Show simple item record

dc.contributor.authorMITHA PRATIWI
dc.date.accessioned2014-01-29T12:22:37Z
dc.date.available2014-01-29T12:22:37Z
dc.date.issued2014-01-29
dc.identifier.nimNIM040710101070
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/27141
dc.description.abstractPerkawinan dapat disebut juga dengan pernikahan, perkawinan menurut bahasa adalah membentuk keluarga dengan lawan jenis. Istilah kawin digunakan secara umum untuk hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia. Berbeda dengan itu “nikah” digunakan pada manusia karena mengandung keabsahan secara hukum nasional, adat istiadat, dan terutama menurut agama. Makna nikah adalah akad atau ikatan, karena dalam suatu proses pernikahan terdapat ijab (pernyataan penyerahan dari pihak perempuan) dan kabul (pernyataan penerimaan dari pihak lelaki). Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 disebutkan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan (akad yang suci) untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan merupakan suatu proses penggabungan dua sifat manusia yang berbeda. Jika kedua belah pihak dapat saling memahami maka tujuan perkawinan dapat tercapai, sebaliknya apabila mereka tetap bersikukuh pada pendirian masing-masing maka kehidupan rumah tangga mereka akan diwarnai dengan perselisihan dan pertengkaran yang nantinya dapat Mengakibatkan terjadinya perceraian. Dimana akibat terjadinya perceraian sendiri terdapat dalam pasal 156 dan 157 Kompilasi Hukum Islam, dimana pasal 156 berdampak secara langsung terhadap anak, khususnya pada anak yang belum mumayiz (belum dewasa). Penulisan skripsi ini dilatar belakangi bahwa Perkawinan merupakan suatu proses penggabungan dua sifat manusia yang berbeda. Jika kedua belah pihak dapat saling memahami maka tujuan perkawinan dapat tercapai, sebaliknya apabila mereka tetap bersikukuh pada pendirian masing-masing maka kehidupan rumah tangga mereka akan diwarnai dengan perselisihan dan pertengkaran yang nantinya dapat mengakibatkan terjadinya perceraian. Sering kali pergaulan diantara keduanya menyebabkan perpisahan antara satu dengan yang lain. Masalahnya adalah bagaimana pemeliharaan anak jika terjadi perceraian, dan pembagian harta yang diperoleh suami dan istri karena usahanya, disebut dengan harta bersama baik mereka bekerja bersama-sama atau suami saja yang bekerja ataupun sebaliknya. Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah Apakah akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian terhadap anak, Apakah akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian terhadap harta bersama. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa akibat hukum dari putusnya perkawinan karena perceraian terhadap anak, dan untuk mengkaji dan menganalisa akibat hukum dari putusnya perkawinan karena perceraian terhadap harta bersama. Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif, pendekatan masalah adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum, penyusunan skripsi ini menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan Bahan non hukum. Analisis bahan hukum dengan beberapa tahapan yang kemudian hasil analisis bahan penelitian tersebut kemudian diuraikan dalam pembahasan guna menjawab permasalahan yang diajukan hingga sampai pada kesimpulan. Berdasarkan analisa dan pembahasan permasalahan yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut: Pertama, Akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian terhadap anak bahwa dalam Kompilasi Hukum Islam secara eksplisit cenderung menghendaki hak asuh anak yang belum mumayyiz jatuh ke tangan ibu. Karena menganggap anak yang belum mumayyiz belum dapat menentukan pilihannya, sehingga harus diberikan oleh suatu putusan pengadilan untuk memastikan siapa yang berhak dalam mengasuh dan memeliharanya. Hal ini memang telah sesuai dengan ketentuan pasal 156 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa, “Apabila perkawinan putus karena perceraian maka anak yang belum mumayyiz (belum 12 tahun) yang berhak mendapat hadhanah adalah ibunya”. Dengan memperhatikan ketentuan Kompilasi Hukum Islam, tampak jelas bahwa Kompilasi Hukum Islam menganut sistem kekerabatan bilateral seperti yang dikehendaki oleh Al-Qur’an., sebagaimana yang diatur dalam pasal 105 Kompilasi Hukum Islam. Kompilasi Hukum Islam memberikan prioritas utama kepada ibu untuk memegang hak hadhanah sang anak, sampai anak tersebut berusia 12 tahun. Kedua, Pembagian harta bersama masing-masing suami istri bila terjadi perceraian bahwa penerapan-penerapan hukum Islam dalam soal pembagian harta bersama baik dalam cerai mati dan cerai hidup, sudah mendapat kepastian positif yaitu dalam Bab XIII, Kompilasi Hukum Islam mengatur masalah harta bersama dalam perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 97. Pembagian harta bersama antara suami dan istri yang cerai hidup maupun yang cerai mati, atau karena salah satunya hilang, masing-masing mereka mendapat seperdua/setengah dari harta bersama. Tidak diperhitungkan siapa yang bekerja, dan atas nama siapa harta bersama itu terdaftar. Selama harta benda itu diperoleh selama dalam masa perkawinan sesuai pasal 35 dan 36 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974, maka harta yang diperoleh tersebut merupakan harta bersama, dan dibagi dua antara suami dan istri. ketika perkawinan berakhir akibat perceraian atau kematian salah seorang pasangan - baik menurut hukum adat maupun hukum positif adalah bahwa masing-masing suami isteri memiliki hak yang sama terhadap harta bersama, yaitu separuh dari harta bersama. Pembagian seperti ini berlaku tanpa harus mempersoalkan siapakah yang berjerih payah untuk mendapatkan harta kekayaan selama dalam perkawinan. Saran penulis adalah Akibat terjadinya suatu perceraian memberikan dampak yang besar bagi istri, khususnya dalam hal pemeliharaan anak (hadhanah) setelah terjadinya perceraian. Sehingga perlu adanya perlindungan hukum bagi istri dari mantan suami yang tidak bertanggung jawab. Masalah harta bersama, meskipun dalam fiqh tidak pernah dibahas, namun permasalahan ini erat kaitannya dengan hak-hak seseorang atas harta benda yang dimilikinya. Oleh karena itu penguasaan harta bersama ataupun harta bawaan dari salah satu pihak dalam bentuk bagaimanapun apalagi sampai merugikan pihak lain tidak dapat dibenarkan.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries040710101070;
dc.subjectHUKUM PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN TERHADAP ANAKen_US
dc.titleAKIBAT HUKUM PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAMen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record