Show simple item record

dc.contributor.authorIKBAL WILDA FARDANA
dc.date.accessioned2014-01-28T23:24:57Z
dc.date.available2014-01-28T23:24:57Z
dc.date.issued2014-01-28
dc.identifier.nimNIM080710101178
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/26735
dc.description.abstractPerkawinan dalam rangka membentuk rumah tangga sebagai salah satu unsur masyarakat pada mulanya di atur dalam berbagai peraturan. Dalam masa pluralisme hukum perkawinan, pengaturan didasarkan pada perbedaan golongan penduduk. Ada ketentuan untuk golongan Eropa, golongan Timur Asing (Cina) dan golongan pribumi/Kristen. Hal ini tentu menciptakan ketidakseragaman dalam pengaturannya. Oleh karena itu lahirlah Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan selanjutnya disebut Undang-undang Perkawinan. Undangundang No. 1 Tahun 1974 adalah Undang-undang yang mengatur tentang perkawinan secara nasional, yang berlaku bagi semua golongan dalam masyarakat Indonesia. Undang-undang perrkawinan ini adalah suatu unifikasi hukum dalam Hukum Perkawinan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1975 dengan Peraturan Pelaksanaan PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Tentang perkawinan diatur dalam buku I KHI, baik mengenai peminangan, hak dan kewajiban suami istri, pemeliharaan anak, perwalian, dan lain-lain. Selanjutnya dalam hal pembatalan perkawinan ini telah diatur oleh Undangundang perkawinan (UUP) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Adanya peraturan mengenai pembatalan perkawinan ini selain dimaksudkan untuk penyempurnaan pengaturan ketentuan perkawinan juga untuk mengantisipasi kemungkinankemungkinan yang timbul dikemudian hari. Seperti halnya perceraian, pembatalan perkawinan ternyata membawa konsekuensi yang tidak jauh berbeda dengan masalah perceraian, dalam kaitannya dalam perkawinan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda, dan sesusuan sampai pada derajat tertentu adalah suatu hal yang bisa mengancam kelangsungan perkawinannya tersebut. Hal tersebut diatas juga turut mempengaruhi status dari anak yang dilahirkan, apakah memang anak dari perkawinan yang demikian harus dianggap sah dari perkawinan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah. Bertitik tolak dari hal tersebut diatas, maka peneliti masih melihat adanya permasalahan tentang kedudukan anak akibat batalnya perkawinan orang tuanya. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah dengan cara mengkaji aturan hukum seperti Undang-undang, peraturan-peraturan dan literaturliteratur yang berisi konsep-konsep teoritis yang dihubungkan dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini. Dengan demikian, penelitian skripsi ini bersifat yuridis normatif. Bahan yang dipakai adalah bahan hukum primer dan sekunder. Analisa bahan hukum bersifat deduktif. Hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum anak akibat pembatalan perkawinan terhadap perkawinan sedarah menurut hukum Islam adalah anak luar kawin yang tergolong Syubhat yang dilahirkan dari suatu akad, ia hanya memiliki hubungan nasab dengan ibu dan keluarga ibunya saja. Peraturan Pemerintah yang diamanatkan oleh Undang-undang khusus mengatur kedudukan anak luar kawin belum dibentuk maka untuk memperoleh hak keperdataan dengan bapaknya harus melalui pengakuan anak. Tetapi Undangundang mengecualikan pengakuan bagi anak hasil perkawinan sedarah. Untuk mengisi kekosongan hukum dan demi kepentingan si anak maka sesuai ketentuan Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam anak tersebut dianggap sebagai anak sah. Saran yang dapat disampaikan dalam skripsi ini adalah hendaknya kita memperhatikan (secara personal) sebelum melangsungkan perkawinan terhadap indikasi atau apapun yang kiranya dapat membatalkan perkawinan. Hal ini bertujuan sebagai tindakan hati-hati dan juga untuk membangun keluarga yang sakinah, mawahdah, dan warahmah serta perlu pengaturan tersendiri bagi anak hasil perkawinan sedarah karena mengenai hal ini adalah lebih spesifik dan berbeda dari masalah pembatalan perkawinan karena kurangnya syarat-syarat pada umumnya. Hal ini penting untuk mengetahui hak dan kewajiban yang jelas antara anak dan orang tuanya.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries080710101178;
dc.subjectKEDUDUKAN ANAK AKIBAT BATALNYA PERKAWINAN KARENA ORANG TUANYA MEMILIKI HUBUNGAN DARAHen_US
dc.titleKEDUDUKAN ANAK AKIBAT BATALNYA PERKAWINAN KARENA ORANG TUANYA MEMILIKI HUBUNGAN DARAHen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record