Show simple item record

dc.contributor.authorVINA SUSANTI
dc.date.accessioned2014-01-28T23:47:01Z
dc.date.available2014-01-28T23:47:01Z
dc.date.issued2014-01-28
dc.identifier.nimNIM060710101149
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/26772
dc.description.abstractenulisan skripsi ini pada dasarnya dilatarbelakangi oleh perubahan sistem yang dijalankan di Indonesia dari sistem parlementer menjadi sistem presidensiil dengan menggabungkannya dengan sistem multipartai yang banyak kita ketahui bahwa sistem presidensiil kurang cocok di terapkan dengan menggunakan sistem multipartai. Salah satu kesepakatan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 1999 terkait Perubahan UUD 1945 adalah “sepakat untuk mempertahankan sistem presidensiil”. Penyempurnaan dilakukan dengan perubahan-perubahan ketentuan UUD 1945 terkait sistem kelembagaan. Perubahan mendasar pertama adalah perubahan kedudukan MPR yang mengakibatkan kedudukan MPR tidak lagi merupakan lembaga tertinggi negara. Perubahan selanjutnya untuk menyempurnakan sistem presidensiil adalah menyeimbangkan legitimasi dan kedudukan antara lembaga eksekutif dan legislatif, dalam hal ini terutama antara DPR dan Presiden. Hal ini dilakukan dengan pengaturan mekanisme pemilihan Presiden danWakil Presiden yang dilakukan secara langsung oleh rakyat mekanisme pemberhentian dalam masa jabatan sebagaimana diatur dalam pasal 6, 6A, 7, 7A dan 8 UUD 1945. Oleh karena itu Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat maka memiliki legitimasi kuat dan tidak dapat dengan mudah diberhentikan kecuali karena melakukan tindakan pelanggaran hukum. Perkembangan sistem pemerintahan di Indonesia menuju ke arah yang semakin unik. Praktek di lembaga kepresidenan bertahan dengan sistem presidensiil tetapi semangat yang berkembang di legislatif dan pemerintahan menuju ke arah sistem parlementer. Perubahan sistem pemilihan Presiden secara langsung adalah konsekuensi sistem presidensiil sedangkan sistem pembentukan kabinet, pengawasan dan pertanggungjawaban kebijakan politik cenderung ke sistem parlementer. Kecenderungan kearah sistem parlementer dapat pula dilihat dari acara pembentukan kabinet yang tidak sepeuhnya menjadi kewenangan Presiden. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memandang perlu untuk mengkaji sekian permasalah mengenai sistem presidensiil yang dijalankan di Indonesia dengan multipartai saat ini, dalam suatu karya ilmiah yang berbenuk skripsi dengan judul : “IMPLIKASI YURIDIS SISTEM MULTIPARTAI TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL DI INDONESIA”. Permasalahan dari skripsi ini adalah, bagaimankah implikas yuridis sistem multipartai terhadap sistem pemerintahan presidensiil di Indonesia, dan bagaimanakah implikasi multipartai terhadap Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia serta implikasi terhadap tugas dan wewenang Presiden di Indonesia. Adapun saran dari penulis adalah sebagai berikut : bila Indonesia menggunakan sistem Presidensiil, maka bukan sistem Multipartai yang diterapkan, melainkan sistem dwi partai atau penyederhanaan partai, karna dalam hal ini menimbulkan banyak ketidakharmonisan didalam sistem pemerintahan. Dengan demikian sistem perwakilan multipartai membawa implikasi ketatanegaraan dalam hal: (a) proses pembentukan kabinet; (b) proses pembentukan Presiden oleh MPR atas permintaan DPR; (c) pemberhentian Presiden oleh MPR atas permintaan DPR. Sistem pertanggungjawaban berdasarkan UUD 1945 sebenarnya menganut sistem parlementer, Presiden “dengan caranya sendiri” tidak akan mengabaikan suara DPR.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060710101149;
dc.subjectIMPLIKASI YURIDIS SISTEM MULTIPARTAI TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIILen_US
dc.titleIMPLIKASI YURIDIS SISTEM MULTIPARTAI TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL DI INDONESIAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record