 2010 yang menyebutkan 10 bahwa prevalensi anak pendek (stunted) cenderung lebih tinggi pada ibu-ibu dengan tinggi badan rata-rata <150 cm (46,7%) dibanding ibu-ibu dengan tinggi badan ratarata >150 cm (34,8%). Pengaruh pola konsumsi hati terhadap kejadian stunted pada anak balita bermakna secara statistik karena nilai probabilitasnya (p = 0,004) < α odds ratio (OR) sebesar 5,485 serta nilai lower dan upper confidence interval (95%CI) yaitu 1,701 sampai dengan 17,639. Dapat dikatakan bahwa anak balita yang jarang mengonsumsi hati memiliki kesempatan 5,485 kali lebih besar untuk mengalami stunted pada anak balita daripada anak balita yang sering mengkonsumsi hati. Pengaruh pola konsumsi kapsul yodium terhadap kejadian stunted pada anak balita probabilitas secara statistik bermakna (p > α) adalah kapsul yodium ( p = 0,000) dengan odds ratio (OR) sebesar 0,011 serta nilai lower dan upper confidence interval (95%CI) yaitu 0,002 sampai dengan 0,080. Hasil ini sejalan dengan dengan penelitian Erasmus yang menyebutkan bahwa efek suplementasi yodium berhubungan dengan pertumbuhan tinggi badan anak. Faktor yang paling berpengaruh adalah faktor riwayat penyakit infeksi karena memiliki nilai probabilitas p 0,053 < α dengan odds ratio OR 6,016 serta nilai lower dan upper confidence interval (95%CI) yaitu 0,942 sampai dengan 38,408. Infeksi dapat mengganggu pertumbuhan linier anak. Terdapat 2 variabel yang berpengaruh dan menjadi faktor risiko yaitu riwayat penyakit infeksi (p=0,053, CI 95% 0,946-38,408) dan pola konsumsi hati (p=0,004, CI 95% 1,701-17,639). Sedangkan 4 variabel yang berpengaruh signifikan dan menjadi faktor protektif adalah pola pemberian pre lakteal (p=0,003, CI 95% 0,0360,853), pola pemberian ASI eksklusif (p=0,048, CI 95% 0,076-0,989), pola pemberian PASI (p=0,039, CI 95% 0,067-0,929), faktor genetik dari ibu (p=0,008, CI 95% 0,036-0,615) dan pola konsumsi kapsul yodium (p=0,000, CI 95% 0,0020,080). Hal ini terjadi karena infeksi dapat menurunkan intake makanan, mengganggu absorpsi zat gizi, menyebabkan hilangnya zat gizi secara langsung. Disarankan untuk melakukan upaya peningkatan pengetahuan tentang pola asuh kepada masyarakat mengingat masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat terkait pemenuhan gizi pada anak balita dan melakukan upaya peningkatan penatalaksaan penyakit infeksi.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries062110101026;
dc.subjectBALITAen_US
dc.titleFAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN STUNTED GROWTH PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ARJASA KABUPATEN JEMBERen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record