Show simple item record

dc.contributor.authorDEDDY MUHAMMAD ZHEN
dc.date.accessioned2014-01-29T01:24:14Z
dc.date.available2014-01-29T01:24:14Z
dc.date.issued2014-01-29
dc.identifier.nimNIM080710191043
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/26909
dc.description.abstractDewasa ini banyak sekali jenis-jenis pembiayaan yang ditawarkan pihak lembaga keuangan pada masyarakat dan juga dunia usaha. Salah satu jenis pembiayaan ya ng ditawarkan kepada masyarakat adalah pembiayaan konsumen. Adanya perjanjian kredit tersebut diawali dengan pembuatan kesepakatan antara penerima kredit (debitur) dan ya ng memberi kredit (kreditur) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Kreditur mempuyai hak untuk menyita barang yang dibeli dengan kredit apabila di dalam hubungan kredit debitur tidak memenuhi prestasi secara sukarela. Penyitaan barang itu harus ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak debitur dan harus ada persetujuan dari pihak debitur juga. Penyitaan barang yang dilakukan tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu pada pihak debitur maka pihak kreditur dinyatakan wanprestasi, dikarenakan sudah ada perjanjian bahwa pihak kreditur boleh menyita barang nasabah apabila nasabah terlambat melakukan pembayaran. Demikian halnya dengan kasus ya ng terjadi, dalam Putusan Mahkamah Agung No.606 K/Pdt. Sus/2011. Rumusan Masalah meliputi : (1) Apakah perjanjian kredit pembiayaan kendaraan bermotor telah diatur dalam peraturan perundang-undangan ? (2) Apakah kreditur berhak melakukan pen yitaa n barang jaminan karena debitur wanprestasi ? dan (3) Apa dasar putusan Hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara Nomor : 606 K/Pdt.Sus/2011 sesuai dengan hukum ya ng berlaku ? Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususn ya hukum perjanjian. Tujuan khusus dalam penulisan adalah untuk memahami dan mengetahui : (1) Pengaturan perjanjian kredit pembiayaan kendaraan bermotor dalam peraturan perundang-undangan, (2) Hak kreditur melakukan pen yitaa n barang jaminan karena debitur wanprestasi dan (3) Dasar putusan hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara No.606 K/Pdt.Sus/2011. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau xii http://library.unej.ac.id/ http://library.unej.ac.id/ http://library.unej.ac.id/ http://library.unej.ac.id/ norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa hingga saat ini di I ndonesia belum ada peraturan khusus dalam bentuk undang-undang yang mengatur tentang lembaga pembiayaan, pada hal peraturan tersebut sangat dibutuhkan mengingat perkembangan lembaga pembiayaan tersebut sangat pesat dewasa ini. Perjanjian pembiayaan konsumen merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III KUHPerdata. Kreditur berhak melakukan pen yitaan barang jaminan karena debitur wanprestasi. Dalam fakta terungkap bahwa telah terjadi wanprestasi ya ng dilakukan oleh debitur dengan adanya ket erlambatan pembayaran, sehingga akhirn ya kreditur melakukan penyitaan terhadap benda jaminan. Namun demikian prosedur pen yitaan ya ng dilakukan oleh kreditur adalah kurang tepat sehingga merugikan debitur. Dasar putusan Hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara No.606 K/Pdt. Sus/2011 sudah sesuai dengan hukum ya ng berlaku. Pelanggaran terhadap hak konsumen tersebut didasarkan atas tindakan BCA Finance ya ng melakukan penyitaan terhadap mobil sebagai jaminan kredit pembiayaan tanpa adan ya surat peringatan atau teguran secara tertulis, sehingga dapat dikategorikan sebagai tindakan ya ng tidak berdasar hukum dan mengabaikan hak-hak konsumen. Selain itu, dalam pertimbangan majelis hakim diperoleh fakta bahwa Perjanjian Kredit sebagai perjanjian baku bertentangan dengan Pasal 18 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Saran yang dapat diberikan bahwa hendaknya seseorang harus lebih arif, bijak, dan teliti dalam melaksanakan suatu perjanjian. Dalam hal tersebut terjadi pelanggaran atas Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena terjadi perjanjian baku ya ng merugikan konsumen serta adan ya tindakan penyitaan barang jaminan yang tidak sesuai dengan prosedur hukum penyitaan dalam konstruksi hukum acara perdata . Demikin halnya penggunaan klausula baku dalam perjanjian sewa beli otomotif harus ditinjau dan disesuaikan dengan prinsip-prinsip Undang-Undang Perlindungan Konsumen.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries080710191043;
dc.subjectPerlindungan Konsumenen_US
dc.titleKEWENANGAN KREDITUR UN TUK MELAKUKAN PENYITAAN BARANG JAMINAN DALAM PERJAN JIAN KREDIT PEMBIA YAAN KEN DARAAN BERMOTORen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record