Show simple item record

dc.contributor.authorGiri Indra Kharisma
dc.date.accessioned2013-12-04T05:33:28Z
dc.date.available2013-12-04T05:33:28Z
dc.date.issued2013-12-04
dc.identifier.nimNIM090210402086
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/3747
dc.description.abstractKesantunan berbahasa ada di setiap situasi tutur, termasuk situasi tutur dalam sidang tipikor kasus Wisma Atlet. Pada situasi tutur tersebut, ditemui tindak tutur tidak santun yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tindak tutur tidak santun tersebut diklasifikasikan ke dalam prinsip kesantunan Leech. Berdasarkan latar belakang di atas, fokus masalah pada penelitian ini ialah: 1) bagaimanakah wujud tindak tutur tidak santun dalam sidang tipikor kasus Wisma Atlet dan alternatif pembenahannya berdasarkan prinsip kesantunan Leech? dan 2) bagaimanakah penyebab ketidaksantunan berbahasa Indonesia yang terdapat dalam sidang tindak pidana korupsi kasus Wisma Atlet? Rancangan penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Data dalam penelitian ini berupa tindak tutur dari para peserta pertuturan yang ada dalam sidang tipikor kasus wisma atlet yang diindikasikan tidak santun. Sumber data penelitian berupa tindak tutur dari para peserta pertuturan yang terdapat dalam cuplikan video rekaman sidang tipikor kasus Wisma Atlet yang diunduh dari youTube. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik simak catat. Proses analisis data dalam penelitian ini terdiri dari: 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) penarikan kesimpulan. Pada sidang tindak pidana korupsi kasus Wisma Atlet terdapat tuturan yang melanggar keempat maksim berikut: 1) pelanggaran maksim kearifan terjadi, karena penutur menggunakan kalimat imperatif. Alternatif pembenahannya ialah mengganti kalimat imperatif menjadi kalimat berita atau kalimat tanya; 2) pelanggaran maksim kedermawanan terjadi, karena para saksi memberikan keterangan palsu agar terhindar dari sanksi hukum. Alternatif pembenahannya ialah dengan cara memberikan keterangan yang jujur sesuai dengan fakta; 3) pelanggaran maksim pujian terjadi, karena majelis hakim pertama dan penasihat hukum pertama tidak menggunakan pemarkah kesantunan berbahasa. Alternatif pembenahannya ialah penutur harus bertutur sesuai dengan konteks tutur dengan cara menggunakan pemarkah kesantunan berbahasa; dan 4) pelanggaran maksim kesepakatan terjadi, karena terdakwa meminimalkan kesepakatan dengan majelis hakim pertama. Alternatif pembenahannya ialah penutur harus memaksimalkan kesepakatan dengan mitra tutur. Ketidaksantunan berbahasa Indonesia dalam sidang tindak pidana korupsi kasus Wisma Atlet terjadi, karena dipengaruhi beberapa faktor berikut: 1) dorongan rasa emosi penutur; 2) protektif terhadap pendapat; 3) faktor kedudukan atau jabatan di persidangan; 4) menyembunyikan informasi yang dapat merugikan penutur atau orang lain; dan 5) sifat bawaan dari penutur atau faktor kedaerahan. Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan: 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu referensi dalam ilmu pragmatik; 2) hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan atau referensi untuk mengkaji kesantunan berbahasa dengan objek penelitian dan teori kesantunan yang berbeda; 3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu referensi untuk menerapkan kesantunan ke dalam materi dan kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia.en_US
dc.relation.ispartofseries090210402086;
dc.subjectKETIDAKSANTUNAN BERBAHASA INDONESIA DALAM,..BERDASARKAN PRINSIP KESANTUNAN LEECHen_US
dc.titleKETIDAKSANTUNAN BERBAHASA INDONESIA DALAM SIDANG TINDAK PIDANA KORUPSI KASUS WISMA ATLET BERDASARKAN PRINSIP KESANTUNAN LEECHen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record